Chapter 8

36 22 0
                                    

Menggunakan scope dari sniper rifle, detektif tersebut dapat melihat targetnya dari jarak yang aman. Siapapun yang berada di lantai tiga gedung apartemen tersebut tak akan pernah tahu kalau mereka tengah diawasi.

Melalui handy talky, dia berkomunikasi dengan rekannya yang berada lebih dekat dari apartemen tersebut. "Segar dan berembun. Kau bisa masuk, Nash."

"Diterima dan keluar," balas Nash. Dia berdiri di seberang gedung, menggunakan setelan kemeja biru muda dan jas tuxedo; khas pekerja kantoran. Ini penyamarannya, dan agar lebih meyakinkan Nash juga berpura-pura menjadi seorang pembeli roti Prancis sebagai sarapan pagi.

Pria itu juga melengkapi diri dengan sebuah tas koper kecil, yang terus ditentengnya saat berjalan masuk ke dalam gedung. Siapapun yang melihatnya pasti akan berpikir ada pebisnis yang akan bertemu dengan seorang klien. Apa yang sebenarnya terjadi adalah, Nash ditugaskan untuk mendapatkan informasi.

Sudah hampir lima bulan PPB mengawasi pergerakan dari sindikat perdagangan manusia di pasar gelap. Meski sudah berhasil mendapatkan tempat-tempat untuk "pertemuan kecil" mereka, tetapi kepolisian masih buta soal kepada siapa para korban di jual atau di mana pusat utama organisasi tersebut. Bisa saja operasi mereka tidak hanya terjadi di Portland, tetapi seluruh negara bagian Oregon.

Ketika mencapai lantai tiga, rekannya yang menyaksikan di gedung lain meminta Nash untuk masuk di kamar 308, yang sudah dipesan secara khusus sehari sebelumnya. Kamar itu bersebelahan langsung dengan tempat pertemuan sindikat.

Nash sebenarnya tidak yakin mengapa orang-orang itu memilih apartemen yang sangat terbuka sebagai tempat bertemu, tetapi masa bodoh lah. Setelah masuk ke dalam, Nash membuka tas koper dan segera memasang berbagai perlengkapannya. Mula-mula, Nash membuat lubang kecil—sangat kecil sehingga siapapun yang berada di seberang sana tak akan sadar—dan kemudian memasang alat mirip stetoskop yang sering digunakan oleh dokter, tetapi alat tersebut terlihat lebih canggih dan terhubung dengan kabel. Itu membantunya mendengarkan percakapan yang terjadi, sekaligus merekamnya.

Ketika Nash merapatkan telinganya, dia sudah berada di tengah-tengah perbincangan yang klimaks. "... yang ke-lima adalah gadis muda ini. Mahasiswi, 21 tahun, kaukasian, tinggi 5'6, berat 57 kg. Sudah kudapatan sejak dua minggu lalu."

"Dua minggu? Itu artinya dia tidak sehat."

"Aku memberinya makan. Cukup untuk membuatnya bertahan hidup."

"Sama saja tidak sehat."

Terdengar tawa yang nyaring setelahnya. Jadi ini bukan pertemuan untuk rapat biasa, tetapi transaksi kepada pembeli. Rekannya bilang ada tiga orang di dalam gedung tersebut, tetapi baru mendengar ada dua pria yang saling berbicara. Mungkin salah satunya sedang menjaga perimeter. Penjagaan yang tidak bagus tentunya.

Nash kembali menaruh telinga, bersiap mendengar yang berikutnya. Mereka akan menjelaskan korban yang ke-enam.

Namun, tepat sebelum itu pintu kamarnya terbuka. Pria lain muncul dengan hanya menggunakan kaos tank top putih dan celana pendek.

"Ah! Maaf, aku salah kamar," ucapnya kikuk, tetapi setelah mendapati ada tas koper terbuka dengan berbagai perlatan aneh dan bahkan senjata api, termasuk melihat Nash yang bersandar di dinding sedang menguping, wajah pria itu langsung berubah panik. "Oh, sial! Ada polisi di sini!"

Pria itu berlari, sedetik kemudian terdengar keributan di kamar sebelah. Mereka sadar pertemuannya telah terbongkar. Nash sontak menyingkir dan bergegas mengejar, tetapi saat masuk ke kamar 309 tersebut, dia menemukan satu orang terakhir melompat turun dari jendela. Mereka semua lewat balkon.

"Target melarikan diri! Kuulangi, mereka melarikan diri!" teriak Nash di handy talky-nya, dan berlari turun secepat mungkin. Dia hampir tak menggunakan anak tangga karena melompat sangat jauh. Dalam sepuluh detik Nash mencapai pintu depan, tetapi di saat itu pula dua sedan tanpa plat melaju di hadapannya.

Black Forest (A Mystery Novel)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora