CHAPTER 27 ; Just Us

Start from the beginning
                                    

Setelah melepaskan bebannya pada Raja dan menangis, perasaan Catherine kini terasa lebih ringan.

Sadar bahwa gadis itu tak bisa menghindari takdirnya untuk menikah dengan Edward, Catherine pun mencoba Ikhlas.

Dewa pasti memiliki tujuan dan Catherine percaya akan hal itu.

Entah apa yang akan terjadi kedepannya, Catherine akan tetap terus waspada.

Mungkin saat ini Edward terlihat mencintainya namun bukan berarti lelaki itu akan terus seperti itu di masa depan.

Karena itu gadis bergaun broken white dengan renda dibagian lehernya itu kini melangkahkan kakinya menuju ruang kerja Edward. 

Gadis itu berencana untuk membuat perjanjian pra-nikah yang sebenarnya sangat tabu di kalangan masyarakat. Namun Catherine tak ingin tersakiti lagi. Sudah cukup ia tersiksa.

Jika suatu saat nanti Edward mencintai perempuan lain maka lelaki itu wajib melepaskannya. Dan beberapa perjanjian lainnya yang mungkin nanti ia akan diskusikan dengan pria tersebut.

Sesampainya disana, Catherine mengetuk dan memanggil Edward cukup lama namun tak ada sahutan apapun.

"Apa dia tidak berada di ruang kerja?"

Ingin memastikan, Catherine pun membuka pintu dan memeriksa ruang kerja Edward.

**

"Edward!!!"

Edward yang tengah fokus pada lengannya pun kini menoleh.

Lelaki itu tersenyum tipis mendapati Catherine dengan raut khawatir gadis tersebut.

'Dia mengkhawatirkanku'

"Apa yang kau lakukan?!" pekik Catherine.

Gadis itu dengan cepat mendekat kearah Edward dan berusaha meraih tangan pria tersebut yang sudah berlumuran darah.

Edward menjauhkan tangan kirinya dari jangkauan Catherine.

Dengan kilat wajah berbinar, lelaki itu memberikan belati yang berada di tangan kanannya kepada Catherine.

"Sekarang giliranmu... lukai aku dimanapun kau mau" ujarnya.

Catherine terkejut bukan main. Apa yang terjadi pada lelaki ini....

"Edward kumohon sadar! Apa yang terjadi padamu" ujar Catherine sembari menjauhkan belati yang tadi diberikan Edward dari jangkauan pria itu.

"Tidak, Catherine, kau harus melukaiku... dimana saja tidak apa, kumohon..." pinta Edward.

Catherine berusaha mengontrol nafasnya. Gadis itu terlalu terkejut mendapati semua ini.

"Edward, biarkan aku obati lukamu ya? Setelah itu kita akan bicara"

Dengan serius Edward menatap netra violet Catherine.

"Kita tidak perlu bicara Catherine, kau hanya perlu membalaskan seluruh rasa sakitmu..."

"Edward demi tuhan apa yang kau bicarakan?!"

Edward tertegun sesaat sebelum tersenyum dan menatap Catherine,

"Hatimu pasti sangat sakit kan? Benar kan? Kalau begitu kau harus menusukku disitu"

Dengan tergesa, lelaki itu mencari belati yang telah di lempar Catherine keujung ruangan. Melihatnya, Edward pun segera bangkit berniat mengambil belati tersebut sebelum Catherine menghentikannya.

Gadis itu menahan Edward yang ingin bangkit dari duduknya dan menangkup wajah keras tersebut dengan kedua tangannya.

"Apa yang terjadi padamu..." lirih Catherine.

Gadis itu sungguh khawatir dengan keadaan Edward. Mengapa pria itu menyakiti dirinya sendiri?

Untuk sesaat, Edward hanya tertegun menatap Catherine dengan wajah rumit.

"Aku telah menyakitimu..." ujar pria tersebut.

