"Kamu suka mabuk, that's fine. Kamu narkoba, ga kita hukum,.. semuaa! Itu karena apa? Karena kita percaya kamu ga bakal ngelakuin hal diluar kontrol."

"Ga semua wanita bisa kamu bayar dan beli. Alina itu wanita terhormat, makanya kamu mau dia, kan?"

Rangga terus menggaruk tengkuk kala frustasi.

"Rangga udah jelasin, Rangga cari Alina. Rangga kerahin banyak ajudan buat jaga Alina di hutan!" geram Rangga frutasi ibunya tak kunjung paham.

"Ya tapi buktinya gini!!" teriak Paulina jauh lebih menakutkan.

"Terus Rangga harus apa?"

"Kamu harus tahu perasaan Alina. Kamu harus tahu kalo perbuatan kamu itu ga mudah dimaafin."

"Rangga, tahu!"

"Aku tahu!"

"Dulu aku emang bejat! Aku bejat! Tapi itu murni karena aku mau dia, tapi aku ga tahu harus gimana!"

"Buat pertamakalinya Rangga jatuh cinta sedalam dan sebesar itu. Sampe-sampe aku ga berani godain Alina." Rangga duduk di sofa. Ia merenung penuh penyesalan.

"Kalo bahas masa lalu, seabad pun ga bakal selesai." Jaya menengahi.

"Ya, tapi Alina trauma, pih! Kita bisa lupain, karena kita ga ngerasain!"

"Ga mungkin kalo semua orang harus rasain. Ini gunanya kita, bantu Alina maafin apa yang udah terjadi," jawab Jaya terdengar kejam untuk Alina, namun ini faktanya.

"Kalo memang kita semua harus ngalamin dulu, kapan selesai? Ga usah dibulak-balik alesannya."

Paulina dan Rangga mengangguk setuju.

"Udah, kita ke Alina lagi sekarang."

"Aku ga mau cerai." Rangga bergeming. Ia tak mau beranjak sedikitpun.

"Sampai kapan pun aku ga bakal talak dia."

"Aku bisa bahagiain dia. Aku pernah nyakitin dia bukan berarti dia bakal ga bahagia sama aku."

Rangga mendecih, menyeringai penuh percaya diri di hadapan orangtuanya.

Tiga wanita bule tinggi langsing itu buru-buru mendorong kursi roda Alina. Lucia berlari mendahului. Ia gendong Alina yang sudah di samping ranjang, ia daratkan tubuh itu dengan hati-hati.

'Ctlek.'

Teressa melotot memberi kode agar Alina menutup mata. Alina pun segera patuh.

"Kalian jangan teriak-teriak. Alina dari tadi ngerimang terus, dia ga nyaman."

"Iya." Rangga mengabaikan adiknya.

"Udah jam makan. Dia harus bangun."

"Babe, honey, waktunya makan." Rangga sangat lembut membangunkan istrinya.

Menatap pada satu perawat yang berdiri di luar pintu, Rangga memerintahnya masuk dan menyiapkan makanan khusus.

Lea pamit terlebih dahulu dengan alasan pekerjaannya harus dikerjakan. Sementara itu, Teressa ikut menyajikan bubur dengan perawat.

"Banyakin kaldunya aja. Biar cepet sehat," uca Teressa merebut mangkok dari tangan perawat.

"Alina udah boleh makan merica?"

"Boleh." Rangga mengangguk.

"Aku pakein dikit, ya. Biar anget. Dagingnya tolong dihancurin. Biar saya yang bikin bubur."

"Untung aja udah bisa makan bubur, ga air doang. Bahaya banget buat janin, kasian."

Rangga tak menggubris. Ia mengusap kaki istrinya dari atas hingga bawah, memberi pijatan lembut menggunakan minyak oles.

Alina's Love Story [TAMAT]Where stories live. Discover now