Chapter 7

3.8K 421 6
                                    

Ingatan berbalut kasih sayang mengitari pikirannya yang terlelap dalam gelap. Setiap kenangan terulang seakan masih baru, benaknya bermain trick pada dirinya yang menginginkan ketenangan. "Tidak mungkin, itu tidak akan terjadi. Kamu bisa merasakannya bukan?" Pelukan itu pun terasa hangat, lelaki itu juga berbisik kata-kata pemikat hati lainnya. Terdengar tulus dan penuh cinta.

Dia tertawa dalam mimpi itu, perasaan memang sudah bersemi dari dulu, berbunga dan bermekaran. Semua itu kian bertambah saat hari-hari dijalani bersama, tanpa pisah. Sang kekasih selalu mengatakan semua janji, baginya itu adalah ikatan yang takkan pernah lepas, dia tak pernah berpikir jauh dari itu. 

"Tenang, aku akan selalu ada di sampingmu." Dia tidak buta saat melihat lelaki itu berkata dengan sepenuh jiwa, dia tau kalimat itu diiringi cinta, namun semua kenangan yang terulang bukanlah hal yang dia inginkan. Dia tidak ingin 'terulang', dia ingin 'terjadi'.

______

Terbangun dengan satu napas yang dalam, dia bisa melihat dalam mimpi, sangat jelas, sama saat dia belum mengalami kebutaan. Hatinya terhanyut untuk sementara, dia berusaha untuk tidak tenggelam dalam reka ulang itu. 

Becca perlahan belajar untuk melupakan, setiap detik mimpi itu hadir, saat itu juga dia menyadari bahwa semua itu sudah menjadi kenangan. Waktu sudah terlewat cukup lama, lelaki yang selama ini ditunggu tidak kunjung datang. Dia tidak ingin merasa seperti ini lagi, Becca ingin terlepas dari belenggu rindu. 

Dia ingin memahami, bahwa semua yang terjadi memang sudah terjadi. Begitu saja. Dia ingin menata lagi hatinya yang padam karena cinta, dia ingin berusaha untuk bangkit walau tak tau dari mana memulai itu semua. Becca tak pernah mengalami ini sebelumnya, ini adalah patah hati pertamanya dalam hidup. 

Wajah Ken tersimpan jelas dalam benaknya, sekarang perasaan itu masih ada, tapi tampaknya sedikit berkurang. Seakan Becca menyadari bahwa dia tak bisa seperti ini terus, dia ingin memulai hidup baru.

Panggilan telepon semalam bukanlah dari orang tuanya. Pihak rumah sakit memberi kontaknya pada dokter psikolog terkenal di Seoul. Dokter itu hanya memperkenalkan diri, tidak lebih. Dia tidak meminta Becca untuk segera datang kepadanya. Dengan perbincangan singkat itu, Becca akhirnya mempertimbangkan untuk menemui dokter itu, nanti. 

Becca menghela napas sekali lagi, dia pelahan turun dari kasur, lalu merapikan selimut dan bantal yang dia gunakan. Dia mencari air mineral, tampaknya mimpi itu membuatnya lelah. Becca tak pernah berharap dirinya mengulang semua kata-kata Ken, tapi tampaknya dia tak bisa mengendalikan alam bawah sadarnya. Ini selalu terjadi setiap saat. 

Pagi ini tidak terlalu dingin, segar. Becca mempunyai beberapa roti dan makanan siap saji. Dia ingin sarapan seadanya saja. Kadang kala, dia memesan makanan siap antar. Becca tak pernah memasak, sebelum buta pun, dia jarang menyentuh dapur. Keahliannya tidak di sana. 

Bel berbunyi. Becca tampak senang dengan suara bel itu, dia tersenyum sedikit, lalu berjalan menuju pintu. Saat membuka pintu itu, wangi itu menyapa pagi Becca. Dua orang yang bertemu di ambang pintu itu tampaknya memiliki senyum yang sama.

"Becky, aku buat nasi goreng." Freen sudah selesai masak, dia bahkan sudah mandi sekarang. Dia sudah merencanakan ini saat sebelum tidur, sarapan bersama Becky. "Ayo gabung, aku buat banyak." kata Freen dengan antusias.

Kali ini pintu Becca tidak terbuka sedikit, dia membuka pintu sepenuhnya. Mendengar ajakan Freen, Becca mengangguk setuju. Dia pun berkata, "Nanti aku ke sana." Dia ingin melakukan ritual pagi dulu. 

"Baiklah. Aku tunggu." Freen tersenyum sebelum dia kembali ke ruangannya. 

Becca menutup pintu itu dengan pelan, dia secepatnya mengambil handuk dan mandi. Tidak terlalu lama, tapi juga tidak termasuk cepat, setelah siap dia akhirnya menuju tempat Freen berada. 

DOT OF LIFE - FREENBECKYWhere stories live. Discover now