XI. Kerinduan [1/2]

20 7 1
                                    

Dia tidak berminat untuk memburu serigala kali ini. Berselera pun tidak.

Kalau begitu, biasanya ia akan meneruskan tidurnya bagai beruang yang sedang melaksanakan hibernasi panjang. Akan tetapi, entah mengapa udara dingin kali ini sukses memikatnya untuk bangkit dan mengundangnya menyaksikan pemandangan di luar.

Musim gugur tiba. Begitu batinnya ketika memandangi beberapa dedaunan pohon-pohon yang mulai menguning. Beberapa sudah pasti akan merontokkan semuanya, sementara ada pula yang membiarkan dedaunan kuning hingga oranye tersebut menetap di ranting-rantingnya bagai raja dan ratu yang mempertahankan mahkota.

Tampaknya sekadar melihat taman melalui jendela tidaklah cukup. Segera ia putuskan melayang dari sana untuk menyaksikan keindahan daun-daun maple.

Indah sekali gaun serta rambutnya yang tergerai itu berkibar ditiup angin kala ia melesat. Begitu anggun pula ia mendarat, tanpa menunggu ia mulai pijakkan langkah menuju taman di halaman belakang.

Mawar masih awet, agaknya memang terus bertahan sampai musim dingin tiba. Sayangnya, kecantikan mereka harus diabaikan empunya barang sejenak, sebab ia sendiri lebih tertarik kepada dua pohon maple yang menambah warna tamannya kali ini.

Hendaknya Kirika melintasi gazebo untuk melihat daun-daun keemasan dari pohon maple, langkahnya terhenti tepat ia mendapati sebuah daun yang bertengger persis di tengah meja. Agaknya angin pun tak ingin membuat Kirika repot untuk mendatangi pohon.

Seolah menghargai kerja keras mereka, lantas Kirika memungut daun maple dan duduk di kursinya.

Padahal di kala masih berwujud manusia, ia tak begitu acuh kepada dedaunan yang memiliki warna kontras terhadap penampilannya. Akan tetapi ia baru menyadari bahwa daun-daun maple ini ternyata memiliki bau manis yang begitu khas dan menenangkan.

Kini jelas segala hal yang sepele sudah sangat cukup ia jadikan hiburan kecil untuk hatinya.

Menggelikan, cemoohnya terhadap diri sendiri dalam hati, tetapi masih saja menciumi permukaan daun maple di tangannya. Bahkan berinteraksi setelah ratusan tahun lamanya pun sudah cukup menggembirakan wanita muda yang seumuran artefak ini.

Pikiran itu lantas menggodanya membuka mata. Seketika pandangannya segera tertuju kepada kursi seberang.

Sudah dua musim sejak kejadian itu terlewat, tetapi entah mengapa rasanya seperti baru kemarin seorang manusia tersasar ke purinya.

Dia masih mengingat bagaimana bau dan wajahnya. Betapa menggemaskan wajahnya yang penuh kecewa ketika diperintahkan segera meninggalkan puri. Kirika menjadi geli sendiri atas perubahan sikap yang ia curahkan kala mereka hendak berpisah.

Yah, dia tidak menyangkal bahwa itu merupakan perpisahan terburuk yang pernah ia buat. Namun, justru Kirika tidak menyesalinya sama sekali. Biarlah manusia tidak kembali lagi dan berfokus menghabiskan waktu bersama keluarga.

Bukankah itu yang ia harapkan?

Kirika berkedip di kala pertanyaan tersebut melintasi seisi pikiran. Cukup lama ia terdiam, bahkan tak sepatah kata pun keluar dari dalam hatinya pula.

Sekadar ia membolak-balikkan daun maple di tangannya. Demikian ia merasa puas, ia terbangkan daun itu sembari ia bangkit.

Sepertinya ... ia akan tidur lebih awal kali ini.

Eternal Gift [END]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant