Ekstra Chapter (Jane)

3 0 0
                                    

Malam itu, seperti biasa, aku hanya bisa berbaring di tempat tidur. Menatap bulan purnama yang sempurna bundar di langit malam sana. Jaraknya hanya dua meter dari tempatku berbaring. Tapi, aku tetap tidak bisa beranjak dari ranjang untuk pergi ke sana. Meskipun hanya sekadar duduk-duduk bersantai di bingkai jendela. Itu tidak mungkin terjadi.

Kenapa? Ya, karena belalai-belalai sialan ini yang menghalangiku. Selang yang mengapit seluruh tubuhku dengan teknologi terbarunya. Yang konon, kata mama dapat menyembuhkan penyakitku dengan segera.

Aku mendengus sebal. Sudah bertahun-tahun sakit ini tak kunjung hilang, tubuhku kian menyusut, menjadi kurus kering dan tak bertenaga lagi. Aku tidak tahu penyakit apa yang sebenarnya menggerogoti tubuhku selama ini. Mama ataupun papa tak pernah memberitahuku apa yang terjadi. Aku hanya bisa menangis kesakitan ketika mendadak tubuhku rasanya seperti di tusuk-tusuk dengan ribuan jarum.

Dengan keadaanku yang seperti ini, mama dan papa tak pernah sekalipun memerdulikanku. Mereka berdua sibuk dengan bisnisnya yang besar. Yang katanya dapat menghasilkan banyak uang untuk biaya pengobatanku sampai aku sembuh nanti. Namun, sudah tiga tahun ini, mereka berdua pergi ke Belanda dan belum kembali juga. Meninggalkanku sendirian bersama pembantuku. Katanya sih, ingin mencarikan obat yang ampuh untuk mempercepat kesembuhanku.

"Jane sayang, Mama mau ijin pergi, ya?"

Aku menoleh. "Ke mana?"

"Belanda." Papa membalas singkat.

Aku menggeleng pelan. Lalu, aku akan di tinggalkan di sini sendirian?

"Kami akan mencarikan obat dari dokter terbaik di sana, Sayang. Kami ingin kau cepat sembuh,"

"Janji tidak lama ya, Ma?"

Mama mengangguk. Mengusap pelan puncak rambutku.

"Janji, Sayang... "

Mau tidak mau aku mengangguk samar. Aku tidak bisa menahan mereka berdua untuk tetap tinggal di sini. Itu keinginan mereka. Keinginan mereka untuk membuatku kembali sehat.

Bulan itu tertutupi sebelah oleh awan kelabu.

Tok

Tok

Tok

Aku menoleh ke sumber suara. "Masuk, Bi." ucapku pelan. Pintu tidak di kunci. Sedetik kemudian, muncullah tubuh gemuk dan senyum bersahaja yang wanita itu miliki. Namanya Jumi, dia pembantu di rumah ini.

Bagaimana aku bisa mengetahui jika tadi itu adalah Jumi? Mudah saja, mama dan papa—jika mereka di sini—tak pernah sekalipun mengunjungiku malam-malam seperti ini. Kecuali jika aku sedang benar-benar kollaps dan membutuhkan bantuan dokter. Baru mereka akan datang dengan wajah yang sok-panik memberi perhatian padaku.

"Ini saya bawakan makan malam untuk Nona," Jumi berkata pelan. Meletakkan nampan berisi semangkuk bubur dan segelas susu putih di atas nakas. Aku mengangguk. Mengucapkan terima kasih.

Jumi, wanita berumur enam puluh tahun yang sejak aku kecil sudah menjagaku. Wanita inlander ini adalah wanita paling baik yang pernah kutemui. Kalau boleh kukatakan, bahkan Jumi lebih baik daripada mama. Betapa tidak? Jumi selalu ada di sampingku setiap saat. Setiap aku bahagia, aku sakit, aku sedih, dan saat-saat lain yang kualami di rumah ini.

Dulu, ketika awal-awal dia datang ke rumah untuk mengurusku, aku sangat membencinya karena ia begitu cerewet dan banyak tanya. Plus karena Jumi adalah seorang inlander. Seorang muslim yang begitu taat dengan agamanya. Seiring berjalannya waktu, aku merasa semakin dekat dengan Jumi, cerewetnya itu ternyata sangat berarti. Berbeda sekali dengan mama dan papa yang tak pernah sekalipun memberi perhatian seperti apa yang selalu Jumi berikan untukku.

MAJENUN [SELESAI]✅Donde viven las historias. Descúbrelo ahora