Freen tertawa kecil lagi, lalu menatap sang aurora lagi. Freen juga mencoba berpikir kata untuk ungkapan kali ini, luar biasa? Cantik? Mempesona? Tapi Freen merasa, dia tidak menemukan apapun. Akhirnya Freen hanya menikmati tanpa memuji.

Becca mengangkat tangannya, kanan, seakan ingin menggapai aurora itu, Freen memperhatikannya dengan senyum, Becca sangat menggemaskan. Lalu, Freen memegang tangan itu, dan berkata, "Berputar, Becky." Becca tertawa kecil dan memutar badannya, mereka menari di bawah aurora. Tawa-tawa itu terdengar, mereka sangat bahagia dengan tarian kecil yang Freen ajukan.

Tak lama kemudian, mereka memilih duduk, menikmati suasana ini belumlah cukup. Becca bahkan memotret banyak sekali sinar itu, baik sendiri, Freen atau bersama, tampaknya foto itu akan menjadi momen berharga dalam memori Becca. Freen tersenyum, akhirnya mereka bisa menghampiri Svalbard dengan berteman aurora. Ini keinginan Freen, keinginan mereka berdua.

Freen menggandeng tangan Becca, dia berkata, "Aku ingin berteriak untuk mengenalkanmu pada mereka." Ayah dan Ibu Freen, "Tapi aku tak bisa," Suaranya tiba-tiba penuh haru, Freen tak sanggup menjadi ceria dalam suasana ini. 

Becca tersenyum, dia berkata, "Katakan dengan bisikan pun, aku rasa mereka akan mendengarmu." Becca mencoba menghibur, Freen tidak melihatnya, masih terpusat pada lukisan alam di atas sana.

Freen menggeleng pelan, dia berkata dengan tertawa kecil, "Mungkin jika aku berteriak pun, mereka tak akan mendengarkannya." Tersenyum lagi, Freen berkata dengan riang kali ini, "Karena mereka sibuk menari dan bahagia." Meskipun ceria, air mata itu terbendung perlahan. Rasa rindu di hatinya mulai menjelma menjadi kesedihan tak berujung, dia merindukan pelukan ibunya, Freen merindukan senyuman ayahnya. Dunianya sepi selama ini tanpa kehangatan orang tua, perasaan cinta pada keduanya masih tersimpan utuh dalam dirinya, Freen selalu mencoba bertahan dalam ingatan bahagia saat bersama orang tuanya dulu. Freen sangat menyayangi mereka, tanpa tapi.

Becca tak bisa mengatakan apapun, rasa sedih itu bisa dia rasakan. Dia tak menghibur dengan kata-kata yang menarik perhatian, Becca hanya bisa melihat Freen dengan harapan wanita di sampingnya bisa bahagia untuk selamanya. Becca menggenggam tangan Freen dengan erat, matanya masih melihat kesedihan di wajah Freen. Lalu dia mendengar Freen berkata, suaranya sedikit bergetar, tapi bibir itu tersenyum indah, "Ma, Pa," Tersenyum lagi, sekarang lebih lembut dan tulus, "Kami datang, Becky ada di sampingku." Dia tertawa kecil, air mata itu akhirnya menetes membasahi pipinya, Freen mengusapnya langsung, lalu dia berkata lagi, "Dia yang aku inginkan, Ma." Freen masih menatap aurora itu.

Sementara Becca, dia mengunci bibirnya dengan erat, karena apa yang dia lihat sekarang sangat membuat hatinya terasa pilu dan ingin menangis, tatapan dari mata Freen hanya penuh kerinduan, dan Becca bisa merasakan itu. Becca masih belum teralihkan melihat cahaya hijau itu, dia mendengarkan lagi perkataan Freen, dan kata yang keluar dari mulut Freen kali ini akhirnya membuat dirinya tak bisa lagi menahan tangis itu, Freen berkata, "Ma, Pa, kalian mengajarkanku jadi seorang pemaaf, maka maafkanlah ayah Becca, menarilah kalian bersama."

Seketika Becca memeluk Freen, dia tak sanggup mendengar semua itu. Tak ada yang bisa dibohongi, jalinan kehidupan mereka sebenarnya tidak memungkinkan untuk bersatu, namun dengan usaha yang Becca lakukan selama ini, akhirnya bisa membuatnya dekat dengan kekasih yang dia inginkan. Becca sadar, jika orang lain mungkin akan menghindarinya. Tapi, saat mengetahui bahwa Freen tidak menyalahkan dirinya, rasa berat dalam dadanya tiba-tiba terasa ringan. Becca tak tau harus berkata apa, selain menjaga hati wanita ini selamanya. 

Freen tersenyum setelah itu, dia melepaskan pelukan Becca dan melihat mata itu dengan tatapan syahdu. Freen berkata, "Becky," Senyuman itu tak pernah pudar, "Terima kasih karena telah datang padaku." Freen tau, dia pernah menghindar. Tidak, Freen selalu menghindar. Namun, saat dia lihat Becca datang padanya dalam situasi itu, Freen sangat bersyukur. Karena jika tidak, maka tak ada aurora dan Becca di tempat yang sama. Freen menyadari itu semua. 

Becca hanya mengangguk dan tersenyum, isak tangis itu masih bersamanya. Suasana malam ini sungguh membuat hatinya luluh tak tertahankan, Freen dan kata-katanya yang membuat dirinya tak kuasa menahan kesedihan. Becca mencoba untuk tenang, dia juga ingin mengatakan sesuatu.

Becca mengatur napas sesaat, lalu dia mengeluarkan sesuatu dalam kantongnya. Kotak kecil berwarna silver, dikeluarkan saat itu juga. Freen terkejut dengan apa yang dia lihat. Becca membuka kotak kecil itu, ada sepasang cincin yang cantik dan mengkilap. 

Becca berkata, "Freen-" Tapi Freen memotong perkataannya.

"Tidak." Kata Freen dengan cepat.

Alis Becca mengernyit, dia berkata, "Aku belum mengatakan apapun." Suaranya terdengar kesal.

Freen menggeleng dengan cepat, dia berkata, "Aku tau apa yang ingin kamu katakan." Freen melihat cincin itu, lalu melihat Becca lagi, "Jangan katakan apapun."

Tiba-tiba Becca merasa sedih, dia berkata, "Kamu tidak ingin menik-" Freen menutup mulut Becca dengan cepat, Becca terkejut dengan ulah Freen.

Freen panik, dia berkata lagi, "Sudah aku katakan, jangan katakan apapun." Freen menutup kotak cincin itu dan menyimpannya kembali ke kantong Becca.

Becca yang diperlakukan seperti itu tiba-tiba marah dan sedih, dia berdiri dan ingin meninggalkan Freen saat itu juga, namun Freen menghentikannya dengan cepat. Saat Becca berdiri dan berbalik karena tarikan tangan Freen, wanita yang meminta Becca untuk diam tadi, berlutut di depan Becca dengan senyuman di wajahnya, segera dia mengeluarkan kotak kecil dari kantong jaket parkanya, dia berkata, "Itu kesempatanku, jangan mengambilnya." Freen merasa selama ini Becca yang berusaha mendekatinya, dan dirinya tak melakukan perjuangan itu. Dengan kata-kata yang pelan dan jelas, Freen berkata, "Becca, maukah kamu menjadi bagian hidupku?" Kotak itu dibuka, sepasang cincin ada di sana.

Becca yang sebelumnya merajuk akhirnya tersenyum lebar, dia berkata, "Freen! Kamu membuatku takut!" Dia kira Freen tidak ingin membuat ikatan dengannya. Becca menarik tangan Freen, membuat Freen berdiri. 

Freen tertawa kecil, dia berkata, "Apa jawabannya?" Jantung itu berdetak kuat, bukan karena menunggu jawaban, karena bagi Freen ayah, ibu dan ayah Becca sedang melihat apa yang dia lakukan. 

Becca mengangguk dan berkata, "Pasti mau." Freen tertawa mendengar jawabannya, lalu Freen membuka sarung tangan Becca dan menyelipkan cincin itu pada jari manisnya, begitu pula dengan Becca, dia memasangnya dengan hati yang suka cita.

Freen merasa jalan hidupnya tidak terlalu buruk, karena akhirnya dia bisa bertemu dan selalu bersama dengan seseorang yang dia inginkan. Becca pun merasa seperti itu, kehidupan yang katanya berat, sekarang sudah terasa ringan, bahkan lebih dari itu. Baginya kebahagiaan adalah sesuatu yang dicari dan diperjuangkan, dengan begitu penyesalan tidak akan berdatangan. Mereka pun tersenyum, hati mereka penuh rasa bahagia, happy ending yang Freen harapkan akhirnya bisa dia rasakan.

Bagi Freen, Becca adalah happy ending-nya. Titik.


























.

.

.

Dot Of Life

Titik Kehidupan

The End


















DOT OF LIFE - FREENBECKYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang