Bab 17. Buaya Putih III

46.2K 917 98
                                    

Happy reading...
jangan lupa meninggalkan jejak kalian terimakasih banyak 🥰
.
.
.
.
.

Arutala berhasil melarikan diri dari genggaman Mahasura, ia kabur darinya saat pria itu sedang sibuk dan jarang menemuinya, entah alasan apa.

Gadis itu kembali ke rumah dengan selamat, kedatangannya disambut haru oleh nenek dan kakeknya, mereka berdua mencari cucunya kemana-mana. Gadis itu membuat alasan bahwa ia tersesat di dalam hutan.

Selama berminggu-minggu Arutala menjalani kehidupannya dengan normal dan kembali seperti semula, kadang ada kerinduan dihatinya pada pria aneh itu. Ada rasa bersalah dihatinya yang pergi tanpa pamit darinya.

Meskipun begitu tetap saja ia kecewa dengan pria itu, setelah malam pertama pria itu langsung menghilang dan mengurungnya di kamar, pria itu tak menampakkan batang hidungnya selama tiga hari penuh. Hal itu membuat Arutala merasa dipermainkan, dia memutuskan untuk pergi darinya.

Di pagi hari gadis itu pergi ke pasar seorang diri untuk membeli bahan makanan, sekilas dia mendengar ibu-ibu yang sedang bercerita, katanya ada kawanan buaya putih yang berkeliaran dimalam hari, tapi anehnya buaya itu sulit ditangkap dan cepat menghilang. Arutala tak peduli, lagipula itu bukan urusannya, buaya itu juga tak berkeliaran dirumahnya. Dia hanya perlu fokus merawat kakeknya dan kembali ke kota.

Sesampainya di rumah gadis itu mendengar neneknya sedang berbincang dengan seorang pria, apa mungkin ada tamu dirumahnya? Tapi mengapa ia merasa tak asing dengan suaranya.

Gadis itu membuka pintu dan melihat si tamu itu, mata gadis itu segera menatap datar pada tamu gelap itu, sedang apa dia kemari?!!

"Nduk, kenalkan ini nak Sura, dia keponakan bapak kepala desa yang berada di kampung sebelah." Kata neneknya.

Kampung sebelah mana? Dia itu berasal dari kampung goib di sungai.
Batin Arutala.

Pria itu tersenyum lebar melihat kehadiran gadis itu, tubuhnya ingin bergerak untuk menarik gadis itu kepelukannya, tapi ia memendam kerinduannya agar citra baiknya tetap terjaga didepan calon nenek barunya.

"Nak Sura ini berencana ingin meminang mu nduk."
Neneknya itu sangat senang, ia senang bila cucunya akan menikah dengan pria dari wilayah ini, dengan begitu cucunya tidak akan pergi jauh darinya.

"Apa! Jangan diterima nek! Dia itu sedikit tidak waras, dia aneh dan tidak normal seperti mengidap penyakit epilepsi." Bisiknya.

Pria itu menatap Arutala dengan tatapan kesakitan yang teramat mendalam, dengan nada sedih pria itu mengatakan,
"Sungguh menusuk sekali ucapan Adinda ke relung hati kakanda, untungnya kakanda memiliki hati yang seluas jagad raya."

Ahh..mulai lagi kegilaannya.
Batin Arutala.

Neneknya memberi cubitan kecil pada cucunya,
"Nduk jangan berbicara sembarangan, mana mungkin pria sesopan dan serupawan ini seperti yang kau bilang barusan."

"Nek, hanya luarnya saja yang tampan, jangan terperdaya!"
Bukannya dipercaya, gadis itu malah semakin mendapatkan cubitan.

"Nak Sura ini pria baik-baik, dia menolong nenek tadi, dia juga memberikan banyak ikan pada nenek." Kata Sang Nenek sambil menunjuk ikan-ikan di dalam bungkusan.

Mata Arutala menyipit, pasti pria ini memburu ikan di sungai dengan wujud buayanya, dan memberikan hasil buruannya pada neneknya yang lugu. Sungguh jangan memakan pemberiannya, siapa tahu akan menularkan rabies darinya. Mengingat keanehannya setara dengan guguk gila.

"Sekali lagi terimakasih nak Sura." Kata Nenek Arutala.

"Tidak masalah kanjeng nenek.
Bila kanjeng nenek membutuhkan bantuan, saya bersedia membantu tanpa pamrih." Balas pria itu, nadanya begitu melelehkan hati seseorang.

"Ah, jangan memanggil dengan panggilan seperti itu. Sungguh panggilan itu terdengar terlalu sopan." Kata nenek Arutala sambil tersenyum, sejak tadi dia terkagum dengan gaya bicara pria itu yang santun dan manis.

"Bagaimana bila saya panggil nenenda." Tawar Mahasura, pria itu begitu pandai mengambil hati seseorang.

Arutala merasa ingin muntah melihat akting pria itu yang nampak begitu sempurna, topengnya itu sangat tebal hingga mampu menutupi semua aibnya.
Dasar buaya air tawar yang licik!
Dasar reptil bermuka dua!

"Nek, sepertinya aku harus berbicara berdua dengannya."

"Apa? Jadi kalian telah saling mengenal?"

"Benar kanjeng nenek eh maksudnya nenenda, kami saling mengenal satu sama lain, kami seperti sepasang merpati bila tidak berdua maka tidak memiliki arti." Kata Pria itu mendayu-dayu.

"Sudah ikuti aku! jangan berbicara macam-macam!" Arutala menarik paksa pria itu keluar dari rumahnya.

Gadis itu membawanya ke perbatasan hutan yang nampak sepi dan jauh dari pemukiman,
"Mau apa kamu kesini?" Tanyanya.

"Adinda jangan berkata begitu, memang hal itu perlu ditanyakan pada kakanda?
Kakanda suami adinda, jadi wajar kakanda datang kemari?"
Pria itu memeluk sepihak wanitanya, dia merindukan istrinya. Dia mencari-cari istrinya sampai setengah gila, padahal aslinya memang sudah gila.

"Maafkan kakanda yang tidak menemui mu lagi setelah malam pertama. Saat itu kakanda harus terjun ke medan perang dan kakanda sengaja mengurung Adinda untuk keselamatan Adinda sendiri." Jelasnya.

Ada rasa lega disudut hati Arutala, rupanya ia tidak diabaikan olehnya dan rupanya pria itu sungguh-sungguh pada perasaannya. Eh tunggu kenapa Arutala jadi berfikir begitu!?

"Dan sekarang kakanda datang untuk melamarmu, kakanda bukan pria yang suka menculik wanita. Kakanda akan melamarmu dengan cara ksatria."
Kata Pria itu.
Padahal kenyataannya bila lamarannya sampai ditolak, maka pria itu akan menculik dan membawa paksa Arutala.
Enak saja, wanita itu harus bertanggung jawab karena telah mengambil keperjakaannya dan harga dirinya sebagai pria buaya putih yang suci.

"Lebih baik kau mencari pendamping yang sejenis dari kalanganmu."

"Tidak mau Adinda! Mereka berbau amis, kakanda tidak suka! Kakanda suka adinda, Adinda lebih harum."

"Memang kamu tidak berbau amis!"

"Awalnya memang amis, tapi setelah melakukan ritual panas dengan Adinda, aroma kakanda menjadi harum." Kata pria itu, dia mengedipkan sebelah matanya genit.

Pipi Arutala memerah,
"Apa?! Dasar kadal putih mesum!" Rutuknya.

"Adinda, jangan berkata begitu. Tidak baik mengatakan suami sendiri dengan sebutan kadal! Suamimu ini buaya dari kalangan bangsawan." Keluhnya.

"Pokoknya aku menolak lamaranmu!"

"Adinda kejam sekali! Padahal Adinda sudah mengambil mahkota kakanda yang kakanda jaga selama belasan tahun." Kata pria itu, sungguh dia adalah korban dari kejahatan adindanya.

Alis kiri Arutala berkedut, sepertinya ini pertanda buruk. Padahal pria ini yang membawa paksa Arutala ke ranjang pengantin yang hangat itu. Tapi mengapa Arutala yang dipojokkan sebagai orang brengsek yang mengambil paksa mahkota busuk pria itu.

"Adinda, kakanda ingin melakukan itu lagi dengan Adinda." Kata pria itu sambil mengelus pipi wanitanya, dia juga memberikan kecupan-kecupan di pipi dan leher wanita itu.

"Kau gila?! Disini?!"

Pria itu menganggukkan kepalanya,
"Tidak mau!! Aku tidak suka milikmu! Sangat jelek!" Kata wanita itu sambil berjalan meninggalkannya.

Pria itu berjalan menyusulnya, dia mengikuti wanita itu sambil melayangkan protes padanya,
"Adinda, jangan mengatakan milik kakanda seperti itu, bukankah adinda menyukai kegagahan kakanda."

"Tidak!"
"Adinda berbohong, perlukah kakanda buktikan sekali lagi?"
"Enyah dariku!"

.
.
.
.
.
To be continue...
Sampai bertemu di chapter selanjutnya...
Yang akan dirilis... Minggu berikutnya..
19 Agustus 2023

The dark of MatureWhere stories live. Discover now