Ranu menatap bergantian pada Dewi dan  lembaran uang. Tamat sudah riwayat Ranu. Di cap sebagai ibu yang tidak layak, tukang selingkuh, pezina dan dicaci karena meninggalkan Dewi kecil. Ranu tidak peduli, memang benar itu kenyataan perlakuannya. Kenyataan lebih pahit adalah hati Dewi yang sudah beku, tak tersentuh, mati rasa akan dirinya ibu kandungnya sendiri, Ranu rusak remuk tak berwujud.

Satu hal yang tidak di ketahui Dewi, Ranu sudah pernah berjuang keras untuk mendapatkan hak asuh dan berujung kalah telak.
.
.
.

Aaron sengaja meninggalkan Ranu dan Dewi  memberi waktu untuk  lebih leluasa,  berpura-pura seperti orang dungu untuk pergi ke toilet padahal duduk jauh memperhatikan semuanya tanpa ada yang terlewat.

Dewi yang berdiri tegak membuka  tas selempangnya  mengeluarkan beberapa lembar uang dan meninggalkan Ranu yang terlihat menyedihkan tak berdaya. Lalu Aaron menyusul Dewi menyamakan langkahnya, meraih  menggandeng tangan  yang terasa dingin di genggamannya. Wajah Dewi merah merona  dan tatapan matanya tajam. Aaron merasa canggu dan kikuk dengan aura mencekam penuh kemarahan di sekeliling Dewi. Pulang adalah pilihan terbaik untuk  sekarang.

Sesampainya di lobby, Aaron melepas jas yang dirinya kenakan dan  menyampirkan pada tubuh berisi Dewi membuat orang di sekitarnya terharu terpesona dengan perlakuan Aaron bahkan ada yang secara terang-terangan menatap tertarik iri penasaran.

Menggiring Dewi ketika waktu melihat mobilnya datang. Sebelum petugas valet parking turun, Aaron lebih dulu membukakan pintu depan samping kemudi.  Menarik, mendorong Dewi masuk berjaga jika istrinya lebih memilih duduk di kursi penumpang belakang lagi. Itu akan sangat memalukan memancing emosi kedua kalinya. Syukurnya kali ini Dewi menurut tanpa repot drama adu urat.  Lega Aaron rasakan, menutup pintu mobil pelan duduk dengan badan tegak membentuk sudut seratus derajat di belakang kemudi. Aaron samar menoleh mencuri lihat ke arah Dewi yang menutup mata bersandar nyaman.

Menghembuskan nafas berat menghalau kekesalan yang mulai Aaron rasakan karena Dewi yang diam melamun bersama tatapan kosong terarah ke depan tidak bergerak untuk sekedar memasang sabuk pengamannya.

Terpaksa Aaron mencondongkan tubuh menarik memasangkan sabuk pengaman pada Dewi, setelahnya Aaron mengusap sayang perut buncit Dewi lalu menunduk mengecup lembut tidak memperdulikan Dewi yang samar terdengar mendesis sinis.

Mobil melaju pelan membelah jalanan ibu kota yang sedikit lancar karena hari sudah siang. Sebelah tangan Aaron meraih sebotol air mineral yang masih tersegel. Menggigit segel plastik, memutar penutup setelah berhasil terbuka dia meminumnya sampai tandas menuntaskan dahaga faktor dari suasana yang menegangkan seketika.

Aaron lebih suka Dewi yang berisik banyak bicara sinis dan sarkas serta berprilaku rendahan dengan menggoda atau memancing kekesalan dirinya, dari pada Dewi yang diam memejamkan mata hanya karena memendam emosi dan rasa sakit hati  lalu akan berpengaruh buruk terhadap proses perkembangan bayinya. Aaron ingin menegur  semata-mata untuk menghilangkan kecanggungan di antara mereka, akan tetapi  terlalu tidak enak hati enggan memulai lebih memilih cari aman.
.
.
.

Sekarang Dewi menyesal berkata dan berprilaku kasar mengabaikan permintaan  maaf Ranu,  mungkin saja sangat terluka tersiksa  menyesakkan di dada sama persisi dengan perasaan yang  Dewi rasa.

Andaikata tidak akan ada waktu  tepat yang datang jika kita sendiri tidak membuatnya. Semua karena Dewi sendiri yang selalu berlebihan dalam berpikir dan berprasangka merasa gentar ngeri menghadapi Ranu yang dianggap akan mendatangkan bencana di hidupnya.

Masa lalu tidak harus dihindari lalu menghancurkannya untuk  menghilangkannya kemudian meninggalkan kebencian yang sangat kuat tanpa di sadari berdampingan dengan cinta yang di tutupi  ketidaksukaan juga permusuhan.

Mungkin berdamai dengan diri sendiri adalah hal utama yang harus Dewi lakukan. Berusaha menerima semua hal yang ada di dalam diri dan  luka batin  bahkan kesalahan yang Ranu buat di masa lalu. Dengan begitu Dewi bisa menjalani kehidupan yang lebih tenang.

Setidaknya Dewi ingin menjadi ibu yang baik, pantas untuk anaknya nanti dengan menjadikan Ranu ibunya sebagai patokan. Cukup di  dirinya yang menerima karma buruk atau pun pahitnya hidup, tapi tidak untuk anaknya kelak. 

Barangkali memang ini jalan hidup yang harus Dewi lalui lantaran sejauh apapun  melangkah dan  sehebat apapun  berjuang jika tidak di takdirkan bersama tidak akan pernah datang, itulah kuasa tuhan.

Dewi terlalu lelah dan letih untuk hari ini terlebih waktu sudah beranjak siang. Mungkin sesampainya di rumah nanti, Dewi butuh menyendiri bersemedi untuk mengurangi atau jika bisa menghilangkan rasa bersalah  di hatinya.

"Tolong bangunkan jika sudah sampai di rumah Aar..!"

Mengabaikan Aaron yang mungkin sedang fokus menyetir, Dewi menyelimuti tubuhnya dengan jas pria itu mencari posisi ternyaman dalam duduknya untuk menyambut tidur.

.
.
.

Hatimu Bukan UntukkuDonde viven las historias. Descúbrelo ahora