1-5 <<Special>>

201 24 4
                                    

❝Harapan? Gah, aku ingin nyerah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❝Harapan?
Gah, aku ingin nyerah.❞

———— [Solomon]

REMBULAN telah menyinari langit malam sedari tadi, bintang-bintang pun kian menemani bulan bersinar.

Jarinya ia ketukkan, terus berfikir untuk tugas miliknya. Walau ia sudah memiliki impian ingin menjadi psikiater, tetap saja. Impiannya tak pasti. Sedari kemarin berubah-ubah. “Kepalamu bisa meledak, loh.” Solomon menyahuti, membawakan sang puan segelas cokelat panas.

“Pikiranku memang sudah meledak. .” [Name] menimpali dengan nada kesal. Ketukan pada jarinya semakin kasar, gesekan nan benturan antara meja kayu dan kukunya terdengar lebih keras.

“Mau ku bantu?” Solomon menawarkan dengan senyuman manisnya, [Name] mengendikkan kedua bahunya. “Mau bantu pakai cara apa, huh?” Ia bertanya. Menaikkan satu alisnya.

Solomon tetap mengembangkan senyumnya, “Sesi tanya jawab?” Jawab Solomon. [Name] mulai memasang kaki kirinya ke atas kaki kanannya. Memberikan kesan seolah ia adalah penguasa. Ya, memang? Mungkin.

“Pertama, apa kesukaan mu?” Solomon menyeret kursi di dekat sana, mendudukkan dirinya pada sebelah [Name].

“Membuat temanku senang?” Jawab [Name] ragu.

“Kamu mau jadi badut?” Solomon mulai terkekeh pelan, bola mata [Name] mulai bergulir ke arah kiri. “Baiklah, maaf-maaf. Hm, selanjutnya.. Hobi yang kamu suka lakukan?”

“Yaa... Menghibur diri sendiri.”

“Lagi-lagi badut—”

“Yasudah, aku tulis badut, ya.” Solomon mulai mencegah jari tersebut tuk menulis pada lembar kertas tersebut. Sekitar 20 menit perlu Solomon dan [Name] habiskan hanya tuk sesi tanya jawab.

“Haah... Ujung-ujungnya kembali lagi ke awal, menjadi psikiater.” Memijit pelipis nya, [Name] menekukkan wajahnya.

“Kalau tidak mau, jangan di tulis. Kan perintahnya untuk menulis impian milikmu? Yaa, impian itu tak perlu menjadi cita-cita.” Solomon menimpali. Membereskan beberapa buku yang berantakan.

[Name] menatap ke arah Solomon, apa yang di katakannya sebenarnya tidak salah. Tak masalah apapun yang ia tulis, karena itulah impiannya. Tapi disitulah letak masalahnya. Jika ia menulis ingin mengembalikan ingatan teman-temannya, maka akan di anggap aneh oleh gurunya.

“Kalau di fikir sebenarnya aku hanya ingin membuat orang lain bahagia, ya..?

Solomon menatap ke arah [Name], wajahnya terlihat sendu diikuti kantung mata disana. Wajah ayunya itu pucat, bibir bawahnya pun kian memutih. [Name] meraih secangkir susu di meja miliknya. Solomon menghela nafas tetapi tetap tersenyum.

Ia terkekeh ringan, tamparan kecil didapatkannya dari telapak tangan kecil milik sang gadis. “Diem lu, gw lagi mikir..” [Name] melemparkan tamparannya pada Solomon. Membuatnya sedikit mengaduh.

“Baik-baik, maafkan aku, ya. Haha... Ahem, mari kita lihat. Kesimpulannya tetap pada awal, bukan? Kamu ingin membuat teman-teman mu senang, membuat mereka merasa lebih baik, menjadi seperti comfort people untuk mereka, melemparkan segala motivasi.. Tetapi kamu lebih suka, jika semua itu kamu lakukan secara tersirat?”

Solomon menjelaskan rangkuman pembicaraan mereka, [Name] hanya mengangguk-angguk. Kantuk miliknya membebani kelopak mata miliknya. Solomon melanjutkan, “Simpelnya, kamu ingin menjadi seorang motivator juga. Pekerjaan yang cocok mungkin bisa jadi penulis?” Solomon mengakhiri kalimatnya.

[Name] melongo, dirinya mulai mengangguk atas saran dari Solomon. Sebelum [Name] menggoreskan pena miliknya, Solomon mencegahnya. “Ini hanya sekedar saran dariku, [Name]. Bukan benar-benar cita-cita milikmu.” Ia berkata serius. [Name] menatap dengan tatapan bingung. Dirinya juga ling lung, akibat dari kantuk tak tertahan.

“Bodo amaat... Yang penting bisa selesai udah cukup...” Dirinya mulai mengambrukkan kepalanya pada meja belajar dengan keras. Benturan tersebut menciptakan suara yang lumayan keras, bahkan Solomon saja sampai meringis sedikit.

Solomon sedikit diam, dia tersenyum melihat [Name] terlelap. “Semua kata-kata yang kuucap, sesungguhnya adalah hasil dari ucapanmu.” Solomon mengambil kertas milik [Name], menulisnya dengan rentetan kata dan kalimat. Menjadikannya tugas yang sempurna. Selesai dengan goresan pena pada kertas putih tersebut, Solomon beranjak dari kursi miliknya dan mengambil bulu tebal di kasur.

Menyelimuti [Name] dengan segala kehangatan.

Menyelimuti [Name] dengan segala kehangatan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Mimpi indah... Kalau bisa mimpikan aku disetiap tidurmu, tidak peduli kata orang jika dalam mimpimu bukanlah takdirmu.

Mari kita ubah, heh?~” Solomon menyeringai untuk sesaat. Memberikan kesan mengerikan pada mimik wajahnya. Ia kembali tersenyum seperti biasa. Duduk pada kursi tepat di sebelah [Name], menyelimuti dirinya dengan selimut yang sama, dan tidur dengan posisi duduk bersama sang puan.

TBC

Allow, akhirnya awokaowka. Mmf ak php meluku blg mw update ujung"ny molor🙏🏻🙏🏻🙏🏻

Ak sebener e apdet cmn mw curhat, tp g jdi. Tktny ad tmn RL yg baca buku ku beneran anjyeng.

Intinya ak naek kelas yee, dgn pr tdk ngotak. Ga ngotakny bkn karena banyak, tp beneran kaga ngotak.

Ok, sekian dan trims. Gudbay, mwah.

Meraki - Wee!! - OM!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang