Crimson Eyes

1K 112 27
                                    

Karya lama yang sudah lama di laptop, tapi tak sempat dipublish. Awalnya berupa prompt untuk judul Suizei no Monogatari tapi ternyata tidak terpakai dan berakhir menjadi one shot panjang.

Enjoy...

*****

Semua kisah pasti memiliki awal mula.

Namun kisah kali ini tidak akan dimulai dengan pagi yang indah, langit biru cerah atau atribut atribut lain yang pernah kalian temui dalam cerita lain.

*****

Aku tak akan melupakan hari itu.

Suara teriakan, tangisan dan kepanikan mengisi malam yang kelam, dan sangat mencekam.

Langit sehitam beludru terlihat kontras dengan kobaran api berwarna merah berpadu jingga melahap habis segala yang ia temui.

Tak ada bantuan yang datang. Tak ada yang peduli dengan ratapan dan isak tangis para wanita dan anak-anak yang dibantai dengan keji.

Rumah-rumah yang terbakar habis tanpa sisa.

Tiada lagi tempat kami untuk pulang.

Semua anggota klan yang selamat tercerai berai tanpa diketahui kabar beritanya. Entah masih hidup ataupun sudah mati.

Mungkin sampai disinilah klan kami menorehkan eksistensinya dalam sejarah kerajaan Konoha.

Dan aku tak akan pernah melupakan puluhan netra berwarna merah yang tertawa keras di atas penderitaan kami.

*****

Di dalam sebuah minka (rumah rakyat yang menjadi standar rumah para petani, perajin, pedagang atau samurai kelas bawah) di desa tak bernama.

Rumah mungil yang beratapkan jerami dengan dinding yang terbuat dari kayu beserta pintu geser fusuma.

Adapun ruangan dalam rumah tersebut hanya terdiri dari dua bagian, ruang tidur yang hanya dibatasi oleh dinding kertas yang bisa digeser (fusuma), setelah itu ruang dapur yang merangkap sebagai ruang keluarga ataupun tempat berkumpul dengan pintu shoji sebagai pintu utama untuk keluar masuk.

Hari masih siang dan langit cerah.

Tampak penghuni rumah yang merupakan seorang wanita bersurai indigo yang tersanggul rapi. Bila dilihat sekilas, orang awam pasti mengenali gaya rambut seperti itu hanya digunakan oleh para wanita yang sudah menikah, ataupun pernah menikah.

Ada beberapa tumpukan akar tanaman, beserta dedaunan dan tanaman-tanaman yang mirip dengan ilalang yang ditata dengan rapi di sekeliling wanita tersebut.

HInata menghentikan gerakan tangan yang sedang menggiling obat. 

Ia menghela napas panjang seakan ada beban berat yang meminta untuk dilepaskan.

Mimpi buruk itu lagi-lagi kembali menghantui, sekaligus membawa firasat buruk.

Padahal sudah belasan tahun berlalu sejak kejadian itu.

Perhatian Hinata teralihkan oleh sosok yang berseru dengan lantang dari luar rumah.

"Kaa-san! Kaa-san! Lihat apa yang diberikan kepala desa untuk kita."

Seorang anak laki-laki berusia lebih kurang dua belas tahun, menggeser pintu shoji dengan antusias.

Sebuah keranjang anyaman tersampir di bahu berisi aneka rerumputan, dan tanaman obat, sementara tangan kanannya terlihat mengangkat dua ekor ikan segar.

Senyum lebar nan hangat merekah dari sang bocah, membuat hati Hinata berdenyut perih setiap kali ia memandangi wajah itu.

Berbagai kenangan dan emosi saling berseteru dalam benak wanita bernetra perak.

Short Story Collection SH - Alternate UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang