BAB - 10: Auction Party

77 12 4
                                    

"Bisa nggak sih, sehari aja gue nggak bersinggungan sama cowok halu itu?" erang Litha merebahkan diri, menutup muka dengan bantal lalu berteriak.

Tika berusaha menarik bantal itu dari wajah Litha, tapi itu terlalu sulit mengingat tenaga Litha kali ini lumayan kuat. "Ih lepasin, Lit. Lo kalau mau bunuh diri tuh yang elit sedikit kek, orang kaya kok kek gini? Lompat sono sekalian dari gedung ini ... IH LIT, LEPAS DONG. GUE NGGAK MAU SAHABAT GUE MATI SEBELUM WAKTUNYA."

Pekikan Tika bikin Litha mengendurkan tekanan sehingga bantal itu berhasil tersingkir. Paru-paru Litha mengambil oksigen sebanyak mungkin, sedangkan Tika mengerucutkan bibir. "Heh, lo itu kenapa sih, Lit? Mana Litha gue yang dulu, yang selalu pantang menyerah buat dapatin apa yang lo inginkan? Mana Litha sahabat gue yang bisa menyelesaikan masalah dengan cermat? Masa gini doang lo jadi pengecut banget."

Masih dalam posisi rebahan, Litha merenungkan ucapan sahabatnya. Dia tahu keceriaannya hilang sejak enam tahun lalu, Litha takut kehilangan jika mengeluarkan sisi aslinya lagi. Litha tidak mau dibilang naif, dan benar saja mengurangi keceriaan dan optimisnya bikin Litha paham betapa kejamnya dunia. Seperti ngobrol dengan Boni kemarin, Litha pikir dia menyenangkan, ternyata sama saja hobi mempermainkan perasaan. Namun, ini termasuk mending, dulu Litha tidak peduli dan langsung saja trabas lewat tempat tidur dan semua terbuka. Memang dia ini perempuan licik, tapi kalau tidak begitu dia nggak akan bisa bertahan hidup.

Entah kenapa sekarang kemampuan itu menghilang begitu saja seiring waktu.

"Hei, lo emang dijodohin sama Dira si cowok nggak tahu malu itu, tapi bukan berarti lo terpenjara secara langsung. Lo masih belum nikah beneran, masih bisa cari pria lain yang lebih worth it untuk dipertahankan, biarkan tuh si Dira nyaho abis waktu lo gaet cowok yang kriterianya sesuai." Suara cempreng Tika bagaikan jentikan jari ke Litha.

"Lo bener juga, ya? Ah kenapa gue nggak kepikir sih?"

Tika menjentikkan jari beneran, senang lihat wajah sang sahabat tercerahkan. Kemudian ia menarik tangan Litha lalu mendorong perempuan itu ke kamar mandi seperti permainan baris berbaris. "Nah sekarang lo bangun, mandi, dandan yang cantik. Bajunya gue pilihin kali ini, ya?"

Litha hanya bisa berterima kasih kali ini, saat di kamar mandi ia membiarkan seluruh tubuhnya dibasahi ketika piyama dan pakaian dalam terbuka seutuhnya. Satu jam kemudian, Litha sudah cantik berkat Miu-Miu Short Sleeved Mini Dress dengan aksen warna putih pada bagian kerah V. Aksesorisnya hanya anting rose gold bentuk lingkaran tanpa bandul buatan Cartier serta cincin warna senada. Oh, dan jangan lupakan sepatu hak tinggi lima sentimeter model patent leather pumps buatan Jimmy Choo serta Hermes Kelly Cut Clutch Bag warna putih yang membuat Litha semakin elegan.

"Ih model rambut low bun tuh sangat lo banget ya, Beb," puji Tika yang bahagia dengan kreasinya hari ini.

"Emang lo bisa diandalkan banget saat mepet gini." Make Up Artist yang biasanya Litha sewa buat dandan hari ini tidak bisa datang karena lagi banyak klien.

"Apa nanti pas pensiun nanti gue buka salon aja ya? Biar saingan sama lo." Tika memasang senyum jahil.

"Bisa aja sih," balas Litha santai. "Palingan ujung-ujungnya juga gue akuisisi."

"Gaya banget lo, buruan sana. Kasihan Arlin nungguin di lobi, anak orang itu." Tika mendorong Litha seperti main berbaris kereta api menuju lift. Iya, Griya Tawang Litha punya dua mode, satu pintu biasa dan satu lagi lift. Lift yang ini khusus bila ingin cepat dan hanya tersambung ke lantai dasar saja.

***

Pesta siang hari berbeda dengan malam hari, lokasi di siang hari berada di taman belakang hotel Adijaya – hotel yang satu tahun lalu diakuisisi oleh Grup Rahadi – taman ini bersifat privat, dan jalan masuknya harus melewati dua pintu khusus dari restoran lantai satu. Di sana sudah terdapat barang-barang antik seperti guci, perhiasan satu set yang terbuat dari emas putih bertahtakan batu safir dan berlian yang diamankan dalam kotak kaca transparan, patung emas lebih dari tiga ratus karat dengan ukiran burung elang berukuran raksasa, sampai gaun pernikahan dari generasi pertama keluarga Rahadi yang bertahtakan berlian lebih dari dua ratus karat di mana bagian ini tentu saja perawatannya harus khusus.

