CHAPTER 30 ; God knows best

Start from the beginning
                                    

"Tidak" Tolak Edward dengan tegas.

"Sayangnya, itu bukanlah sesuatu yang bisa di negosiasikan" lanjut Horion sembari membiarkan para pendeta melakukan tugas mereka.

Melihat Edward yang seakan ingin membantai mereka semua, Horion pun segerea menghentikannya.

"Catherine bisa celaka bila kau mengganggu mereka, Edward" ucap Horion penuh penekanan.

Mendengar itu, Edward menatap Horion dengan tatapan tajam.

"Kau membahayakan Catherine?"

"Tidak, namun bila kau mengganggu para pendeta yang sedang menyegel ruangan, maka kau yang membahayakan Catherine"

***

"Aku sudah mendengar satu dua cerita tentangmu" ucap Harvey, ramah.

Catherine membalas senyuman ramah wanita tersebut.

"Raja pernah membicarakan-mu namun hanya sebatas nama dan sebuah alamat"

Harvey mengangguk.

"Aku memang memutuskan untuk menjaga privasiku semenjak kuil dan kerajaan mengetahui berkat dewa yang diturunkan padaku"

Karena sedari awal Harvey memang hanya seorang rakyat biasa, wanita itu memutuskan untuk tetap hidup tanpa sorotan meskipun disisi lain ia tetap membantu kerajaan melalui mimpi-mimpi-nya.

"Kapan kau pertama kali mengalami mimpi-mimpi itu?" tanya Catherine.

Harvey terdiam sejenak sembari mencoba mengingat.

"Sekitar usia 30,"

Catherine mengerjapkan matanya. Ternyata perbedaan usia mereka saat mendapati berkat, cukup kontras.

"Biasanya para pemimpi mendapati berkat diatas usia 25, anda adalah kasus yang langka, Putri"

Catherine bahkan sudah mendapati berbagai mimpi diusia 16 tahun. Apa dewa memiliki masalah saat melihat tenggat waktu pemberian berkat?

"Saat ini aku adalah muridmu, tolong berbicaralah dengan nyaman" ujar Catherine yang diangguki oleh Harvey.

Entah bagaimana, melihat Harvey membuatnya terpana. Wanita yang mengaku sebagai rakyat biasa itu memiliki aura anggun dan keibuan yang membuat siapapun nyaman.

"Tentang mimpimu... apakah ada yang membuatmu tidak nyaman?" tanya Harvey. Saat ini raut wajahnya terlihat serius.

Untuk beberapa saat, Catherine terdiam, mencoba cari cara yang tepat untuk menjelaskan sesuatu yang selalu mengganjal dihatinya selama ini.

"Ceritakanlah dengan perlahan, aku akan mendengarkan"

Catherine menghembuskan nafasnya dan mencoba menjabarkan mimpi demi mimpi yang ia alami. Terutama mimpi mengenai Edward dan Abigail yang selama ini mengganggunya.

...

"Aku selalu bertanya-tanya

Mengapa rasanya begitu nyata? Setiap mengalami mimpinya, rasanya hatiku diremas hingga keakarnya, karena itu aku sempat berfikir bahwa mimpi itu adalah kehidupanku sebelumnya..."

Harvey menganggukan kepalanya, pernah merasakan hal tersebut.

"Catherine...

Saat kau mendapat petunjuk untuk membantu kerajaan dari dewa melalui mimpi apa yang kau rasakan?"

Catherine terdiam. Gadis itu berusaha mengingat mimpi yang pernah ia alami beberapa waktu lalu.

"Tidak ada, rasanya saat itu seperti aku hanya menonton sebuah adegan teater, dan setelah terbangun perasaanku terburu-buru untuk segera memberitahu raja"

DREAM [END]Where stories live. Discover now