Bab 05 •Let's Talk!•

Comincia dall'inizio
                                        

Louis menepuk pundak Arsen lalu tersenyum. "Tentu saja akan ada penampilan teater, Sen. 'Raja Ratu Berlian', dan kau akan mendapatkan peran salah satu Raja."

Seketika, Arsen mendesah kecewa. Ia sebagai anggota ekstrakulikuler teater yang sering absen pasti akan kewalahan nantinya.

Ulang tahun Snasa School selalu menjadi acara penting di setiap tahunnya. Para anggota SC--Student Council akan menjadi penanggung jawab bagi acara yang akan diselenggarakan. Karena itu, Louis yang menjabat sebagai ketua SC sedang mengerahkan seluruh tenaganya untuk acara school anniversary. Berbagai penampilan akan ditampilkan, salah satunya pertunjukan teater legenda berjudul 'Raja Ratu Berlian' yang diwajibkan ada.

"Bel masuk. Ayo ke kelas Dre!" ajak Deyna menarik lengan Adrea.

Tadinya, Louis hendak menyusul Arsen yang telah berjalan lebih dulu. Namun, cekalan jemari lentik Adrea yang memegang pergelangan tangannya menahan langkahnya.

"Ada apa, Dre?" tanya Louis. Ekor matanya tidak melihat Deyna di samping gadis tersebut. Pasti ia menyuruhnya untuk memasuki kelas lebih dulu.

Adrea menatap Louis, serius. "Pulang sekolah nanti, aku butuh bantuanmu."

•••

Suasana kafe ala vintage terlihat ramai di Sabtu siang. Dinding yang didominasi warna-warna pastel begitu serasi dengan tanaman rambat yang menjulur di atas pintu masuk. Tulisan 'D' Caffe' yang merupakan nama kafe tersebut terlihat kelap-kelip karena cahaya lampu gantung di sekitarnya. Kinnas sendiri sempat bingung, sebab di siang hari yang otomatis terang benderang, pemilik kafe malah menghidupkan semua lampu. Apa tidak pemborosan listrik?

"Aku menyerah. Tidak ada satupun penjelasan wanita berambut semak tadi, yang masuk ke dalam otakku." Cahya menyeruput americano miliknya setelah selesai mengomel sejak tadi.

Kinnas yang hanya mengenakan kaos putih polos dan celana high waist menyandarkan tubuhnya pada bangku kafe. Cukup melelahkan mendengarkan Cahya yang terus mengoceh akibat datang ke salah satu bimbel pilihan orangtuanya. Bukan tanpa alasan, wanita pembimbing dengan rambut keriting plus mekar seperti semak belukar--kata Cahya, selalu menunjuknya untuk menjawab soal-soal di papan tulis. Tidak sampai di situ, Cahya semakin geram karena cara mengajar wanita tadi yang sangat membosankan.

"Aku rasa tadi itu bukanlah bimbel, tapi sama saja seperti sekolah biasa." Lagi, ternyata Cahya masih berlanjut.

"Mungkin kau saja yang tidak fokus, Ya." Kinnas akhirnya bersuara setelah puluhan menit lamanya.

Cahya mendelik. "No! Semua yang ada di sana juga berkata demikian. Wanita semak itu fokus mendongeng daripada menjelaskan soal."

"Sudah-sudah! Jangan lagi menghina orangtua, dosaku sudah terlalu banyak," tukas Kinnas, mengakhiri perbincangan tak berbobot keduanya.

"Karena itulah aku memanggilmu ke sini, Kin. Ajari aku soal Fisika yang kemarin." Cahya membentuk wajahnya semelas mungkin, berharap Kinnas akan luluh padanya.

Kinnas yang mendengar itupun mendesah lelah. "Kau tahu, Ya? Kau sudah mengganggu waktu tidur siangku." Sangat menyebalkan ketika mengingat tidur siangnya tadi harus terganggu karena dering panggilan dari Cahya--yang menyuruhnya untuk pergi ke kafe, dekat Allison Mall.

"Aku akan mentraktirmu chicken katsu, bagaimana?" tawar Cahya menyentil kelemahan Kinnas.

Menolak chicken katsu sama saja dengan menolak rejeki, sebab itu kini Kinnas menyetujuinya. Dengan segera, Cahya membuka tasnya untuk mengambil beberapa buku lalu meletakkannya di atas meja.

"Satu lagi, acara school anniversary nanti apa kau akan ikut tampil, Kin?" tanya Cahya kembali membuka pembicaraan.

Kening Kinnas berkerut. "Kalau aku, tentu tidak. Tapi kami memiliki satu perwakilan untuk membacakan puisi," jawabnya seadanya.

Hirawan Bulao [End]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora