Chapter 10

24 19 0
                                    

Nash memeriksa isi dompetnya, dan menemukan hanya ada dua lembar lagi uang seratus dolar di dalam sana. Itu sebenarnya masih cukup, kecuali mereka telah mengisi bahan bakar sebanyak 14 kali, dan mungkin saja masih perlu sekitar enam atau tujuh sebelum benar-benar mencapai Minneapolis.

Belum lagi masih ada makan siang dan kopi yang harus diminum Nash karena membutuhkan porsi kafein yang jika memang harus, dapat membuat matanya mengeluarkan darah. Ethan juga mulai ingin menikmati kopi, dia serius soal mogok tidurnya setelah mimpi terakhir tersebut.

Ketika tiba di sebuah diner, Nash hanya memesan burger dan hot dog. Dengan konsumsi kopi berlebih tersebut, perut mereka benar-benar akan meronta dalam dua jam. Namun, tak ada pilihan lain.

Sementara Ethan bahkan tak menghabiskan setengah jatahnya. Hanya menatap kosong saus di piring dan menunggu es di gelas mencair.

"Sudah kenyang?" tanya Nash.

Sama sekali tak ada jawaban. Itu lantas membuatnya menghela napas panjang. "Apa ada masalah?"

Bahkan gelengan kepala pun tak ada. Pada akhirnya Nash membiarkan anak itu pada dunianya sendiri untuk sementara. Mereka sudah mencapai Figor, sekitar empat hingga lima jam dan mereka akan mencapai Minneapolis.

Setelah selesai, di area parkir mereka menemukan keributan antara seorang pria dewasa dan dua laki-laki yang terlihat lebih muda. Mungkin salah satu dari mereka tanpa sengaja menyambar mobil yang lain. Nash dan Ethan pura-pura tak memperhatikan dan terus berjalan hingga mencapai mobil. Namun, setelah baru saja mengenakan sabuk pengaman, Nash tiba-tiba keluar lagi. "Aku baru ingat, aku harus ke kamar mandi." Kemudian berlari masuk ke dalam diner.

Sendirian dan tak tahu cara untuk menghibur diri, Ethan menyaksikan kembali ketiga orang tadi yang masih bertengkar satu sama lain. Dari tempatnya dia bisa mendengarkan dengan jelas. Sepertinya pria dengan kulit hitam tersebut yang tanpa sengaja menabrak, dalihnya karena mobil milik kedua laki-laki itu lah yang memarkir asal-asalan.

Keributan itu mulai nampak semakin kacau. Remaja itu tersentak saat orang-orang itu mulai menggunakan kalimat-kalimat kasar dan rasis. Hingga mata Ethan melebar sejadinya salah satu dari mereka mulai memukul pria berkulit hitam tersebut. Terdengar teriakan keras di telinganya, kemudian berubah menjadi jeritan. Sepertinya dia benar-benar kesakitan.

Ketika pria itu tumbang dan masih terus ditendang, Ethan menahan napasnya saat melihat seorang lagi tiba-tiba saja berjalan ke arahnya. Dia bisa melihat tatapan yang menyala tersebut terasa ingin menyakitinya juga. Dengan gelisah, remaja itu berusaha melepaskan sabuknya, tetapi malah tidak bisa.

"Tidak. Tidak!" Ethan menariknya sekuat tenaga, bahkan sampai berpikir ingin membuatnya terputus, tetapi sabuk tersebut melekat seperti dengan sengaja menahannya di sana.

AAAAAAAA!

Sampai pintu di sampingnya terbuka, dan Ethan berteriak sejadinya. "Woah! Woah! Ini aku!"

Itu Nash.

Mulut Ethan terbuka, tetapi dia tak mengatakan apapun. Matanya kembali pada orang-orang tadi, mereka masih ada di sana, berdebat dan tak ada yang terluka.

"Orang-orang itu?" Nash mengikuti arah pandang Ethan, kemudian menunjuk keributan itu dengan ibu jarinya. "Tidak usah memikirkan soal itu, mereka hanya orang-orang konyol yang ribut soal tempat parkir."

Tadi hanya khayalannya saja. Namun, mengapa sampai membayangkan hal seburuk itu? Ethan merasakan dingin di sekujur rusuknya.

Nash sudah dapat menduga kalau ada hal lain yang sedang terjadi setelah mendapati wajah Ethan berubah seperti itu. Dia lanjut bertanya, "apa yang terjadi?"

Sekali lagi, Ethan jadi orang yang tutup mulut. Nash hanya bisa mendesau dan akhirnya masuk mobil, meninggalkan area tersebut.

Ethan masih tak mengatakan apapun, bahkan saat perjalanan akhirnya dilanjutkan. Anak itu tak melakukan apapun selain mencegah matanya tertutup. Nash juga sudah kehabisan kata-kata dan ide, tetapi membiarkannya terus seperti itu sama sekali tidak membantu.

Setidaknya sampai pick up akhirnya mengisi bahan bakar lagi. Sesuatu terjadi setelahnya. "Bisa kita membeli kopi lagi?"

"Jika kau kelelahan, istirahat lah," ucap Nash dengan nada cemberut. Mengingatkan Ethan kalau uangnya sudah menipis.

Namun, remaja itu membalasnya tak kalah serius. "Sudah kubilang aku tidak mau tidur hingga kita sampai di sana."

Sebelah alis Nash terangkat. "Jadi ini dirimu yang sebenarnya? Remaja pemaksa dan tempramen? Ingatan baru, selamat."

Ethan memutar bola matanya. "Kau mau membantuku atau tidak?"

"Dengar, Nak." Nash menaruh selang pom bensin kembali ke tempatnya, lalu memberi tatapan siap berkeluh. "Kau pikir apa yang kulakukan di sini? Aku menghabiskan waktu perjalanan dua puluh empat jam lebih demi mengantarmu pulang dengan selamat. Sebuah jalan-jalan melewati enam negara bagian yang berakhir dengan pencurian mobil dan kabur dari orang aneh yang ingin menculikmu."

"Bukan salahku kalau aku diculik," gerutu Nash sambil bersedekap.

"Bukan itu maksudku." Pria itu berhenti. Berpikir kalau pembicaraan mereka sia-sia, Nash pada akhirnya menarik uang kertas dan menyodorkannya pada Ethan. "Kau tahu, belilah dua botol kopi. Untukmu dan untukku. Ini yang terakhir."

Ethan tentu saja tidak langsung menerima. Antara mempertahankan harga diri atau sedang meronta dengan jiwanya, tetapi pada akhirnya menerima uang itu meski terlihat malu-malu. Sepertinya dia akan meminta maaf karena sudah bersikap kasar, tetapi malah mengundurkan niat tersebut. Ethan keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam toko sementara Nash menunggu.

Dia mengambil kopi terpahit yang bisa didapatkannya di dalam kulkas. Tentu saja Ethan tak menyukai rasanya, tetapi itu juga akan membantunya tetap terjaga selama beberapa jam ke depan. Ketika membayar dan menunggu kembalian, televisi di belakang kasir sedang memutar siaran berita. Semula Ethan tak terlalu memperhatikan, tetapi kemudian mendengar narasi yang sangat familier.

"... pencurian mobil tersebut merupakan yang ke-tujuh dalam sebulan terakhir di kota Missoula. Kepolisian mengharapkan bagi seluruh warga negara bagian Montana untuk tetap berhati-hati saat memarkirkan kendaraannya, dan selalu periksa kunci sebelum meninggalkan mobil. Jika anda memiliki informasi tentang keberadaan pick up Chevrolet S-10 dengan nomor plat 113-XYZ, silahkan segera hubungi Departemen Kepolisian Montana di nomor ...."

"Oh, sial ...."

Pegawai kasir pria tersebut lantas menoleh bersama mata yang menyipit. "Hei! Dilarang berkata seperti itu di dalam tokoku." Lalu dengan kasar melemparkan kembalian Ethan. "Apa kau punya masalah, anak muda?"

"T–Tidak. Maaf atas itu. S–Sampai jumpa." Ethan bergegas pergi sebelum acara laporan berita tersebut selesai. Di luar, dia berlari sangat kencang hingga mengagetkan Nash saat anak itu membanting pintu mobil.

"Woah! Sekarang ada masalah apa?!"

"Jalan! Sekarang!" tukas Ethan. Nash sontak menginjak pedal gas dan meninggalkan pom bensin tersebut dengan terburu-buru. Pikirnya ada sesuatu yang terjadi di dalam toko tadi, tetapi anak itu berhasil membawa dua botol kopi.

Ethan juga tak menjelaskan apapun, selain meminta Nash untuk cepat-cepat meninggalkan kota. "Bisa lebih cepat lagi?!"

"Bisa jelaskan dulu apa yang sebenarnya terjadi?"

"Kau masuk berita, mobil ini sudah dilaporkan hilang!" Hanya dengan satu kalimat itu membuat Nash melebarkan matanya, dan tanpa berkomentar lagi dia benar-benar menambah kecepatan.

Ini gawat. Situasinya makin di luar kendali sekarang. Tidak butuh waktu lama sebelum berbagai laporan soal keberadaan pick up curian tersebut berada di jalanan sampai di telinga polisi. Sementara Nash tak mungkin dapat mengambil rute lain yang memutar selain jalan utama. Memang seharusnya sejak awal Nash tidak mencuri mobil apapun. Sekarang dirinya adalah polisi yang takut dengan polisi lainnya.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Ethan gugup.

"Sekitar dua jam lagi dan kita tiba di Minnesota." Nash menegak ludahnya sendiri. "Semoga saja tak ada yang cukup peduli untuk melaporkan mobil ini saat mereka melihatnya di jalanan."

Black Forest (A Mystery Novel)Where stories live. Discover now