Pengadilan militer juga mengadili Jenderal Besar Kristiano Alathas atas tuduhan perzinahan. Pegawai negeri tidak boleh berselingkuh. Keberadaan Putri Alia jelas aib bagi keluarga kerajaan. Putri Alia sama sekali tidak menerima darah keluarga Narrarya tetapi namanya sudah tertulis di dalam pohon keluarga sebagai putri kedua Pangeran Layendra.

Pencemaran darah keluarga kerajaan bukan sesuatu yang bisa dimaafkan. Sebesar apapun jasa Jenderal Besar, tetapi berselingkuh dengan seorang putri dan mencemari nasab kerajaan tetaplah sesuatu yang serius.

"Jasa Jenderal Besar tidak sebanding dengan kasusnya. Menurutmu bagaimana?" Harris memandangi istrinya yang sudah mengenakan gaun tidur. Bulan sudah hampir tenggelam, tetapi Harris belum bisa pergi dari meja kerjanya.

Airin tersenyum sinis. "Nasab kerajaan bukan sesuatu yang bisa dipermainkan. Kita juga harus mengadakan sidang pengalihan marga untuk Putri Alia."

Sebagai putri sulung, Airin memiliki rasa cinta dan integritas yang cukup berbeda dengan adik-adiknya. Masalah darah dan nasab bukan hal yang sepele. Harris menuntut jawaban istrinya lebih lengkap.

"Hukuman yang terlalu besar rasanya tidak adil mengingat jasa yang ia lakukan untuk negara." Harris memberi pendapat. Airin menyeringai.

"Kita butuh Jenderal Besar. Tidak usah diambil pusing. Biar jadi urusan hakim agung." Airin menolak memberi jawaban lebih jauh. Di mata Airin, perzinahan bukan suatu hal yang bisa ia benarkan. Sebagai wanita, ia jelas tidak menyukai perbuatan Kristiano.

Namun tidak munafik, sebagai putri agung dan istri perdana menteri, ia masih butuh jenderal besar untuk semuanya.

"Pencabutan gelar kebangsawanan Putri Dayana dan Pangeran Layendra akan disetujui. Raja setuju menjadikan mereka berdua tawanan sekaligus objek penelitian lembaga Pangeran Mahesa." Harris kembali memberitahu. Airin memicingkan matanya curiga.

"Apa kita bisa menjamin Dayana tidak akan berulah lagi? Mahesa terkadang terlalu gegabah. Hukuman mati mungkin lebih baik." Airin merasakan gelenyar tak enak. Belum ada kabar Putri Mahkota siuman. Semua proses persidangan sudah berjalan. Keadaan negara carut-marut. Penangkapan besar-besaran, penghakiman massal.

Dayana Dayita bisa melakukan hal yang lain kalau tidak dihukum mati.

"Biarkan Yang Mulia Raja yang memutuskan. Yang Mulia pasti punya pertimbangan." Harris menatap istrinya tak yakin. Ia pun berjudi soal ini. Permintaan Mahesa terdengar gila, sekilas tampak seperti alternatif yang bagus, tetapi tidak. Perkataan istrinya membuat Harris menjadi berpikir sebaliknya.

Bagaimana kalau peniadaan hukuman mati justru jadi bumerang bagi kerajaan ke depannya?

**

Jantung Rajendra kembali dibuat blingsatan saat pelayan memberitahunya siapa yang memaksa masuk. Dua orang yang sangat Rajendra hindari. Rajendra mendengkus, mengalihkan tatapannya pada Sienna saat dua orang itu berdiri berlawanan arah dengannya. Rasa sakit itu terasa nyata.

Alam tidak bersalah, tetapi melihat Alam yang mirip dengan Layendra membuat luka di hati Rajendra menganga begitu luas.

Terlebih putri berambut pirang yang berdiri di sebelahnya. Rajendra berusaha mengenyahkan gelenyar aneh yang tak mampu ia hilangkan sedari tadi. Mata hitam kebiruannya ia fokuskan pada masker oksigen yang Sienna pakai.

Alam menghela napas panjang. Ia tahu Rajendra tidak berkenan atas kehadirannya dan Pluvia di sini.

"Maafkan kedatangan kami, Yang Mulia Putra Mahkota." Alam membuka pembicaraan. Ia datang dengan itikad baik. Rajendra hanya mengulum bibir, tidak berniat menjawab.

Sudah seminggu Sienna terbaring tanpa pergerakan apapun. Di dalam otaknya masih terbayang bagaimana ia menemukan istrinya dengan kondisi mengenaskan, dan itu semua perbuatan Putri Dayana dan Pangeran Layendra. Alam mengingatkannya terus pada Pangeran Layendra. Rajendra membisu.

Naladhipa : The Crown Princess Where stories live. Discover now