"." EnAm "."

8 2 0
                                    

Happy Reading












































       Alric yang masih tampak tak rela melepas kepergian Eira, segera menahan pintu lift yang nyaris tertutup sempurna. "Tunggu Nona."

  Seketika Eira menatap bingung sekaligus takut, meskipun penampilan Alric sungguh mempesona dan jauh dari kesan jahat, namun tetap saja, buat Eira waspada. Mengingat kebanyakan penjahat masa kini memang lebih tak terlihat seperti penjahat.

       "Iya Tuan." jawabnya dengan tubuh menegang, sembari terus menekan tombol untuk menahan pintu lift agar tetap terbuka.

     "Sepertinya saya melupakan sesuatu di dalam mobil saya. Bolehkah saya ikut?" tanya Alric sedikit basa basi.

    Eira mengangguk, dengan seulas senyum yang di paksakan, karna jujur, ia sangat ketakutan saat ini. Meski begitu, senyum Eira tetap berhasil membuat seorang Alric melting, hingga nyaris terkena gula darah, karna terlalu manis, jika hanya untuk di pandang. "Eung, tentu saja." jawabnya.

     "Terimakasih." ucap Alric sebelum melangkah masuk kedalam lift, dan memilih berdiri tepat di sisi Eira, Setelah pintu lift tertutup.

.Hening

.Canggung

    *Astaga! Situasi apa ini? Hah?* batin Alric merasa aneh. Karna seumur hidupnya, ia tak pernah sekalipun merasakan perasaan seperti ini, gugup, bingung, campur aduk tak karuan di dekat seorang wanita. Karna memang, biasanya pihak wanitalah, yang selalu merasakan hal demikian, saat didekatnya. Jadi tak heran, jika kini Alric tampak kebingungan, mengahadapi situasi saat ini. "E... Kenalin, aku Alric." ucapnya sembari mengulas senyum, saat mengulurkan tangan untuk berkenalan, yang justru membuat ketakutan Eira berlipat ganda.

   Ya, Eira takut jika saat menjabat tangan Alric, ia seketika akan terhipnotis, lalu di culik atau apalah. Mengingat di dalam lift hanya ada mereka berdua. Namun menolak berkenalan juga bukan pilihan yang baik, yang mungkin akan membuat Alric tersinggung atau bahkan murka, begitu pikir Eira, sebelum berperang dengan pikirannya, sembari menatap uluran tangan yang kini tampak pegal.

      *Haruskah aku menjabatnya? Tapi jika aku melakukannya--  akankah baik-baik saja?* batin Eira

   Melihat reaksi Eira yang hanya menatap tanganya saja, tanpa berniat menjabatnya, Alric akhirnya memilih menarik tangannya yang terulur.

      "Ah! Baiklah, jika Nona tak ingin berkenalan." ujarnya dengan nada dan raut kecewa.

   Mendengar nada bicara Alric yang kecewa, membuat Eira tampak merasa bersalah. "Maaf, bukan maksud saya begitu Tuan, hanya saja--." ucapan Eira seketika terhenti, tatkala pintu lift perlahan terbuka di lantai dasar.

      Eira yang melihat kesempatan untuk kabur di depan mata telah tiba, tentu tak ingin melewatkannya. "Saya permisi dulu Tuan." pamitnya dengan langkah tergesa, hingga berhasil mencapai halte dengan nafas sedikit tersengal.

    "Ah! Syukurlah, pintu lift segera terbuka. Kalo tidak---." Eira tak melanjutkan kalimatnya, karna fikirannya terlampau jauh berkelana, hingga membuat dirinya sendiri, bergidik ngeri, akibat membayangkan kasus-kasus yang ia tonton di TV, sebelum memutuskan menghentikan taksi untuk pulang.

Insomnia Kiss (On Going)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu