Si kembar merasa geli melihat tingkah Vallen. Mereka senang sekarang Vallen terlihat lebih ceria karena dengan begitu Vallen akan terlihat lebih manis.

Vallen turun lagi ke bawah setelah membersihkan diri dan sudah mengganti bajunya dengan pakaian yang lebih santai.

Tidak lama, Jovan juga keluar dari lift menghampiri semua adiknya yang sedang duduk di ruang tengah.

"Kakak, ayo kita ke taman."

"Untuk apa?" tanya Jovan yang baru saja mendudukkan dirinya.

"Vallen ingin menikmati matahari sore."

"Baik, ayo Kakak temani," ucap Jovan tapi setelahnya si kembar juga ikut berjalan di belakang.

Mereka duduk di bawah pohon yang rindang. Vallen berjalan ke keluar dari naungan bayangan pohon. Sinar matahari sore tidak terasa panas,Vallen merasa hangat saat siang matahari menyentuh lengan tangannya karena sekarang ia memakai kaos berlengan pendek, mengekspos kulit putihnya.

Si sulung dan si kembar hanya duduk mengawasi si bungsu yang sedang berjalan-jalan di sekitar taman.

Arga sekilas melihat sekelebat kecil berkilauan dari kejauhan.

"Vallen, kemari," panggil Arga.

Vallen yang dipanggil, mendekat ke arah sang kakak.

"Iya, ada apa, Kak?"

Arga melepaskan kacamata Vallen lalu mendekatkan sang adik ke kakak sulung dan kedua saudara kembarnya. Ia sendiri mengeluarkan pistol dari balik pakaiannya lalu memasangkan alat peredam sebelum mengarahkan pistolnya ke arah tertentu. Ekspresinya berubah sangat dingin, tatapan fokus ke satu titik. Setelah peluru melesat, dari kejauhan terlihat daun bergoyang pelan.

"Periksa," ucap Jovan pada bodyguard terdekat.

Sang bodyguard langsung bergegas menuju arah peluru tadi melesat untuk memeriksa.

Raga memasangkan kembali kacamata sang adik setelah melihat saudara kembarnya sudah memasukkan kembali pistolnya.

"Kakak ada apa? Kenapa tiba-tiba melepas kacamata Vallen?"

"Tidak apa-apa, tadi sepertinya Kakak melihat kacamata Vallen sedikit berembun," jawab Arga.

"Benarkah? Vallen tidak merasa seperti berembun. Lalu, tadi Kak Jov bilang periksa, periksa apa?"

"Kakak menyuruh untuk memeriksa, apakah camilannya susah siap?"

"Oh, begitu."

Tidak lama camilan datang, Vallen tidak lagi bertanya dan merasa tidak ada yang tidak biasa dari semua kakaknya. Tadi sejenak ia seperti merasa ketegangan. Tapi saat itu ia tidak bisa melihat dengan jelas karena ia tidak memakai kacamata. Apakah itu hanya perasaannya?

Sore itu, mereka habiskan dengan menikmati suasana hangat mentari sore. Baru saat hendak senja, Hugo pulang dan meminta semua anaknya untuk masuk ke dalam. Dengan alasan sebentar lagi malam dan dingin.

Makan malam berlangsung dengan damai. Setelah selesai, si kembar menuntun adiknya untuk pindah ke ruang tengah.

"Ayah dan Paman pasti sudah tahu tentang yang terjadi di tadi sore."

"Iya, Paman tahu."

"Ayah juga sudah dengar."

"Mereka sangat nekat sampai mendekati mansion."

"Tidak akan ada lain kali. Paman janji,  Paman akan menjaga lebih ketat lagi sekitar mansion. Musuh tidak akan bisa melewatinya."

"Ayah juga sudah mengatur ulang."

"Untung saja, Arga menyadarinya. Jika tidak..." tanpa Jovan teruskan pun mereka sudah tahu apa kelanjutannya. Mereka tidak bisa membayangkan jika sesuatu terjadi pada Vallen. Terutama si kembar, mereka terlihat tenang tapi dibalik semua itu ada sisi menakutkan dari mereka.

Mereka berdiskusi cukup lama dan mengatur ulang semua keamanan mansion. Mereka akan menyebar dan mengatur bodyguard untuk berbaur saat di dekat Vallen. Prioritas mereka saat ini adalah Vallen. Karena Vallen tidak tahu apa-apa tentang Martinez dan ia tidak memiliki keterampilan khusus seperti keluarga Martinez lainnya yang telah di latih sejak kecil. Mereka juga belum bisa jujur pada Vallen. Mereka ingin Vallen menjalani hari dengan tenang dan damai tanpa harus mengkhawatirkan sesuatu yang tidak perlu. Biar mereka yang akan mengurusnya semuanya.

"Kak, aku dengar ada sesuatu yang menarik saat di kantor."

Hector terdiam tidak mau menjawab, itu merupakan aib untuknya jadi ia tidak pernah mau mengakuinya.

Hugo melihat ekspresi kakaknya yang semakin dingin jadi ia tidak mau lagi menggoda sang kakak.

"Aku hanya bercanda. Aku lihat Vallen sudah tidak lagi terlihat takut padamu, Kak."

"Aku tidak pernah menakutinya," bela Hector.

"Iya, iya, Kak. Tapi aku senang Vallen tidak lagi takut padamu. Dengan begitu, Vallen akan merasa semakin nyaman dan aman tinggal disini. Tidak sia-sia aku meminta Kakak untuk menjemput Vallen."

"Hm."

"Aku tidak menyangka, dalam waktu singkat Kakak bisa membuat Vallen tidak lagi takut pada Kakak. Apa yang Kakak lakukan?"

"Tidak tahu."

"Vallen penurut dan manis, kan?"

"Hm, tidak buruk."

"Omong kosong! Apanya yang tidak buruk. Vallen tidak buruk sama sekali, Kak!"

"Oke, terserahmu saja."

Hugo tahu jika kakaknya memiliki gengsi yang sangat tinggi yang pastinya tidak akan mau mengakuinya. Hugo ingat jika di Jepang namanya, tsundere?



Hohoho Vallen up donk,

Yuk jangan lupa vote dan komen.
Berikan pendapat kalian donk...





10 Agustus 2023

Another Cannon FodderWhere stories live. Discover now