Chapter 11

157 23 0
                                    

Sore di tepian sungai Zion menatapi bagaimana orang-orang itu berpakaian bagus berlalu-lalang. Mata tajamnya mengamati dengan seksama kemudian mendengus, memilih untuk pergi mencari makanan lagi dan lagi.

Untuk pengemis informasi seperti dia, pasti tetap memerlukan makanan. Dan dia belum mendapatkan sepeser uang sama sekali.

Zion kemudian pasrah dan bersandar di sebuah gedung. Tepat di belakang gedung usang dan tak banyak yang ada disana. Salju turun menusuk kulit. Membuat Zion kedinginan membeku. Dia hanyalah remaja yang belum menemukan arti hidup, dan dia bersumpah, jika ada seseorang yang bersedia memberikannya tempat tidur, hangat, atau bahkan hanya sepeser uang, dia akan mengikutinya.

Hari demi hari berlalu. Zion masih hidup sampai detik ini dengan nafas terputus-putus. Sebentar lagi natal. Tidak akan ada yang melewati belakang gedung kumuh ini―

"Dingin sekali!"

Pekikan gadis itu membuat Zion sontak mencari. Dia merusak tempat bekunya tadi dan berharap akan sebuah makanan. Dia sudah seperti zombie yang kekurangan makanan sekarang.

"Ada orang? Hai! Kau nampak tidak begitu baik," komentar gadis kecil itu kemudian merogoh jubahnya.

"Apakah kamu menyukai roti? Ini masih hangat. Kubeli di cafe―"

Tanpa mendengarkan lebih jauh, Zion menyambar roti itu dan dengan rakus memakannya. Gadis dihadapannya memekik terkejut tetapi selanjutnya hanya terkekeh. Dia kemudian berjongkok dihadapan Zion dan menunggunya selesai makan.

"Enak? Mau lagi?" Tanya gadis itu.

Zion mengangguk semangat. Seperti anak kecil yang akan menuruti apa saja yang dikatakan oleh gadis itu sekarang. 

"Kalau begitu, ikutlah denganku. Aku akan memberikanmu banyak makanan enak."

Kharisma gadis itu seketika meningkat drastis. Gadis itu berdiri dan Zion tanpa diminta mengambil gaya berlutut kepadanya.

"Saya Zion Otwey, mendedikasikan hidup saya untuk anda."

Sumpah bodoh yang dilakukan Zion itu ternyata mengikatnya dengan orang yang luar biasa.

***

Manor itu terasa hangat setelah Rina memutuskan untuk melanjutkan percakapan mereka di dalam. Tubuh kecilnya kini duduk di sofa dengan Zion yang nampak berada di seberang.

"Bagaimana kabarmu, Zion?"

Suaranya melembut, itu pertanda bahwa dia memang mengecil. Tapi Zion bisa tahu bahwa pemilik suara itu hanyalah Penyihir Agung nya seorang.

"Baik. Yah. Krisis di Celeste. Itu melemah―" dia kemudian menatap Rina, "―apakah master baik-baik saja?"

Bohong akan sama seperti Rina memasukkan diri kedalam jurang kebodohan. Karena Rina tahu, bahwa Zion tidaklah mudah untuk ditipu. Dengan sendu, tangan Rina saling bertubrukan dengan tangannya yang lain.

"Seperti yang kau lihat."

Zion menghela nafas pasrah kemudian tersenyum sendu. Dia lalu meneguk cokelat panas yang telah dia buat.

"Aku akan pergi untuk mencari bunga Edelweis di sisa liburanku," ujar Rina sembari menikmati rotinya.

"Bagaimana kalau saya saja―"

"Kita berdua," potong Rina cepat.

Bagi Dumbledore, itu sulit. Tetapi bagi Zion sendiri, itu akan mudah sekali. Umur Zion dan Dumbledore kurang lebih sama antara perbandingan umur Rina dan Dumbledore. Zion dan Rina adalah senior. Meskipun dalam hal wajah, memang lebih senior Albus Dumbledore.

[⏳] 𝐄𝐏𝐎𝐂𝐇 : Harry PotterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang