controlled

413 50 13
                                    



•••

•••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Cr. Pinterest

1721, too hurts to remember...

    Tubuh wanita dengan gaun tidur yang berdarah-darah itu tergeletak tanpa daya di tengah hutan pinus belantara yang gelap. Yang menyedihkan darinya adalah samar tangis pilu yang disertai rintihan dari mulutnya. Keringat yang membasahi tubuhnya mulai mengering meninggalkan jejak. Dia tak bisa bergerak, terlalu ngilu untuk sekedar menggerakkan jari. Ia membiarkan darah sekonyong-konyong keluar dari jalan lahirnya, tak peduli dengan bayi perempuan yang tergeletak diantara kedua kakinya bergerak mencari tubuhnya sembari menangis kencang.

   Kelahiran dan kematian bisa saja terjadi bersamaan— penyebab tangisan pilu tak terbendung wanita itu. Ia membawa kehidupan bayinya di waktu yang bersamaan harus kehilangan kedua putrinya yang lain. Di depan matanya kedua kepala putrinya diputuskan paksa oleh para mahluk setengah binatang itu.

   "Tuhan terlalu baik—aku tidak bisa mengikutinya. Anakku, anakku..," raungnya.

   Tuan bijaksana pernah berkata, mothers love is a game that should never be played with. Tertatih-tatih wanita itu memaksakan dirinya terbangun. Kembali meraung kala melihat mayat kedua putrinya. Dengan pelan mengambil bayinya yang baru lahir untuk didekap lalu merangkak mendekati tubuh tak lengkap dua gadis cilik kesayangannya.

   Wanita itu menangis saat merasakan darah kedua putrinya yang menggenang ternyata masih hangat. Ia menangis melumuri wajahnya sendiri dengan darah kedua anaknya yang mati. Lalu membawa dua potong kepala anaknya untuk didekap erat bersama dengan bayi merah yang merupakan adik dari keduanya.

   "Jyesebel, Yelinne, dua putriku ..., Mereka masih terlalu muda untuk mati Tuhan. Anakku masih terlalu kecil untuk mati terbunuh! Apa salah kedua putriku? Mereka tidak tahu apa-apa tentang dunia ini! Mereka hanya tahu bahwa adik yang mereka tunggu akan lahir..."

   Wanita itu mengutuk entah untuk siapa. Hanya tersisa ia dan bayinya yang hidup dengan dua mayat gadis kecil. Rasa syukur yang seharusnya membawa kebahagiaan atas kelahiran si bungsu berubah menjadi kubangan dendam yang semakin menghitam.

   Wanita itu terjebak dalam kesedihan hingga kehilangan cahayanya. Amarah yang bercampur kesedihan membakar tungku api dendam yang semakin panas dan panas berisi keinginan untuk sebuah pembalasan.

   "Aku tak sanggup jika ini jalan untuk menemukanmu Tuhan! Aku ingin kedua putriku kembali! Aku ingin mereka! Aku ingin mereka kembali padaku! Mereka milikku! Aku ibunya! Aku mau anakku kembali!!"

_

   Setelahnya tempat disekitar wanita itu terbakar dan meledak, seluruh sisi gazebo tua. Yang bisa terlihat dibalik terangnya kobaran api yang melahap hutan adalah siluet hitam wanita itu yang terseok-seok merangkak menggambar sesuatu dilantai gazebo yang kotor. Yang bisa terdengar dibalik berisiknya api mebakar dedaunan kering atau ranting-ranting besar yang roboh adalah tangisan kencang bayi perempuan yang masih merah itu.

[✓] House of memory | NCTWhere stories live. Discover now