Part 40 - Something About Lost

Mulai dari awal
                                    

"My Lord...? Selamat datang," sambut seorang pelayan di Harrogate dengan sedikit terkejut karena Raphael tidak pernah sekali pun ke sana. Tempat itu tidak termasuk properti miliknya karena merupakan hadiah dari keluarga neneknya untuk wanita itu setelah menikah dan terbukti menjadi tempat favoritnya setiap tahun.

"Di mana nenekku?"

"Her Lady ada di ruang tengah."

Tanpa basa-basi, Raphael menuju ruang tengah di mana neneknya berada. Tatapannya menyapu sekeliling, melihat ruangan demi ruangan di setiap langkah yang ia ambil, mencari apakah ada seseorang ataupun suara familier yang ia rindukan. Siapa tahu ia melewatinya dan menemukan orang itu tidur-tiduran di sofa sambil cekikikan membaca buku atau memainkan pianoforte di sudut ruangan. 

Tapi tidak ada.

"Raphael?" Neneknya muncul di ambang pintu ruang tengah.

"My Lady." Raphael mengangguk singkat.

"Sungguh kejutan. Kemarilah." Dowager Marchioness barbalik kembali ke ruangan tadi. Raphael mengikutinya. Mereka memasuki ruangan dengan pelapis dinding bercorak bunga-bunga kecil berwarna maron. Perapian menyala di sudut dinding, namun jendela-jendelanya terbuka lebar, membawa angin segar masuk sekaligus memperlihatkan pemandangan bunga di pekarangan. Rumah tersebut tidak begitu besar, setidaknya tidak sebesar manor ataupun estat, sehingga cocok bagi seorang lanjut usia yang tidak kuat berjalan jauh.

"Ada apa? Apakah ada hal penting?" tanya neneknya saat mereka berdua duduk di sofa. Lalu sang dowager menyipitkan mata mengamati wajah Raphael. "Ada apa dengan pelipismu?"

Raphael terdiam sejenak mempertimbangkan bagaimana harus memulainya. "Apakah Nenek sendirian di sini?" tanyanya kemudian.

"Ya, aku sendirian. Dan aku senang kau datang mengunjungiku. Aku tidak menyangka kau ingat pada nenekmu ini."

Berusaha mengabaikan rasa bersalah melihat senyum semringah di wajah sang nenek, Raphael melanjutkan pada pokok pertanyaan. "Kaytlin tidak kemari?"

"Ia kemari pertengahan musim dingin lalu. Cukup lama ia di sini membacakan koran dan buku untukku setiap hari, padahal aku tidak meminta. Seperti biasa ia sangat berisik. Bahkan ke permandian pun ia ikut mengantar dan tidak membiarkanku tenang. Ia mengatakan akan sangat merindukanku karena kami tidak akan bertemu lagi. Tentu saja aku mengatakan itu hal konyol karena ia bisa menemuiku kapan saja entah itu di sini ataupun di Blackmere Park." Neneknya terkekeh. Raphael hampir tersenyum membayangkannya, tapi ia memilih mendengarkan dalam diam dan membiarkan neneknya melanjutkan.

"Tapi ia mengatakan ia tidak bisa. Katanya, ada sesuatu yang harus ia kerjakan. Entah apa, aku tidak mengerti. Kupikir ia hanya bergurau. Namun saat berpamitan, ia malah mengucapkan terima kasih atas semua yang telah aku ajarkan padanya, sehingga aku takut apa yang ia katakan benar. Tapi, kenapa?" Neneknya mengutarakan pertanyaan itu lebih pada dirinya sendiri. 

"Jadi ia sudah pulang?"

"Dua bulan lalu," sahut Dowager Marchioness. "Oh, ya, Raphael, apa kau akan menginap di sini? Aku akan menyuruh pelayan menyiapkan kamar."

"Tidak." Raphael menggeleng.

"Apa kau mau makan siang atau setidaknya minum teh?"

"Tidak." Raphael menggeleng kembali. "Aku harus pergi."

"Pergi? Tapi, kau baru saja datang...." Dowager Marchioness mengerutkan kening, lalu sekonyong-konyong wajah sang nenek berubah cemberut menyadari sesuatu. "Kau datang bukan untuk mengunjungiku, bukan?"

"Nenek, aku..."

"Seharusnya aku sudah menduga," sela neneknya dongkol. "Lalu apa yang kaulakukan di sini, cucuku yang berbakti? Kebetulan lewat?"

Something About YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang