Epilog

45 22 2
                                    

Pada akhirnya Nash bisa berdiri kembali setelah terduduk cukup lama. Sementara dokter di hadapannya mengemasi beberapa peralatan, Nash segera memasang kembali baju dan kemeja berlengan panjangnya. Dia tidak mau ada orang yang melihat perban basah tersebut melekat di lengan kanannya. Anggapnya akan mengganggu sisi kejantanan seorang detektif.

"Gerakkan saja lebih keras dan kau akan menghabiskan waktu lebih lama di sini," ucap dokter tadi, terheran melihat aksi Nash yang sepertinya lupa kalau dirinya belum benar-benar sembuh.

Setelah meminta maaf dan mengucapkan terima kasih, Nash keluar dari sana. Hal pertama yang pria itu lakukan adalah meregangkan tubuhnya (benar-benar lupa soal luka di lengannya), kemudian mengerang seperti halnya saat dia bangun pagi. Nash hanya merasa lebih segar sekarang.

"Hei, Nash." Lalu seseorang menyambutnya. Nash tak bisa menyembunyikan keterkejutan saat membuka mata dan tahu siapa yang baru saja datang.

"Pascal?" Pria bernama Pascal itu melambai. Dia adalah salah satu rekan Nash di unit investigasi. Langsung saja Nash menjabat tangan Pascal dengan bersemangat. "Astaga, senang bisa bertemu dengan lagi, bung. Sudah sangat lama. Bagaimana kabarmu?"

"Jangan konyol, Nash. Aku hanya berlibur selama tiga bulan. Kau tahu, setelah Crane memberi kita skorsing karena gagal menangkap orang-orang itu," jelas Pascal sambil mengedipkan mata. Hal itu sontak mengundang tawa mereka berdua meski sudah berusaha ditahan. Nash yang tertawa paling keras, karena tahu misi itu adalah kesalahan yang sangat fatal. Mungkin sebuah kesalahan akan menjadi kenangan lucu pada akhirnya.

"Sepertinya lenganmu juga sudah sembuh." Pascal melirik tangan kanan Nash. Dia sudah mendengar kalau pria itu terluka dalam sebuah misi tidak resmi di Minnesota.

"Yah .., sebenarnya belum terlalu. Masih butuh beberapa terapi sebelum lengan ini dapat menjalankan aksinya di lapangan," kata Nash, tetap kemudian mengayunkan tangan berkali-kali. Mereka kembali tertawa karena itu.

Pascal lanjut mengatakan kalau tujuannya datang hanya ingin mengantar Nash pulang karena berpikir tangan-tangan itu masih belum siap menyetir. Nash menerimanya, tumpangan gratis adalah favoritnya. Walau sebenarnya Pascal punya tujuan lain.

"Nash, soal tugasmu di Minneapolis." Di tengah perjalanan, pria itu segera memancing kembali pembicaraan. "Apa yang sebenarnya terjadi?"

Nash hanya asik menatap pemandangan di luar, Pascal bisa melihat ada senyuman tipis dari pantulan jendela mobil. Selama berbulan-bulan dan seseorang pada akhirnya akan menanyakan hal yang sama (Pascal pun tak terkecuali).

Sebenarnya, setelah tugas pengantaran tersebut, Nash menolak untuk menceritakan pada siapapun selain Crane dan beberapa orang kepercayaan lainnya. Bahkan saat bercerita pada bosnya tersebut, versi yang disampaikan tidak benar-benar lengkap dan malah meninggalkan banyak sekali pertanyaan tambahan.

Nash hanya tidak ingin mengungkitnya lagi. Jadi setiap ada yang bertanya, dia selalu mengatakan kalau itu hanya tugas tidak resmi yang sederhana. Namun, siapapun di markas akan tahu, sebuah luka tembak di lengan kanan terlalu berlebihan untuk sebuah tugas yang sederhana. Maka tidak salah kalau orang-orang malah membuat teori-teori masuk akal.

Namun, Pascal sepertinya ingin menemukan kebenaran. Nash pikir mungkin tujuan sebenarnya dia datang ke rumah sakit adalah untuk mendapatkan informasi itu langsung dari darinya. Pria itu sempat kebingungan bagaimana harus bersikap sekarang, dan dia memilih untuk berbicara jujur. Lagipula Pascal adalah rekan kepercayaannya.

"Oliver Drake sebenarnya tidak sekedar anak yang hilang ingatan. Kau bahkan bisa mengatakan dia remaja yang tidak biasa. Karena berkat pengantaran itu, akhirnya jelas kalau pergerakan penjualan manusia di kota Portland yang selama ini unit investigasi berusaha ungkap ternyata mendapatkan korban-korban mereka di tempat lain."

"Ah, jadi itu menjelaskan mengapa Crane menghentikan penyelidikan dan FBI mendatangimu. Kukira kau akan dipindahkan ke federasi lalu aku jadi kesepian."

Nash tertawa singkat, sebelum lanjut menjelaskan. "Ya. Federasi akan mengambil alih penyelidikan mulai dari sekarang. Untuk misiku, malam itu ketika kami akhirnya tiba di Minneapolis, dua orang yang akan menjual Oliver datang dan berusaha mendapatkan anak itu kembali. Di luar dugaanku, mereka malah tewas terbunuh. Namun, anak itu sendiri yang membunuh mereka. Setelah Kepolisian Minneapolis tiba, Oliver diamankan dan dibawa kembali ke Institut Kesehatan Mental Solace. Mereka sangat terkejut, entah karena tahu kalau Oliver tak pernah mencapai rumah sakit di Portland, anak itu terlibat kasus penculikan, atau pembunuhan itu.

"Namun, kepolisian Minneapolis dan seorang Dokter bernama Rim meminta agar kejadian itu dirahasiakan dari publik. Aku diminta untuk tutup mulut dan sebagainya. Crane juga sepakat untuk itu."

"Jadi karena itu kau tidak pernah menceritakannya pada siapapun," simpul Pascal, dan Nash mengangguk sepakat.

"Siapapun tidak akan ada yang menduga, perjalanan panjang ke Minneapolis dapat menjadi sesuatu yang begitu mengerikan. Tolong jangan kau ceritakan ini pada siapapun, Pascal."

"Jangan khawatir, kau bisa percaya padaku," ucap Pascal, lalu membuat gerakan seolah-olah sedang mengunci sebuah gembok di mulutnya, kemudian membuang kunci tersebut keluar jendela.

Perjalanan itu berakhir dengan cepat karena Nash ternyata ingin pergi ke markas dan bukannya langsung pulang. Mereka berpisah di lobi karena Pascal naik ke lantai dua, sementara Nash terus berjalan masuk untuk menuju ruangannya.

Namun, dia berhenti saat berpapasan dengan Katerine. "Hei, Nash."

"Ya, Katerine?"

"Tadi ada telepon untukmu. Pergi saja ke meja depan dan kau akan diarahkan."

Nash sempat bingung. Karena tidak banyak orang yang ingin menghubunginya, apalagi sampai menggunakan jalur markas kepolisian. Bagaimanapun, Nash kembali ke depan. Melapor pada wanita di meja lobi dan menunggu telepon tersebut.

"Ya, Tuan Hawke sudah kembali. Akan kuberikan teleponnya untukmu." Wanita itu memberikan telepon pada Nash.

"Halo, di sini Nash yang berbicara."

"Nash Hawke. Terima kasih sudah menghubungi kembali. Kami dari Harmony Mental Health Care. Pasien bernama Ethan ingin berbicara dengan Anda."

"Ethan?" Sontak Nash terkesiap. "Kau serius dia ingin berbicara denganku?"

Selanjutnya terdengar statis, sepertinya panggilan itu antara dialihkan atau gagang sedang diberikan. Nash menunggu dengan sabar.

"Halo, Nash. Ini aku, Ethan Hawke."

Tepat setelah mendengar suara itu, terasa bagai ada bunga yang baru saja mekar di dalam perut Nash. Itu benar-benar suaranya. "Ayahmu ...."

"Ayah?! Ini benar-benar kau? Kau sudah mengingatku?"

"Tentu saja aku mengingatmu, memangnya kau pikir aku ayah macam apa?" Terdengar tawa yang puas di seberang panggilan. "Maksudku ... alzheimer itu akhirnya hilang. Pagi ini, aku ingat punya anak laki-laki. Seorang putra luar biasa, yang kini menjadi seorang detektif untuk melindungi kota." Nash tak bisa menutup kebahagiaannya. Dia terus tersenyum lebar, bahkan mulai menitikkan air mata.

"Bagaimana kabarmu, Nak?"

"Jangan panggil aku 'Nak', aku sudah dua puluh enam tahun."

Black Forest (A Mystery Novel)Where stories live. Discover now