Bab 07. Musik Penghibur

80 76 15
                                    

Karena hardikan Lucas yang cukup menggertak tadi, Lauren langsung menghilang dalam sekejap. Hanya dalam hitungan sekon. Seonggok kepul asap tipis membungkus udara. Meninggalkan senyap di loteng kamarku. Wanita dengan seutas tali di lehernya tadi sudah sirna.

Aku mengerjapkan mata dua kali. Menatap siluet tubuh anak-anak itu. Menyunggingkan senyum. Mereka persis seperti pahlawan di pilem fantasi yang masyhur pada masa itu. Apalagi Sander yang biasanya selalu membuat lelucon, kini terlihat begitu berwibawa meski tetap dengan perut buncitnya. Anak laki-laki itu berdiri di barisan tengah dari keempatnya, berkacak pinggang.

"Kalian kembali?" tanyaku dengan mata berbinar-binar.

"Kami tidak akan pernah pergi, An," Lucas yang menjawab dengan nada yang familiar.

Setelah hampir dua minggu mereka pergi meninggalkanku di saat pulang sekolah kala itu, akhirnya mereka kembali. Dengan wajah riang tak terkira mereka berlari mendekat, Jane yang pertama memelukku, disusul Sanne, Sander dan yang terakhir Lucas karena tubuhnya yang tinggi. Aku menangis saat itu juga di pelukan mereka.

"Kau jangan pernah berurusan lagi dengan hantu dengan banyak masalah sepertinya, An," ucap Jane sambil melepas pelukan hangatnya.

"Kalian kok tahu kalau dia hantu? Aku pikir hanya aku yang bisa melihat hantu, ternyata kalian juga ya? Hahaha!"

Keempat-empatnya melepaskan pelukan. Menatapku lamat-lamat. Aku mengedikkan bahu.

"Sudahlah, An. Itu tidak penting. Yang terpenting kau jangan pernah berurusan dengannya lagi," Sander menimpali. Nadanya cukup serius.

"Baiklah, baiklah. Aku tidak akan pernah berurusan dengannya lagi. Tapi aku tidak mau kalian pergi meninggalkan aku lagi. Kalian harus berjanji ya?" mataku berbinar.

Mereka berempat kompak mengangguk. Kami berpelukan lagi. Sangat lama. Hingga semburat jingga mencuat keluar dari singgahsananya. Kami berpelukan di atas tempat tidur sampai aku kembali terlelap. Bersama-sama bersama mereka. Melepaskan rasa rindu.

Saat mentari pagi semakin menanjak. Dan sinarnya sudah mulai terasa hangat di wajah. Jane menggerak-gerakkan tubuhku. Bilang mau pergi sebentar. Kalau kata Sander sih, mereka akan menemui Oma Belle di dapurnya, membuatkanku sepotong kukis dengan topping bluberi dan jahe hangat buatannya. Mereka langsung pergi begitu saja. Menuruni tangga dengan tenang. Tanpa ada kecipak suara, sedetik kemudian mereka tiba di halaman belakang. Melambaikan tangan ke arahku yang sedang setengah tertidur di lantai dua.

"Nanti kita akan kembali membawakan janji kami, An!" Sanne berseru namun sedikit berbisik.

"Bawa yang banyak, ya! Siapa tahu Mama akan suka!"

Mereka berempat langsung berlari. Meninggalkan halaman belakang yang kosong dengan beberapa mainan anak-anak yang sudah karatan. Berderit tipis ketika di terpa angin.

Aku menguap. Kembali menutup pintu kamar. Hari ini adalah hari Minggu. Tidak ada sekolah. Rasa-rasanya dari Senin sampai Sabtu itu lama sekali, tetapi saat Minggu tiba, rasanya seperti seekor cheetah yang berlari. Super cepat. Aku kembali menarik selimut, bergumul dengan beberapa boneka kesayanganku, termasuk Teddy si beruang.

***

Ketika siang tiba menyambut petang. Aku turun ke lantai satu, menghampiri Mama yang sedang merajut di teras bersama Siti. Aku langsung menggelayut di lengannya yang kokoh, kemudian menceritakan semua yang telah terjadi. Termasuk cerita Lauren Bennett yang pagi-pagi buta tadi muncul di kamar mandi, meminta tolong, aku menjelaskan padanya jika Lauren sebenarnya seorang hantu Belanda. Mama hanya terkekeh pelan, menganggap itu semua adalah lelucon semata.

MAJENUN [SELESAI]✅Where stories live. Discover now