29. Penculikan

Mulai dari awal
                                    

Bella segera berlari mencari bantuan. Melihat ke kanan dan kiri menilik sesuatu yang bisa dirinya jadikan bantuan. Hingga ia melihat pria yang berjalan sambil melihat ponsel.

"Pinjem hoodie lo."

"Unt--"

Bella tanpa permisi langsung menarik lepas hoodie dari badan cowok itu. "Gue bakal balikin." Bella juga melepas maskernya lalu pergi menghilang. Menyisakan cowok itu yang masih terbengong kaget.

Bella memakainya seraya berlari, mengikat tali hoodie di bawah dagu. Ia bahkan melepaskan celana rumah sakitnya, menyisakan celana pendek yang masih tenggelam oleh hoodie kebesaran itu

Saat tiba Gavin benar-benar sudah dikepung, gerakan dia sudah sedikit kewalahan. Bahkan ada luka di wajahnya.

Bella mendesis, dia masuk ke tengah-tengah, lalu mulai menendangi orang-orang itu untuk menjauh dari Gavin. Bella menatap Gavin dan pandangan mereka bertemu.

Gavin membeku beberapa saat. Tatapan itu, meskipun hanya mata, Gavin tidak mungkin lupa, itu tatapan Billa.

Jantung Gavin berdegup kencang, apalagi ketika Bella memegangi kedua bahunya. Entah bagaiman Gavin harus mendeskripsikan. Terlalu kompleks, seperti waktu yang sebenarnya hanya beberapa detik, tapi Gavin merasa detik itu berlalu dengan lambat.

Gavin bahkan tidak melakukan perlawanan ketika Bella menjatuhkan tubuhnya itu. Ia tak protes meski akan tersungkur ke aspal. Namun, dengan cepat Bella meraih pinggangnya hingga memberi siluet dansa dongeng Disney dengan posisi terbalik.    Tentunya tak semanis itu karena di detik berikutnya kaki kanan Bella terangkat, menendang orang di belakang Gavin yang hendak menyerang.

Pisau yang orang itu acungkan terlempar jauh seiring pekikan nyeri atas tangannya yang mungkin retak. Gavin pernah mendengar dari Komang jika kekuatan terbesar Billa ada pada kakinya. Sekali kena tendang bisa fatal.

"Jangan lengah." Bella menyentak tubuh Gavin untuk kembali berdiri. Ia meninggalkannya lalu menyerang orang-orang yang mulai menyergap kembali.

Bella mengatasi tiga orang dan Gavin mengatasi dua sisanya. Suara pukulan, pekikan terdengar seperti nyanyian. Di balik maskernya Bella mulai menyunggingkan senyum. Hormon dopaminnya meningkat cepat. Sudah tidak ada lagi kekhawatiran terhadap Gavin, Bella mulai menikmati setiap serangan yang dirinya berikan pada mereka.

Kemenangan Bella dapatkan. Lawannya terkapar tak berdaya di tanah. Namun, karena belum merasa puas, Bella mengambil salah satu pisau lalu mendekati mobil. Dia mulai mencorat-coret badanya. Diiringi tawa, Bella mengerahkan kemampuan menggambarnya yang bahkan diakui guru seninya sebagai yang terburuk. Bella menancap jendela beberapa kali hingga pecah.

Terakhir ia melukai sudut jarinya hingga mengeluarkan darah. Mata berbinarnya redup digantikan dengan tatapan tajam. Bella membuat tanda tangan dengan darahnya itu. Tanda tangan peringatan, yang seharusnya bisa membuat pihak Clara dibuat mengerti.

"Makasih," ucap Gavin dengan napas yang terengah.

Bella berbalik lalu mengangguk. Meskipun tidak parah, wajah Gavin terluka. Cowok itu tetap memasang senyum manis.

Bella pun melangkah pergi dengan santai, sadar jika Gavin terus memerhatikan. Hingga tiba di tempat yang tidak terjangkau cowok itu lagi, Bella berbelok dan berlari dalam kegelapan. Ia memacu kakinya secara maksimum.

"Anjir, tadi celana gue di mana ya?" Bella panik melihat sekitar. Tadi dia memang melempar asal, tapi seharusnya ada di sekitaran sini.

"Plis kalo nggak ada, gimana gue mau nemuin Gavin." Bella menggigit bibir mulai panik.

"Ini, Mbak." Seseorang menginterupsi. Dia orang pemilik hoodie itu, bahkan di tangannya ada celana Bella yang tengah dicari

"Oh iya makasih." Bella memakainya dengan cepat tanpa rasa canggung. Ia pun mengembalikan hoodienya.

Pacaran [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang