Dimana Bapak?

67 14 1
                                    

Sudah beberapa hari setelah kejadian itu aku tidak melihat keberadaan bapak. Rasanya aku ingin bertanya kepada ibu , tapi aku takut. Takut menyinggung perasaan ibu. Ibu juga terlihat baik baik saja. Apakah bapak pergi dari rumah karena kejadian hari itu? Kenapa aku tidak tahu kapan bapak perginya ya. Kenapa bapak tidak berpamitan kepadaku juga ya. Ah sudahlah. Mungkin bapak pergi ke rumah nenek yang ada di Luar kota . Sebenarnya kejadian seperti ini sudah sering terjadi. Jadi ketika ibu dan bapak bertengkar pasti bapak akan pergi ke Sana tapi biasanya bapak mengajak salah satu dari adikku. Tapi kali ini bapak pergi sendirian. Itu yang membuat ku sedikit heran.

Ah sudahlah.  Tidak usah dipikir. Baiknya aku bersiap untuk segera berangkat ke sekolah. Aku mengambil tasku sembari mengecek kembali buku apa yang belum terbawa. Tasku sudah lusuh. Ya meskipun aku baru saja masuk sekolah tapi tas yang kupakai bukanlah tas baru melainkan tas bekas yang diberikan oleh majikan ibu. Tidak apa apa karena ibu tidak punya uang untuk membelikanku tas , sepatu atau barang barang kebutuhan sekolah lainnya. Kebutuhan dirumah ku memaksa ibu untuk bekerja sangat keras. Dulu, ibu sempat berjualan bubur keliling. Tapi karena ibu khawatir dengan pertumbuhan ku ibu memutuskan untuk tidak berjualan lagi. Katanya kalo aku sering sering menggendong adikku nanti aku gabisa tinggi. Begitu. Entah benar atau tidak tapi ibu takut kalo kalo itu berpengaruh. Yaudah sekarang ibu bekerja menjadi ART di beberapa rumah orang kaya disekitar sini. Ada 3 rumah yang harus di kerjakan oleh ibu dalam sehari nya. Maka nya ibu jarang dirumah. Sudah seperti itu saja kebutuhan kami masih belum tercukupi. Malah jauh dari kata cukup. Tapi tidak apa apa kami selalu bersyukur.. hanya saja keadaan ini membuat orangtuaku sering bertengkar.

"Yanii...!!" Teriakku ketika sudah sampai didepan rumah yani.

Seperti biasa pasti yani belum bangun ,.padahal ini sudah pukul 6.30.

Terlihat ibunya yani keluar.

"Kae nduk tilikono mau tangi durung" . Ucap ibu yani.

Aku mengangguk. Lalu menghampiri yani dikamarnya.

"Yan , ayo mangkat wis jam setengah 7" ucapku sambil mengguncang tubuh yani.

Yani lalu mengerjapkan matanya. Lalu tersenyum. Dia lalu bangun dari tidurnya. Lalu berdiri dan bersiap. Aku menunggu didepan rumahnya.

Tak lama kemudian yani datang.

"Yuk mangkat." Sambil merangkul tubuhku.

"Mesti ra adus" kataku.

Yani hanya tersenyum. Sudah kuduga.

Kami berjalan beriringan. Sekolahku memang tidak jauh dari rumah. Jadi kami terbiasa untuk berjalan. Disepanjang perjalanan aku hanya diam. Tak seperti biasanya , aku yang selalu ramah menyapa para ibu ibu atau bapak bapak yang terlihat disepanjang jalan dengan ceria. Kali ini aku hanya menyapa nya dengan sebuah senyuman.
Yani juga terdiam , seperti nya dia tahu apa yang sedang kupikirkan.

"Oii barengggg..!"
Terdengar teriakan seorang anak lelaki.
Pasti itu niko. Pikirku.

Aku menoleh. Nah benar kan dia. Dia berlari mengejar kami. Yani bergegas. Seperti nya mereka masih tidak bisa akur. Seperti biasa mereka akan selalu bertengkar meributkan hal yang tidak jelas. Saling mengejek. Tapi hal itu bisa membuat ku sedikit lupa akan masalah yang kuhadapi.

Kami sampai disekolah. Bel berbunyi. Kami segera masuk kelas ,dan pelajaran berjalan seperti biasa. Hening. Karena kami belum banyak saling mengenal. Ada 30 murid dalam 1 kelas ini. Ada yang baru masuk dan ada yang tinggal an kelas sebelumnya. Termasuk niko. Niko termasuk salah satu anak yang jail. Dia suka sekali mengganggu anak anak perempuan dikelas ini. Aku lebih sering tak menghiraukan nya. Tapi jika dia sudah sangat menjengkelkan aku akan memukulnya.

Sepenggal Kisah Anak Perempuan Pertamaحيث تعيش القصص. اكتشف الآن