Gadis tersebut lekas berjalan ke arah sudut perpustakaan, dekat alternating current--tempat dirinya menemukan buku Hirawan Bulao waktu itu. Mencoba mengenyahkan kejadian tadi, Kinnas kembali mengingat tujuannya untuk datang kemari. "Katakan dalam hati, dan jentikan. Mungkin saja aku akan mendapatkan pencerahan jika datang ke sini."
Kinnas mengeluarkan ponselnya dari dalam saku almamater, hendak melihat foto berisi kertas bertulis susunan kata yang sempat ia potret ketika ritual pertama selesai dilakukan. Kedua alisnya bertaut, menengadah, lalu kembali membaca tulisan di layar ponsel. Terus mengulangi kegiatan yang sama hingga bermenit-menit lamanya.
"Astaga! Aku akan gila jika terus seperti ini!" teriak Kinnas frustasi.
Kakinya mengentak-entak lantai kemudian memejamkan mata sesekali. Perihal mencari tahu maksud kalimat tersirat yang berhasil membuatnya susah tidur semalaman. Jujur saja semenjak ritual pertama dilakukan, Kinnas merasa ada yang berbeda, entah di bagian mana. Menjadikan alasan mengapa ia begitu gencar untuk mencari tahu.
Mendongak sesaat, Kinnas mengambil benda pipih miliknya yang sempat ia taruh di atas meja. "Katakan dalam hati, katakan dalam hati, sebenarnya apa maksudnya--tunggu dulu!"
Jari telunjuknya teracung, kemudian bergerak cepat untuk membaca kalimat itu lebih teliti. Bahkan, Kinnas sampai harus meningkatkan kecerahan layar handphone-nya, tak ayal batinnya terus berharap kalau dugaannya kali ini tidak akan salah.
"Katakan dalam hati dan jentikan." Kinnas meletakkan buku latihan fisika di atas meja. "Semua hal akan terjadi sesuai keinginanmu, terkecuali hal buruk dan kematian," lanjutnya.
Menyentuh dada bagian kiri, Kinnas merasakan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. "Artinya adalah, kita bisa mengendalikan apapun sesuai keinginan kita. Dengan cara berucap dalam hati." --buka lembar pertama-- "lalu jentikan." Kinnas menjentikan jarinya.
Dan terjadilah, buku Latihan Fisika terbuka dengan sendirinya. Lembar pertama, sesuai perintah Kinnas.
"Kinnas!"
Sang empunya nama terperanjat, lekas membalikkan tubuhnya menghadap Liam yang menyengir lebar ke arahnya. "I-iya, ada apa?"
"Tidak. Aku pikir kau sudah pergi," katanya santai. Senyuman teramat manis kembali ia tampilkan, berpikir kalau kedatangannya yang kedua kali tidaklah mengganggu aktivitas gadis di depannya.
"B-belum, seperti yang kau lihat." Kinnas menetralisir degup jantungnya yang masih berdetak cepat.
"Jadi, sampai bertemu di kompetisi SYE nanti, dan kuharap kau tidak kesusahan." Liam berujar pongah lalu melangkah pergi.
Menyisakan Kinnas yang merasa lega sekaligus kesal secara bersamaan. Snasa Yours Evaluasi akan diadakan bulan Desember nanti, dan Liam sudah mewanti-wantinya sejak tiga bulan dari sekarang. Decakan sinis tak lupa Kinnas keluarkan, menandakan Liam bukanlah sosok pesaing yang bisa dijadikan teman.
Di lain sisi, Liam membawa kaki jenjangnya sampai ke pertengahan perpustakaan. Terdapat lebih banyak orang dibandingkan tempat tadi yang notabenenya berisi buku-buku lama. Terus berjalan mendekati pintu masuk, Liam melihat anak dari Perdana Menteri--yang pernah menolak ajakan berkencannya setahun yang lalu. Sudut bibirnya terangkat, melirik sekilas Adrea yang langsung menatapnya gamam.
"Why is he looking at you like that?" Deyna menukik bingung tatkala mereka berdua bersisian dengan Liam.
"Tidak tahu." Langkah Adrea berhenti di salah satu rak bertuliskan Biology.
Deyna mengambil salah satu buku, cukup tebal dan bersampul biru. "Tapi apa kau tahu, Dre? Beritanya, Liam sedang dekat dengan Sheren."
"Biarkan saja."
YOU ARE READING
Hirawan Bulao [End]
Fantasy"Berlian itu berbahaya. Bila si 'pemilik' tidak bisa melakukan ritual sampai akhir, maka nyawamu akan menjadi taruhannya." Adrea--mantan atlet ice skating harus kelimpungan ketika mendapati batu Berliana Biru yang terkenal ajaib, di dalam tote bag p...
Bab 10 •What's Going On?•
Start from the beginning
![Hirawan Bulao [End]](https://img.wattpad.com/cover/348246123-64-k853897.jpg)