BAB 48

957 148 9
                                    


     Pasca kematian Duke Floyd dan Kartein, Maxmillan dengan resmi ditunjuk sebagai Duke Resmi menggantikan Duke sebelumnya. Hal ini pun telah disetujui oleh pihak istana. Karena dalam situasi saat ini kedudukan penting yang terkait dalam pilar kerajaan tidak boleh kosong.

    Semua nya telah di atur oleh Cyril dengan sangat apik, terencana, dan rapi. Bahkan Maxmillan hanya dapat merespon diam dengan semua yang terjadi. Ia tidak habis pikir dengan semua yang terjadi dalam hitungan hari saja.

Cih, lagi lagi mata itu terus melihat ke arahku.

    Cyril sangat tidak menyukai jika ada yang memandanginya bahkan untuk kakaknya sendiri. Berbeda dengan respon Cyril yang kesal, Maxmillan hanya tersenyum tipis saat melihat adik kesayangannya itu. Cyril memang kesal namun ia selalu memperhatikan segala sesuatu di sekitarnya. Dan ini yang membuatnya semakin kesal karena ekspresi sedih yang ditunjukkan Maxmillan adalah sesuatu yang jujur.

Lagi lagi max menunjukkan ekspresi seperti itu.

   Cyril melangkah ke arah maxmillan berada. Ia teringat jelas bagaimana maxmillan menangis saat pemakaman Duke Floyd dan Kartein dihari yang sama. Sejak itu Max yang selalu mengganggunya kembali menjadi diam seperti sebelumnya. Ini melegakan bagi Cyril.

Kenapa hatiku sakit? Tidak mungkin jika aku mulai memikirkan perasaan orang lain.

    Max terkejut saat Cyril tiba tiba duduk didekatnya. Di ruang kerja milik Duke sebelumnya. Dengan banyaknya lembar dokumen Maxmillan mencoba untuk bersikap biasa untuk menutupi perasaannya.

    "Kakak, tidak kah kau lapar? Aku belum melihatmu makan dengan benar sejak hari itu". Kata Cyril tiba tiba memberi perhatian.

Seketika Maxmillan menoleh kearahnya. Tak hanya itu Cyril sendiri begitu terkejut dengan apa yang diucapkannya barusan.

Demi apapun, kenapa dengan mulutku, kenapa aku berbicara seperti itu? Apakah ini adalah respon pengulangan saat Ezra berada di tubuhku?
Aku benci hal ini.
Tapi Ezra dimana kau sekarang?

    Lamunan Cyril terpecah saat Max menggandeng tangannya. Maxmillan hanya tersenyum memandang Cyril lalu menangis setelahnya.

    "Sekarang aku hanya mempunyai mu sebagai keluargaku, jadi ku mohon bersikaplah terus terang padaku, kau boleh bersikap manja atau minta tolonglah apapun padaku, jangan menyembunyikan semuanya dalam kalimat kasar mu yang sering kau lontarkan itu". Kata Max sambil mengelap air matanya.

    Memang benar waktu begitu cepat, dan sekarang maxmillan adalah kepala keluarga Floyd.

    "Max, oh maksudku kakak. Sebenarnya kita memiliki satu keluarga lagi".

    " Lagi? " Tanya Maxmillan bingung.

    "Ya, ia memiliki mata yang sama dengan keluarga Floyd, ada banyak mata berwarna biru. Namun tidak semua mata berwarna biru khas milik keluarga Floyd".

    " Sebentar, apa maksudmu? " Max mulai berfikir jika mereka memiliki satu anggota keluarga inti tersisa selain mereka berdua.

    Cyril mengangguk. Sikapnya yang tenang dan bertingkah seperti adik kecil saat ini agar kakaknya dapat mengabulkan keinginan yang diinginkannya nanti.

     Cyril mulai memainkan jari jemarinya seperti seolah bingung ingin membuka pembicaraan dari mana.

Cepat tanya aku dasar max bodoh

     Maxmillan melihat gelagat Cyril dan mulai bertanya.
"Apa yang sebenarnya kau ketahui, katakan saja. Jika kakak bisa membantumumembantumu".

Ini yang aku inginkan, meresponlah lebih cepat lain kali.

    " Begini kak, saat ayah meninggal, ayah bilang padaku jika aku memiliki saudara kembar tidak identik. Ia memiliki mata berwarna biru dan berada di Kerajaan Eden. Ia bernama Lucian. Aku dengan keluarga yang merawatnya telah jatuh dan Lucian dijual ke kerajaan lain". Kata Cyril menunduk terlihat sedih.

    "Apa? Dijual? Sebentar, Ayah bilang jika kau punya saudara kembar? " Tanya maxmillan.

     Cyril hanya membalas angguk pada Max.

     "Kak,  Kakak tau jika aku yang membunuh ayah, tapi kakak diam saja, dan menutupi semua kejadian itu seolah tidak terjadi apa apa, kenapa kakak melakukan hal itu? " Tanya Cyril.

    Maxmillan diam sejenak, lalu beralih memandang Cyril dengan senyum.

    "Aku ingin sekali membunuhmu Cyril,  saat aku melihatmu berada diruang kerja ayah".

    " Lalu? "

    "Aku tidak bisa? "

Tentu saja kau tidak bisa bodoh,

     "Aku tidak mengerti kenapa"

Itu karena ku melihat Ezra didalam ingatan mu,

      "Saat melihatmu dengan sorot mata itu, aku tidak mengerti kenapa aku lemah, aku marah bersamaan dengan  sakit. Aku tidak mengerti alasanmu membunuh Ayah, tetapi dari dulu kau memang berniat untuk membunuh ayah. Aku ingin sekali mematahkan semua tulangmu. Tapi... "

Tapi?

     "Aku tidak dapat melakukan itu, saat teringat bagaimana kau tersenyum hangat padaku dengan air mata yang mengalir di pipi mu itu".

Lagi lagi alasanmu adalah Ezra bukan?

     " Terlebih lagi.. " Sambung Max

Ya?

     "Ayah sudah tau jika kau akan membunuhnya, dan ayah berpesan kepadaku agar aku tidak menghalangi mu". Jelas Max dengan nada serius.

Apa?! Ayah mengetahui semuanya? Tapi kenapa ia diam saja? "

    Cyril yang sedari tadi hanya mendengarkan kakaknya tersebut kini menetaskan air mata tanpa ia sadari. Air mata itu terlihat tulus.

Kenapa? Kenapa aku menangis? Kenapa perasaanku sakit mendengar kenyataan ini?
Sesak?
Apa yang terjadi padaku?

    Cyril berusaha mengelap air mata yang terus menerus jatuh di pipinya tersebut. Nafasnya mulai tersengal. Ada sesuatu yang salah pada tubuh nya.
Hal ini pun disadari oleh Maxmillan yang mulai yerlihat panik.

    "Cyril kau tidak apa apa?

     " Tidak aku baik baik saja" Kata Cyril

     Tiba tiba Cyril jatuh lemas bersamaan dengan warna rambutnya yang berubah menjadi warna hitam. Rambutnya yang berwarna putih kebiruan itu berubah menjadi warna hitam.
   

Tidak! Ezra, apa yang terjadi padamu sekarang
Aku tidak dapat bergerak, nafasku rasanya seperti tercekik.

   "Cyril rambutmu". Kata Max panik. Ia segera berlari keluar dan berteriak memanggil Dean dan Jellal.
Terlebih dirasa saat Cyril mulai kehilangan kesadaran akan dirinya.

Apa yang sebenarnya terjadi padamu diluar sana?

.
.
.
.

    

    

Dancing On Ice In The Moonlight  [END] [PROSES REVISI] Where stories live. Discover now