Chapter 31 Latihan Aneh, Jhon!

Start from the beginning
                                    

"Baiklah, kali ini yang akan membacakan skema tentang besok adalah saya sendiri. Kalian dengarkan, dan tidak ada pengulangan. Tolong diingat dan jangan bertanya lagi, otomatis kalian akan ketinggalan informasi. Apakah kalian paham?" tanya Komandan Reza.

"Paham, komandan!" sergah kami serempak.

"Baiklah, tanpa menunggu lama lagi saya akan bacakan skemanya. Untuk babak final adalah adu kekuatan Fisik, bela diri dan semua kemampuan bela diri kalian perlihatkan besok pagi di aula seleksi, ini adalah penentu."

Kami pun saling tukar tatap, perihal adu fisik yang aku tebak ternyata telah nyata. Dengan penuh semangat aku menoleh kanan dan kiri, karena lawan-lawanku berbadan kecil, dan jauh kalau di bandingkan dengan aku.

Rasa optimis itu datang lagi, bersama cengir akhirnya aku pun menoleh Jhon yang ada di ujung kiri, dia melirik ke wajah ini dan wajahnya sangat datar. Kamudian aku menarik napas lagi dan dia seperti tidak ada takutnya.

Bahkan memekik pun tidak, karena sangat santai saja seketika ruangan ini hening tanpa ada sepatah kata pun.

"Selanjutnya, lawan-lawan dari kalian akan dibacakan besok juga. Kalau kalian ingin latihan silakan masuk ke ruang aula, karena di sana akan diberikan fasilitas. Peraturannya adalah, kalau sudah tidak sanggup untuk melawan lebih baik menyerah. Tidak diperkenankan membunuh lawan, dan menggunakan benda tajam. Ini murni fight, dan adu jantan."

"Kalau ada yang kedapatan membawa benda tajam, tidak akan kami berikan ampun dan mendapat hukuman sesuai yang berlaku. Satu lagi, sebaiknya mengatakan menyerah ketika tidak sanggup melawan. Kalau tidak, lawan yang masih sanggup akan menghabisi kalian sampai merasa terpuruk, paham!" teriak Komandan Satria menambahkan.

"Paham, Komandan!" teriak kami serempak.

"Baik, sekarang kalian diperkenankan meninggalkan ruang aula, dan menuju aula untuk latihan. Selamat berlatih, dan semoga kalian menang melawan satu sama lain dengan sportif," imbuh Komandan Ferdy.

Para komandan pun ke luar dari aula pengumuman, kami mengikuti mereka dan berjalan dari belakang. Kali ini aku dakat dengan Jhon, dia menenteng senapannya dan berjalan sangat lambat seperti siput. Lalu aku menolehnya, dia membalas dengan wajah datar.

"Kau kenapa, Nio?" tanyanya.

"Ah, eng-enggak. Ak-aku enggak apa-apa," titahku terbata-bata, seraya menggaruk kepala.

"Pasti dalam benakmu berkata, kalau aku tidak mungkin bisa sampai titik ini, kan?" tanya Jhon, kali ini tebakannya benar seratus persen.

"Eng-enggak, siapa yang bilang. Kamu suudzon aja jadi orang, enggak boleh begitu, gak baik!" pekikku ngegas.

"Halah ... tatapan kalian remeh semua padaku, tetapi tidak masalah lihat aja besok. Kalau aku sampai menang, dan tidak ada ampun buat kalian!" katanya seraya berjalan pergi.

Jantungku seolah berhenti berdetak, ini adalah ucapan sekaligus ancaman pertama yang ke luar dari mulut Jhon. Semarah apa pun dia, tidak pernah berkata demikian. Namun, sekarang dia berkata seperti itu. Aku merasa maju mundur ingin masuk ke aula.

Bersama Raka Lesmana, kami berdua masuk dari pintu depan. Raka yang menyiku lengan ini, kemudian menatap sangat semringah.

"Kau kenapa, Nio, melamun aja dari tadi," ucapnya.

"Ak-aku heran sama Jhon, dia kenapa dingin banget, ya, sekarang?" tanyaku.

"Hmmm ... selama bertanding, dia memang seperti itu. Tetapi yang aku salut, dia gak pernah latihan atau membahas perihal turnamen ini di kamar. Sepertinya anak itu pasrah banget, kami aja selalu curhat di kamar," jelas Raka Lesmana.

"Itu dia yang aku heran, anak itu kenapa berubah banget sekarang. Bahkan lebih tenang, aku sempat remeh padanya untuk masuk ke babak ini. Lihat aja gayanya, baisa saja dan tidak menonjol sama sekali," imbuhku.

"Aku juga berpikir seperti itu, Nio. Tapi, ya, sudahlah. Dia memang berbakat, dah ingat ketika dia bercerita mengalahkan phiton di sungai, ketika mencari 3 shal yang berbeda. Dari situ aku berpikir, kalau kita yang hanya modal kuat aja sepertinya gak sanggup lawan dia. Jhon itu jenius, dia memakai otaknya ketika hendak melakukan sesuatu."

Aku mengangguk, mendengarkan apa yang dikatakan oleh Raka Lesmana. Semua itu benar, karena bisa saja kami dapat dikalahkan bukan dari segi otot, tetapi taktik dan teknik dia untuk menang berbeda dari kami semua.

Hati ini mendadak gelisah, dan mulai bimbang untuk membuatnya remeh lagi. Alhasil kami bertiga hanya menatap Jhon yang mulai menggulung lengan kanan dan kirinya, dia mulai menatap benda hitam seperti patung di hadapannya.

Bukan memilih alat boxing untuk mengukur kekuatan otot, membuat kami tercengang menyaksikan dia menyentuh bagian-bagian dari patung itu. Aku pun menolehnya, kami yang sedari tadi sangat fokus pada benda berat dia malah tidak menyentuhnya sama sekali.

"Ayo semua semangat latihan, semoga kalian bisa menang besok ...!" teriak Komandan Satria.

"Baik, Komandan!" teriak kami.

Dengan berjajar tiga orang, kami menatap bantal boxing untuk memukulnya. "Satu! Dua! Satu! Dua! Satu! Dua!"

"Ayo ... lebih keras lagi dalam memukul, jangan loyo dan tunjukkan kekuatan kalian di sini ...!" teriak Komandan Ferdy.

"Siap, Komandan!" jawab kami bertiga.

Bersambung ...

Seleksi Calon BintaraWhere stories live. Discover now