Witchy itu tersenyum malu-malu. Kami berempat lantas melewati gang sempit sebagai satu-satunya jalan masuk dan keluar rumah kami. Jejak vandalisme tampak bergerak-gerak di dinding. Saat malam, tempat ini cukup indah karena coretan itu berpendar. Warna-warni. Banyak gambar-gambar abstrak yang tak kumengerti bentuk apa. Beberapa tampak berbentuk burung gagak. Semuanya sangat artistik bagiku seorang yang awam dengan seni.

"Nanti malam kalian bisa mampir ke rumah. Giad genap berusia dua tahun. Aku akan menjamu kalian."

Eh, tiba-tiba saja? Aku melirik Ayah sekilas, kemudian menatap Raic. "Tapi Ayah nanti malam lembur, jadi akan pulang sangat larut."

Wajah berpoles gincu merah itu tampak merengut singkat. "Kalau begitu Dey saja yang datang."

Mendengar itu, aku hanya mengangguk.

Kami sudah sampai di ujung gang. Seperti biasa, ada pengemis duduk di atas jubah hitam kumuh yang digelar sebagai alas. Ada mangkuk besar seolah berharap dapat menampung banyak uang belas kasih witchan dan witchy yang lewat. Padahal tubuhnya tampak sehat. Ia selalu memakai topi hingga menutupi sebagian wajahnya. Jika aku suka memberi makan Ao dengan koin-koin, maka Ayah gemar menabung pada pengemis ini sejak ... aku lupa sejak kapan. Pengemis ini sangat 'sejahtera' dan terus mengemis di sini.

Ayah menyimpan beberapa koin ke dalam mangkuk dan memberi sebungkus roti lapis pada si pengemis. "Terima kasih, Tuan. Semoga rejekimu terus mengalir."

Mungkin pengemis itu banyak melakukan hal buruk di masa lalunya. Doa itu tidak mujarab. Ribuan kali Ayah memberi koin dan ribuan kali doa itu terucap, hidup kami begini-begini saja.

Di sebelahku, Raic berdiri dengan wajah terpukau. Tatapan matanya seolah minta segera dinikahi oleh Ayah. Aku bergidik. Beberapa witchy muda tampak curi-curi pandang ke Ayah lalu lari berbisik-bisik. Ayah memang tampan. Matanya hijau zamrud tampak bersinar diterpa sinar. Usianya baru tiga puluh tahunan. Rambut hitamnya rapi berkilau, sangat berbeda dengan rambut merah milikku. Bahkan beberapa teman sekolahku menawarkan diri menjadi ibu sambung saat lulus nanti. Gila, bukan?

Ayah pamit dan menuju halte bus arbitrer disusul kepergian Raic. Keberuntungan baginya karena tak lama bus yang melaju tak terkendali berhenti di sana. Aku tidak suka naik kendaraan itu. Apa lagi menyaksikan bus bergerak cepat tak terkendali, vertikal, horizontal, bahkan diagonal. Walau guncangannya tak terasa, tapi penumpang bisa melihatnya. Aku selalu menutup mata jika terpaksa menaiki bus arbitrer.

Cuaca hari ini cerah. Walau matahari menyorot di atas sana, aku tidak perlu menyipit silau karena bayangan kereta terbang menghalaunya. Banyak penunggang sapu terbang lalu lalang di atas. Mode pakaian sejak beberapa puluh tahun lalu telah berkembang modern. Tidak hanya berwarna hitam, witchan dan witchy yang lalu lalang memakai jubah dan topi kerucut berwarna warni. Walau aku lebih suka warna originalnya, hitam.

Hari pertama libur penyambutan Wand 31 sekaligus jam berangkat kerja, lalu-lalang lebih padat dari biasanya. Ada segerombol remaja yang berseru memikirkan liburan. Beberapa witchan dan witchy tetap bekerja. Walau gedung-gedung mulai unjuk eksistensi, ada satu ciri khas yang tidak luntur sejak dulu. Atap setiap bangunan berbentuk menyerupai topi kerucut. Atau setidaknya, yang paling sederhana berbentuk segi tiga. Bangunan-bangunan dengan arsitektur terbaik, memiliki gelombang dan lekukan yang sangat menyerupai topi kerucut.

Aku menuju Magoric. Hanya lima belas menit berjalan kaki, sayang bila harus naik bus arbitrer atau kendaraan lainnya. Lebih baik memberi makan Ao daripada buang-buang uang. Ah, harusnya Dewan Kota menyediakan transportasi gratis di seluruh WM. Tentu bukan bus arbitrer!

"Awas kepalamu!"

Ada sedikit keriuhan beberapa meter dari tempatku. Nyaris saja rombongan penunggang sapu menabrak pejalan kaki. Si korban sampai mengacungkan wand hendak menyerang penunggang sapu. Penunggang sapu tersebut tampak terbang bergerombol empat orang dan terburu-buru. Pakaian dan jubahnya seragam. Berwarna hijau dengan kombinasi putih. Sepertinya salah satu calon peserta turnamen.

Wand 31Where stories live. Discover now