Meskipun tak menunjukan ekspresi signifikan, Catherine mendapati satu tetes air mata yang mengalir dari netra gelap tersebut.

'Edward menangis...'

"Aku sudah mengetahui semuanya" lirih Edward.

Netra Catherine pun bergetar. Kini kepingan teka-tekinya terjawab.

Entah darimana Edward mengetahuinya namun sungguh ini bukanlah reaksi yang Catherine harapkan.

Apa lelaki ini berniat membunuh dirinya sendiri? Sungguh gila, Catherine yang menjadi korban bahkan tidak sedikitpun berfikir untuk menyakiti siapapun.

Gadis itu menepis segala pemikirannya. Saat ini ia harus menenangkan Edward atau tidak lelaki itu bisa melukai dirinya sendiri lebih jauh.

Perlahan, jari yang menangkup wajah sang Duke utara itu bergerak pelan mengelus rahang lelaki tersebut.

"Untuk sekarang tenangkan dirimu dulu ya?" ujar Catherine, hati-hati.

Edward menurut. Dapat Catherine rasakan pria itu berusaha mengontrol nafasnya. Tak lupa jari Catherine pun tak berhenti untuk mengelus wajah pria itu. Sungguh Catherine takut jika Edward lepas kendali lagi.

Untuk beberapa detik, hanya ada keheningan diantara mereka hingga sebuah suara menginterupsi.

"Yang Mulia!"

Edward yang awalnya mulai tenang pun menggeram marah. Mata pria itu kini beralih dari wajah Catherine dan menatap beberapa prajurit yang berada diambang pintu yang sedari awal terbuka.

Edward marah.

Lelaki itu Bersiap untuk berdiri dan ingin menghajar siapapun yang mengganggu waktunya dengan Catherine.

Sedangkan Catherine menatap seluruh prajurit itu dengan tatapan frustasi. Sial.

Gadis itu dengan cepat menahan Edward untuk berdiri. Dengan susah payah gadis itu menghalangi arah pandang Edward agar pria itu hanya fokus padanya.

"Edward... fokus padaku ya?" ujar Catherine dengan tangan yang terus mengelus rahang pria kekar dihadapannya.

Mendengar itu, tatapan membunuh Edward pun hilang. Lelaki itu menatap Catherine dengan alis berkerut.

"Mereka mengganggu"

Catherine mengangguk, "Iya, dan mereka akan segera pergi, jadi kau tenangkan dirimu ya?"

Edward terdiam. Lelaki itu menetralkan nafasnya dengan pikiran yang tengah memutuskan.

Haruskah ia menurut pada Catherine atau haruskah ia menghajar para prajurit yang berani menggangu waktunya dengan Catherine tersebut?

Belum sempat memutuskan, suara pintu tertutup lebih dahulu terdengar.

Ternyata selama Edward sibuk dengan pikirannya, Catherine terlebih dahulu menatap para prajurit tersebut dan mengusirnya dengan tatapan.

"Sudah. Mereka sudah pergi, sekarang hanya ada kita"

Edward tertegun. Bak setan yang merasukinya beberapa saat lalu telah keluar, pria tersebut menatap Catherine.

"Ya, hanya ada kita..."

Masih dalam posisi duduknya, Edward meraih pinggang Catherine dan memeluk gadis itu dengan erat.

"Hanya ada kita..." gumamnya berulang-ulang bak merapalkan mantra.

Catherine yang gaunnya kini ternodai banyak darah pun tak peduli.

Gadis itu mengelus kepala Edward dengan lembut.

Pria ini harus secepatnya tenang agar Catherine bisa mengobati lengannya.

Disisi lain, wajah Edward yang berada di ceruk leher Catherine pun tersenyum tanpa sepengetahuan gadis tersebut.

'Ya, hanya kita...'

***
TBC

Published, 20-07-2023

Hehe no comment🙏🏻❤️

Anyway karyakarsa malam ini up chap 29 yaa

https://karyakarsa.com/Pinkveectory

DREAM [END]Where stories live. Discover now