04|

113 23 26
                                    

MENGHELA napas pelan, Vansen kembali mengantongi jam saku dan membiarkan tangannya tetap berada di dalam. Pukul 11.23, itu artinya sudah satu jam lamanya ia berjalan membuntuti ayahnya berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Ayah memintanya ikut dengan alasan agar putranya beradaptasi dengan lingkungan baru-meski faktanya tempat ini sudah memasuki daerah perkotaan.

Mereka keluar dari toko konveksi. Terus melangakah menyusuri pertokoan guna menemukan toko yang menjual alat bangunan.

Setidaknya lebih dari lima kali Ayah kedapatan menyapa orang-orang setelah mereka turun dari mobil Oldsmobile series 76-dibeli dari keluarga Bergeron yang tinggal sekitar 30 mil dari kediaman mereka dengan harga bagus. Dalam kurun waktu dua minggu, Ayah benar-benar sudah menjalin keakraban dengan banyak orang.

Bukan hal mengejutkan bagi Vansen, sebab skill Walter Sullivan dalam bersosialisasi memang cukup menakjubkan. Di mata orang-orang, ayahnya tampak begitu atraktif. Hanya kurang dari lima menit, ayahnya sudah bisa tertawa akrab bersama lawan bicaranya seolah mereka adalah kawan lama.

Vansen sampai menjuluki Ayah sebagai teman-seluruh-umat-manusia, tetapi ayahnya itu malah tak terima dan langsung mengaum dari balik sofa, "Vansen, cobalah untuk tidak mengolok-olok ayahmu sendiri."

"Aku tidak mengolok-olok. Ayah, cobalah untuk tidak berpikir buruk terhadap putramu sendiri." Vansen meniru cara bicara ayahnya.

Kendati memiliki paras nyaris serupa (apalagi saat disandingkan dengan foto masa muda sang ayah), faktanya sifat Vansen adalah kebalikan dari Walter Sullivan. Bukan berarti antisosial, hanya saja Vansen bukan orang yang menarik untuk diajak berkomunikasi dan cenderung suka dengan ketenangan.

Ada yang bilang kalau sifatnya mirip dengan ibunya. Namun, Vansen agak skeptis karena Ibu adalah wanita lemah lembut dan ramah, meski cukup pendiam. Sementara Vansen bukan pribadi yang seperti itu. Hmm. Entah sifat siapa yang Vansen adopsi, ia sendiri tidak tahu.

"Kita di sini."

Suara Ayah menarik lamunan di dalam benak. Langkah Vansen turut berhenti kala menyadari telah menemukan bangunan yang dicari-cari. Belum lama memandangi bangunan di hadapan, teriakan bocah koran di antara orang berlalu lalang menarik perhatian.

"Aku akan menunggu di luar," kata Vansen, fokusnya tetap tertuju pada si bocah koran.

Mendengar itu, Ayah urung masuk dan berbalik sembari memberi tatapan heran. "Kau yakin?" Anggukan mantap dari Vansen membuat pria itu balas mengangguk dan tanpa ragu berjalan masuk. "Baiklah. Hanya saja, berhati-hatilah dan jangan pergi jauh-jauh, nanti kau tersesat."

Peringatan itu membuat Vansen merasa diremehkan dari segi gender maupun usia. Sebagai pemuda yang sudah menginjak kepala dua, Vansen bisa menjaga diri dengan baik, termasuk pulang pergi tanpa ditemani siapa pun. Pokoknya ia jantan. "Aku bukan bocah tujuh tahun lagi, Ayah. Ingat saja!"

"Oh, benar." Walter Sullivan tertawa saat presensinya sudah menghilang ke dalam toko.

Mengabaikan ayahnya, Vansen mulai berjalan beberapa meter dari toko bangunan. Kemudian si bocah koran berlari menghampiri ketika Vansen memanggil sembari merogoh saku.

"Terima kasih, Sir. Semoga Tuhan memberkati Anda," serunya semangat setelah Vansen membayar lebih untuk koran yang dibeli. Vansen mengangguk dan bocah itu langsung pergi sembari meneriakkan berita hangat yang termuat di koran jajaannya.

Bersandar pada tiang lampu jalan, tangan Vansen bekerja membuka-buka lembaran koran secara serampangan. Baru berhenti tatkala sampai di halaman yang memuat berita lokal. Begitu menemukan bagian lowongan pekerjaan, matanya langsung berbinar. "Ah, ini!" Ia membaca lambat-lambat segala macam lowongan yang ditawarkan. "Kira-kira apa yang cocok?" gumamnya pada diri sendiri. "Buruh pabrik, pelayan toko, tutor, pramusaji .... Penjahit, tidak. Pengasuh ..., ah, jangan."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Little FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang