Crimson Eyes - Postlude

427 76 11
                                    


*****

Hari-hari damai kembali dalam kehidupan Sanada dimana bocah itu kembali hidup berdua dengan sang ibu.

Akan tetapi, ia merasa ada hal besar yang tengah menanti di depan sana.

Apalagi Hinata tiba-tiba saja memintanya untuk berlatih mengendalikan chakra dengan intens.

Dimulai dari berjalan di atas pohon dengan kaki, bukan memanjat. Dilanjut dengan berjalan di atas air. Dan terakhir Sanada sudah bisa mengaktifkan dan menghilangkan Sharingan sesuai keinginan.

Di sisi lain, sejak pertemuan dengan sosok sang ayah, ibunya mulai sakit-sakitan.

Tubuh Hinata yang lemah terbaring di atas ranjang dan mengalami demam.

Mata perak terbuka mengerjap perlahan dan melihat sesosok bayangan yang begitu kabur namun mengingatkannya pada seseorang.

"Sa-sasuke-sama ? Kau sudah kembali?"

Ia mencoba meraih sebentuk wajah samar itu.

Namun yang menyambutnya adalah sepasang telapak tangan yang lebih kecil dan sapaan dengan nada yang familiar, "Kaa-san?"

Hinata kembali mengerjapkan berulang sepasang matanya yang masih kabur hingga terfokus sempurna, "Sa-sanada?"

Ya ampun, untung saja ia tak punya tenaga berlebih untuk merengkuh sosok dalam mimpi itu dan menciumnya akibat ingin melepas rindu.

"Dari tadi Kaa-san terus memanggil nama Ayah (Chichiue). Sebenarnya Kaa-san sakit apa? Kenapa sejak bertemu dengan Ayah, Kaa-san malah tidak bersemangat seperti dulu. Kau bahkan tak berselera makan dalam beberapa hari terakhir."

Sanada sengaja menggunakan panggilan yang lebih formal pada sosok Ayah, selain karena ada rasa segan, bocah Uchiha itu sebenarnya masih tak bisa menerima lelaki kejam yang dengan mudahnya membunuh orang tersebut dalam hidup mereka.

Sementara ia menggunakan panggilan Kaa-san yang lebih hangat dan intim pada Hinata, karena ikatan batin dan kedekatan yang begitu kuat antara ibu anak tersebut sejak Sanada lahir ke dunia.

"Kaa-san hanya merindukan Ayahmu, Nak. Bukan sakit yang serius."

Terjawab sudah rasa penasaran Sanada kenapa setiap kali ibunya bisa tiba-tiba memeluknya tanpa sebab, dan ada kalanya merasa sedih.

Hal itu semata-mata karena wajah Sanada yang sangat mirip dengan Sasuke.

"Lebih baik ia tak usah muncul dalam hidup kita, kalau tujuannya hanya membuat Kaa-san menderita."

Sanada memberikan wajah cemberut, hingga Hinata tertawa kecil. "Kau akan mengerti nanti, jika kau sudah memiliki kekasih."

Ada jeda sejenak di antara mereka. Hinata bisa merasakan bila Sanada tidak terlalu senang ataupun antusias membahas topik yang berhubungan dengan sosok Ayah.

"Sampai hari ini kau masih tak bisa menerima kenyataan kalau kau memiliki seorang Ayah yang masih hidup?"

"Entahlah, aku hanya berharap aku memiliki ayah yang normal seperti orang lain, seperti kepala desa misalnya. Bukan orang kejam yang haus darah seperti itu dan meninggalkan kita tanpa kabar berita."

"Ayahmu adalah seorang panglima perang, pemimpin pasukan yang harus berperang demi menjaga negerinya dan supaya rakyat kecil seperti kita bisa hidup dengan damai tanpa harus berpindah-pindah, tidur di alam bebas, kelaparan tanpa makanan selama berhari-hari."

"Kaa-san sudah mengalami itu semua dan tak ingin kau mengalami hal yang sama. Aku sempat menjadi pencuri demi bertahan hidup dan hampir mendapat hukuman mati kalau bukan Ayahmu yang turun tangan membantu."

Short Story Collection SH - Alternate UniverseWhere stories live. Discover now