Malapetaka ( Part 8 )

41 3 0
                                    

Semalaman Adit dan Arif berdiskusi seru, menduga-duga tentang siapa dalang dari semua ini. Akan tetapi meskipun satu petunjuk sudah mereka dapatkan namun masih banyak misteri yang tersembunyi.

Paginya mereka dibangunkan oleh Budhe Ijah yang meminta bergabung untuk sarapan. "Begadang kalian?" tanya Pakdhe, yang melihat kuap kantuk yang sering Adit tampilkan. "Biasa Pakdhe gak bisa tidur, kalau Arif molornya cepet" jawab Adit.

Pakdhe mengangguk-anggukan kepalanya dan kembali berkata "Kamu enggak diganggu sama Ningrum lagi kan?" "enggak Pakdhe. "Enggak Pakdhe, terus gimana dengan mayat perempuan itu?" tanya Adit penasaran.

"Polisi sudah membawa jenasahnya, semoga pelakunya segera tertangkap." ujar Pakdhe alakadarnya, seolah dia sedang tidak ingin mendiskusikan penemuan mayat di Desanya. Mengerti, Adit tersenyum dan kembali memakan sarapannya walau ada sedikit rasa eneg yang muncul saat teringat mimpi tentang kepala dipanci milik Budhenya.

Setelah sarapan, Pakdhe pamitan kepada mereka untuk pergi ke ladang. Awalnya Adit ingin ikut, tapi Arif berinisiatif untuk mengajak Adit pergi ke gubuk yang semalam ditunjukan oleh Pak Dirman. Saat ini Siti merupakan kunci penting dari semua rentetan kematian para wanita di Desa Renggono. Terlebih mereka ingin memastikan jika memang Siti sudah benar-benar kembali ke gubuk itu.

"Lebih baik kita pergi ke gubuk itu lagi, kita harus memastikan kalau memang Siti masih ada ditempat itu. Terlebih dia satu-satunya orang yang bisa menuntun kita untuk menemukan dalang dari semua ini" ucap Arif saat mereka tengah duduk diteras rumah Nek Harjo.

"Aku masih tidak habis pikir, bagaimana cara si dalang menghamili wanita-wanita itu? Apakah ada ilmu yang bisa melakukan itu semua?" tanya Adit tidak mendengarkan ucapan Arif. Sejenak ada jeda, mereka berdua sama-sama diam. "Aku tidak tau, ada banyak ilmu hitam yang bisa digunakan. Justru kalau kita bisa menggali informasi dari Siti semua akan jauh lebih mudah" ucap Arif, yang memandang jauh kearah jalan Desa.

"Kita ajak Pak Dirman kalau begitu, sekalian kita pastikan kondisinya" tegas Adit. Sedang Arif hanya mengganggukan kepalanya.

Kini mereka tengah berdiri di depan pintu rumah pak Dirman, sudah puluhan kali Arif mengetuk dan mencoba memanggil lak-laki tua itu, namun tidak ada jawaban sama sekali. Adit juga berinisiatif untuk mengecek belakang rumah dengan berjalan memutar. Tetapi sama saja tidak ada seorang pun yang terlihat disana.

"Sepertinya Pak Dirman sedang pergi Rif" ucap Adit, yang baru saja sampai di sebelah Arif. "Kita langsung kegubuk, perasaanku tidak enak sedari tadi" kata Arif sambil melangkah menjauhi rumah Pak Dirman. Tidak ada bantahan yang muncul dari bibir Adit. Langsung saja Adit mengikuti langkah Arif.

"Rif... Apa tidak sebaiknya kita meminta bantuan Pak Prianto?" tanya Adit, saat mereka sudah masuk kedalam hutan. Arif berhenti, kemudian duduk dibonggol pohon yang ada disisi jalan setapak. Adit perhatikan raut wajahnya menyiratkan kekhawatiran yang selama ini jarang sekali terlihat.

Mengikuti temannya, Adit juga duduk dan menghidupkan sebatang rokok. "Aku juga berfikir demikian. Tapi akan ada banyak resiko jika banyak orang yang mengetahui semua ini. Bisa saja justru orang terdekat kita yang menjadi dalang dari semua ini" ucap Arif sambil mengusap wajahnya dengan tangan.

Benar kata Arif, selain Pakdhe dan Budhe serta Pak Amar bisa saja justru malah Pak Kades dalang dari semua ini. "Tapi bagaimana kita bisa mencari informasi tentang rumah yang didatangi Siti semalam, tidak mungkin kita menanyakan kepada Nenek ku atau orang lain. Satu-satu orang yang dengan mudah memberikan informasi itu ya Pak Prianto." Ucap Adit mencoba menjebarkan pemikirannya.

Tumbal Tali PerawanWhere stories live. Discover now