Untuk menghalau matahari yang menyengat, pihak penyelenggara memasang pelindung tipis biar kenyamanan terjaga.

Beberapa kolega dari Grup Rahadi yang kebanyakan kolektor memandang takjub semua aset-aset ini, dan di setiap barang para staf menjelaskan dengan khidmat bagaimana asal-usul barang sampai alasan kenapa ini jadi barang yang akan masuk lelang. Ini adalah tahap pertama dari rangkaian acara lelang sebagai perkenalan, biar kolektor pada semangat untuk pasang harga di barang incaran.

"Hei, Litha, Nak."

Sapaan Mieke bikin Litha beralih dari manekin gaun pernikahan. Litha membalas ciuman pipi kiri dan kanan Mieke sebanyak dua kali.

"Nah gitu dong, Nak. Akhirnya kamu datang juga, yuk sapa keluarganya Dira dulu," ujar Mieke dengan senyum ceria, ini adalah pertanda bahwa beliau tidak mengerti dengan kejadian di bar.

Litha menyapa dan ngobrol akrab dengan keluarga Rahadi, dia bahkan berkenalan dengan Faisal yang ternyata beda sekali dengan Adiknya. Dira tidak tahan memutar bola mata tatkala Litha dan Faisal asyik berbincang, belum lagi sesekali Dahayu menimpali. Dira sendiri hanya menanggapi sesekali, dan melengos begitu ada Anton dan Istrinya.

Tiba saatnya di acara kedua di mana acara sebenarnya dimulai. Litha menyaksikan bagaimana para kolektor bertaruh harga yang semakin fantastis dari barang ke barang. Bahkan Mieke juga ikutan waktu lelang satu set perhiasan, dan menang di harga satu milyar rupiah. Padahal Litha tahu bahwa koleksi perhiasan Mieke bisa satu ruangan khusus, belum dengan versi batangan yang tebalnya ampun-ampunan itu.

Lelah bertaruh harga, kini ada sesi acara ramah tamah dalam model prasmanan di mana mereka mengantre di berbagai stall. Dahayu sengaja melakukan ini agar para tamu bisa leluasa mengambil makanan pilihan mereka. Litha sendiri mengambil tenderloin steik dengan tingkat kematangan medium rare, ia lagi malas makan yang aneh-aneh hari ini.

Saat makanan Litha sudah memasuki setengah, sebuah piring berisi bebek Peking dengan nasi coklat terletak di sebelah mejanya. Begitu melihat sosok yang ia benci, Litha memutuskan untuk melanjutkan makan.

"Lo kalau nggak peduli gue dan pasang wajah bahagia, orang-orang pada mikir kalau acara perjodohan ini kelihatan settingan sekali," desis Dira seraya menusuk potongan bebek peking panggang dengan garpu di tangan kiri.

"Justru bagus dong," balas Litha, mengunyah kentang crinkle cut tanpa dipotong sama sekali. "Biar semua orang tahu sekalian dan perjodohan bisa batal dengan cepat."

Tusukan daging bebek itu makin kasar. "Heh cewek licik, gue pikir gue mau?" Dira tersenyum manis saat menyapa kolega orang tuanya dan diikuti oleh tatapan mesra palsu Litha, bikin obrolan terjeda sejenak. "Lo nggak lihat Mama-mama kita tadi banggain perjodohan ini, dan lo lupa kalau pertunangan bakal diadakan sebulan lagi?"

Kini, Litha yang tersedak, Dira refleks menyodorkan segelas air mineral yang disambut Litha dalam satu tegukan. "Nyokap gue nggak ngomong sama sekali."

"Ini aja gue tahunya dari obrolan mereka di situ. Makanya gue sengaja deketin lo buat kasih info, sengaja emang mereka biar kita makin nggak bisa kabur. Kalau nggak gini gue ogah kali deketin lo."

Tangan Litha menggenggam erat garpu, mengoyak sisa daging yang belum terpotong sempurna. Pola mereka semakin terbaca rupanya, saat Mieke dan Dahayu melirik ke meja mereka, Dira dan Litha saling bergandengan tangan.

"Gue sudah mikir banyak hal, dan gue mau tanya ke lo dulu," tukas Dira sambil menegak air mineral yang tersedia lalu melap mulutnya yang terkena noda dengan lap yang tadi ditaruh di pahanya.

"Apa memangnya?"

"Lo mau ...." Dira menghela napas, ini sungguh ide konyol, tapi terpaksa sekali. "Lo mau .... Gencatan senjata sama gue biar perjodohan ini batal?"

 Gencatan senjata sama gue biar perjodohan ini batal?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

1220 kata
(15 Juli 2023)
Happy Reading!

Behind The Schemes of LoveWhere stories live. Discover now