Part 4

335 40 7
                                    

Tak terasa, pesta diumumkannya Anastacius sebagai putra mahkota telah berlangsung.

Claude dan Penelope datang ke aula dengan kostum senada. Gaun dan jas yang didesain dengan sangat apik oleh Rena, desaigner yang Penelope dan Claude investasikan memang tidak diragukan lagi.

"Selamat atas pelantikan anda, Yang Mulia."

Begitulah ujar Penelope sembari memberikan salam hormat kepada Anastacius bersama dengan Claude.

Anastacius tersenyum senang. "Terima kasih, Enny. Enny, bolehkah aku berdansa denganmu nanti?"

"Mohon maaf, Yang Mulia. Saya telah memiliki partner dansa. Anda bisa meminta gadis lain di sana. Saya percaya anda bisa mendapatkan gadis manapun yang anda mau selain saya."

Anastacius terkekeh. "Partner dansa bukan hanya satu, Enny. Kau bisa berdansa denganku sebelum dengan tunanganmu. Kau tidak keberatan bukan, adikku?"

Penelope memandang kesal lelaki yang tengah merengkuh pundak Claude. Sebelum Claude mengeluarkan ucapannya, Penelope menyanggahnya terlebih dahulu.

"Maaf, Yang Mulia. Saya hanya berdansa dengan Yang Mulia Claude. Permisi, Yang Mulia." Ujar Penelope sembari memegang jemari Claude.

Penelope menarik Claude ke luar. Pergi dari hadapan Anastacius. Meninggalkan reaksi bermacam-macam di dalam ruangan. Entah mengkritik kesombongannya, atau memujinya karena memilih tunangannya dibanding dengan iparnya, Penelope tidak peduli.

Keduanya beralih ke balkon kedua dari timur. Balkon yang memperlihatkan keindahan wilayah Obelia di malam hari. Balkon yang ia temukan secara tidak sengaja.

"Claude, lihat! Ini cantik, bukan?" Tunjuk Penelope ke arah luar.

Berbeda dengan arah yang ditunjuk Penelope, Claude malah memperhatikan arah lain. "Ya, ini memang sangat cantik."

Penelope terkekeh. "Sudah kuduga. Balkon memang tempat terbaik."

Keduanya asik dengan pembicaraan dan memandang keindahan sebelum akhirnya mengikuti dansa lalu bercengkerama dan memperluas koneksi seperti biasanya.

Karena merasa energinya habis dan selesai mencari informasi, Penelope menjauh dari kerumunan. Gadis itu beralih ke minuman yang disajikan di hadapannya.

Ia melirik ke daerah sekitarnya. Mencari posisi Claude. Merasa aman, ia mengambil satu gelas.

"Ini enak sekali. Claude melarangku meminum minuman enak ini? Wah, kejamnya!"

Tak berakhir satu gelas, kini Penelope mengambil beberapa gelas. Berakhir dengan menghabiskannya dan menjadi mabuk. Penelope sungguh tidak tahu jika kadar toleransi alkoholnya rendah mengingat di kehidupan sebelumnya ia belum pernah mengonsumsi minuman sejenis ini.

Begitu tubuhnya sedikit limbung, ada dua tangan yang hendak meraihnya. Tangan dengan pemilik yang berbeda. Beruntungnya, Penelope memilih tangan yang tepat.

"Hm, ini bau Claude. Claude di sini? Dia pasti mengomeliku setelah mengetahui ini." Gumamnya sembari mengendus bau tubuh Claude.

Claude berdecak. "Kau sungguh tidak bisa menurut ya, En."

Dengan sigap, ia menggendong Penelope. Meninggalkan Anastacius yang lagi-lagi meratapi kesendiriannya setelah ditinggal oleh pasangan itu.

✧⁠◝◜⁠✧

"Sudah pagi? Cepat sekali!"

Ujar Penelope seketika membangunkan Claude yang sedang meletakkan kepalanya menunggu kesadaran tunangannya.

[COMPLETED] I Was a Villainess Everyone Hated Where stories live. Discover now