Gara datang tak lama dengan baju baru, Deon hanya duduk diam dan barulah ingat. Ia belum mengabari keluarganya jadi ia dengan cepat mengeluarkan ponselnya dan menelpon ibunya. Keluarganya tentu saja terkejut mendengar berita tentang kecelakaan Vallen, tapi mereka saat ini sedang di luar kota. Jadi mereka berjanji akan segera pulang.

Setelah menunggu cukup lama pintu ruangan akhirnya terbuka, seorang dokter keluar diikuti suster di belakangnya.

"Keluarga pasien."

"Saya," ucap semuanya dengan bersamaan.

"Saya Kakaknya." Arga melangkah dan berdiri di depan dokter.

"Begini, benturan yang dialami pasien cukup keras. Dan perlu di lakukan rontgen pada kepala pasien, untuk memastikan keadaan pasien."

"Lakukan saja yang terbaik."

"Pasien saat ini belum sadar jadi akan kami pindahkan langsung ke ruang rontgen terlebih dahulu untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut, baru setelah itu akan kami pindahkan ke ruang rawat."

"Ruang VVIP."

"Baik, saya permisi dulu."

Tak lama mereka melihat Vallen yang tidak sadarkan diri terbaring di atas brangkar di dorong menuju ke ruangan lainnya untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.

Deon tak bisa menekan rasa kekhawatirannya pada temannya. Baru kali ini ia melihat keadaan Vallen seperti ini.

Hari telah berganti malam, Vallen sudah di pindahkan ke ruang rawat VVIP. Tercium bau desinfektan memenuhi ruangan. Si triplet duduk dengan tenang di sofa yang tidak jauh dari brangkar. Mereka mengamati Vallen yang sedari tadi masih belum membuka matanya. Selang infus tertancap di punggung tangan kiri Vallen, kepalanya terlilit kasa. Benturan itu melukai pelipis kiri Vallen dan mereka menunggu Vallen sadar untuk memastikan keadaannya.

Vallen perlahan membuka matanya yang terasa sangat berat, kepalanya juga terasa sangat pusing dan berdenyut.

Melihat gerakan kecil dari ranjang, si kembar langsung mendekat ke arah ranjang Vallen berbaring. Mereka melihat Vallen berusaha membuka matanya. Ketiga merasa senang dan dengan sabar menunggu Vallen membuka mata dengan sepenuhnya, mereka tidak tergesa-gesa untuk membuka mulut. Setelah melihat Vallen berhasil membuka matanya mereka merasa akhirnya merasa sedikit lega.

"Vallen." Panggil Gara.

Vallen mengernyitkan dahinya tanda tak nyaman tapi tindakan itu malah menambah rasa nyeri dan berdenyut yang berasal dari dahi sebelah kirinya.

"Pelan-pelan, tidak usah terburu-buru," Arga menasehati Vallen.

Vallen menutup kembali matanya dan mencoba untuk tenang. Kemudian ia perlahan membuka matanya kembali, tapi ia hanya bisa melihat samar-samar sekitarnya. Vallen mencoba mengedipkan matanya untuk membuat pandangan buramnya menjadi lebih jernih. Tapi tindakan itu ternyata tidak banyak membantu, pandangannya masih terlihat buram dan samar-samar. Tapi ia menebak jika ketiga orang yang mengelilinginya pasti kakak kembarnya.

"Kakak," ucap Vallen dengan lirih.

"Iya," jawab kompak ketiganya.

Vallen merasa ingin tertawa tapi tidak bisa tertawa mendengar jawaban kompak dari mereka.

"Kak, Vallen tidak bisa melihat dengan jelas."

"Apakah Kakak menghalangi pencahayaan?" Tanya Raga.

Vallen menggelengkan kepalanya, "Vallen hanya bisa melihat samar-samar. Sepertinya ada yang salah dengan mata Vallen."

"Vallen harus tenang, mungkin ini hanya efek sementara, kita tunggu dokter," Arga mencoba menenangkan sang adik. Tapi tak bisa di pungkiri ia juga merasa cemas setelah mendengar ucapan sang adik. Ia melihat ke arah kedua kembarannya, dan berakhir mereka saling memandang seakan berkomunikasi lewat telepati.

Tak lama dokter datang dan langsung memeriksa keadaan Vallen tak lupa membacakan hasil Rontgen.

"Begini, akibat benturan yang keras. Mengakibatkan sedikit kerusakan pada retina pasien dan ini mengakibatkan pandangan pasien tidak fokus dan menjadi buram. Untuk selebihnya hanya luka lecet kecil yang akan sembuh dalam beberapa hari saja."

"Lalu bagaimana?"

"Tapi keadaan ini bisa ditangani dengan alat bantu berupa kacamata khusus. Dengan kacamata ini akan membuat penglihatan pasien kembali normal dan kembali jernih."

"Apakah bisa disembuhkan?"

"Saya rasa ini cukup sulit, karena kerusakan ini terjadi pada retina pasien. Kami akan segera memberikan kacamata yang lensanya sudah kami sesuaikan dengan keadaan pasien. Untuk bentuk framenya bisa di sesuaikan. Jadi tidak perlu khawatir, itu hanya akan terlihat seperti kacamata pada umumnya, hanya lensanya saja yang berbeda yang sudah kami modifikasi."

Awalnya Vallen sempat khawatir saat mendengar matanya terluka tapi setelah mendengar ada solusinya, Vallen menjadi tenang kembali.

Hanya tambahan kacamata, Vallen merasa itu tidak terlalu buruk. Setidaknya ia masih bisa melihat dengan normal kembali. Ia sempat berpikir ia akan mati lagi. Jadi kondisi ini sangat lebih baik dari perkiraannya dan Vallen tidak merasa terbebani sama sekali dengan kondisinya saat ini. Jadi ia bisa dengan cepat menerima semuanya dengan tenang.









Penjelasan di atas mungkin tidak sesuai dengan kondisi medis, penjelasan diatas hanya dibuat untuk mendukung jalan cerita jadi jangan dibawa serius dengan membandingkannya dengan dunia kesehatan ya.

Btw, masih banyak nunggu Vallen?

Beri pendapat kalian donk.


12 Juli 2023

Another Cannon FodderWhere stories live. Discover now