1 [Frame]

1.2K 2 0
                                    

Dimas prasetya, usianya genap tiga puluh tujuh tahun saat ini. Dengan kulit coklat cerahnya, serta tingginya yang mencapai 180 cm, membuatnya menjadi sosok yang mudah di dambakan.

Kemeja warna putih serta celana selutut yang dia kenakan, membuatnya terlihat gagah. Sambil bersiul, dimas menaiki tangga menuju lantai dua dengan membawa dua box kardus ditangannya. Dimas kemudian membuka kamar yang terletak persis di sebelah ujung tangga. Kamar dengan luas dua puluh sentimeter persegi, terlihat ramai dengan box-box kardus yang masih tersegel sempurna.

Wajahnya yang mulai diwarnai kerut halus, terlihat lelah, tapi dimas lebih memilih untuk membuka segel kardus-kardus yang ada di kamar tersebut dan mulai membongkar isinya. Kardus pertama yang dia buka, berisi berbagai foto-foto dengan bingkai warna putih dan hitam. Dimas menoleh dengan senyum yang masih menghiasi wajahnya, saat pintu kamarnya yang terbuka lebar, diketuk oleh sosok wanita yang hampir memasuki usia senja.

"Mami boleh masuk", ujar ibu sasmita atau biasa di panggil mami mita, oleh kerabat dekatnya.

"Boleh mi", jawab dimas sambil tersenyum pada maminya.

Mami mita kemudian masuk ke dalam kamar tersebut dan berdiri disamping dimas, lalu mami mita mengambil salah satu bingkai yang berisi foto tiga pria remaja dengan seragam SMA dari atas meja.

"Mami cuma berharap kamu bisa tertawa selepas ini lagi", ujar mami mita sambil tersenyum.

Dimas kemudian merangkul mami mita dan mengusap punggungnya, tanpa menjawab harapan mami mita.

"Mami masih ingat betul saat kamu masih kelas tiga sekolah dasar, kamu ke toko sambil nangis diantar oleh raka, katanya buku kamu di buang oleh gilang ke selokan", ujar mami mita sambil tersenyum mengenang memori yang dia ikat dengan baik dibenaknya.

"Iya mi, dulu waktu SD gilang memang nakal sama semua anak-anak kelasnya", jawab dimas sambil melihat foto yang mami mita pegang.

"Mami lega, karena meskipun kamu sama gilang selalu berantem dan berebut apapun, tapi pada akhirnya kalian berteman dengan baik", ujar mami mita sambil mengusap wajah gilang dalam bingkai foto tersebut.

Dimas mengambil bingkai foto yang mami mita pegang, lalu meletakannya, berjejer dengan bingkai foto yang berisi kenangan dimas saat masa SMA.

"Kamu mau dekor ulang kamar kamu dim", tanya mami mita pada dimas.

Kamar yang terlihat berantakan tersebut memang kamar dimas, kamar yang dimas miliki sejak renovasi ketiga rumah tersebut.

Rumah dengan luas tiga ratus lima puluh meter persegi, yang terletak di area yos sudarso. Rumah yang juga menjadi rumah masa kecil mami mita.

Mami mita merupakan anak bungsu yang berasal dari keluarga pemilik toko oleh-oleh. Toko yang dulu hanya seluas rumah petakan dengan sekat dua ruang, kini jadi toko oleh-oleh terbesar di solo.

"Mau di rubah dikit aja mi, biar kalau aku pulang, aku bisa kembali ke masa remajaku, biar bisa jadi kamar kenangan mi", jawab dimas sambil tersenyum manis pada maminya.

"Yaudah makan siang dulu yuk, tuh mbak dina udah dibawah", pinta mami mita yang mulai mendengar hiruk pikuk di lantai satu rumahnya.

"Mami duluan aja, aku selesain ini dulu baru ke bawah", jawab dimas.

Mami mita kemudian tersenyum, lalu melangkah keluar dari kamar dimas, dan nyaris bertubrukan dengan cucu perempuannya, rania.

"Ina pelan-pelan sayang, sini cium oma dulu", pinta mami mita.

Rania yang sudah menjadi mahasiswa tapi enggan melepas sikap kanak-kanaknya, langsung mencium kedua pipi omanya, kemudian bergegas masuk untuk menemui om kesayangannya.

After SunsetWhere stories live. Discover now