Perangkap Kematian ( Part 6 )

44 2 0
                                    

Setelah sepakat untuk bertemu dengan Arif diujung Desa. Semenjak sore jantung Adit sudah berdebar-debar, seolah sendang menantikan sesuatu. Namun ada bisikan-bisikan kecil dikepalanya untuk tidak melakukan apa yang sudah mereka rencanakan. "Bagaimana kalau nanti malah justru ketahuan? Atau nanti harus bertemu dengan Ningrum?" batin Adit kacau.

Sedari tadi memang dia sudah mempersiapkan semuanya, dia jelas akan menggunakan jendela sebagai pintu keluar kali ini. Semua sudah Adit persiapkan bahkan mencoba mengatur agar guling yang ia taruh diatas selimut seolah-olah terlihat seperti dirinya sedang tidur. Kelambu yang selama ini tidak ia pakai sengaja ia bentangkan untuk menyamarkan pandangan.

Tepat pukul 12.45 Adit sudah siap, dengan jaket dan celana gelap untuk menyamarkan pandanangannya. Sepelan mungkin dia beranjak agar tidak menimbulkan suara, dibukannya daun jendela, untung saja daun jendela kamarnya itu memiliki bentuk model bangunan lama, sehingga dengan mudah Adit langsung bisa melompat keluar.

Ditutupnya jendela kamarnya, dan berjalan membungkuk saat melewati kamar Pakdhe dan Budhe Ijah. Adit berhenti... Diam, mencoba mendengarkan jikalau ada suara-suara obrolan dari Budhe Ijah ataupun Pakdhenya. Namun semua tampak sunyi, sama halnya dengan keadaan sekitarnya.

Memandangi sekitar, terlihat begitu gelap, pohon-pohon yang menjulang tinggi serta angin malam yang dingin justru malah membuat Adit merinding. "Hih..." ucapnya saat badannya tiba-tiba saja gergetar hebat.

Sudah hampir 10 menit Adit berjalan, dari kejauhan nampak ada sosok yang tengah berdiri dibawah pohon dan sedang menyandarkan punggungnnya. Sama dengannya, pakaian yang dipakai pria itu terlihat menyatu dalam keremangan. Hanya terlihat titik kecil warna merah yang Adit yakini adalah bara api dari sebatang rokok. "Arif..." ucap Adit sambil menghela nafas dalam-dalam.

"Langsung saja, kita kesana. Lebih baik menunggu ditempat itu" ucap Arif sambil memberikan lotion anti nyamuk kepada Adit, yang langsung diterima oleh Adit. Dia tidak kepikiran jika dihutan nanti kemungkinan ada banyak serangga yang bisa saja membuat perbuatan mereka ketahuan.

"Tunggu sebentar Rif, ada yang ingin aku bicarakan" ucap Adit. "Waktu kita tidak banyak, kita bicarakan sambil jalan" kata Arif, yang mulai melangkahkan kakinya menuju kearah hutan. Adit hanya bisa mengikuti. Toh sebenarnya jauh lebih nyaman untuk berbicara dihutan dari pada diujung Desa.

Berjalan beriringan tidak ada satupun ucapan yang keluar dari bibir mereka, makin jauh masuk kedalam detak jantung Adit juga terasa makin cepat. "Gila... kemarin aku malam-malam kesini sendirian?" batin Adit yang justru heran dengan kelakuannya waktu itu.

"Kau ingat Rif, dengan wanita yang kukatakan kemarin?" tanya Adit, saat mereka sudah mulai masuk kedalam keremangan pohon. "Wanita yang mana?" ucap Arif sambil masih berjalan menapaki jalan setapak. "Wanita yang kutemui, yang memberitahukan kalau akan ada tumbal lainnya" ujar Adit.

"Kenapa dengan dia?" kata Arif yang mulai penasaran. "Tidak ingatkah kau dengan cerita Mbok Sarmin. Kalau malam-malam sebelum kematian Ningrum, dia selalu memperlihatkan dirinya. Dan kemarin dia memberikan entah itu petunjuk atau wejangan... aku tidak tau... Tapi bukankah itu aneh?" ucap Adit yang terus saja mencoba mengimbangi langkah kaki Arif yang mulai cepat.

Arif berhenti tiba-tiba, nampak sekali dari raut wajahnya dia sedang memikirkan sesuatu. "Benar, ada yang aneh... kenapa tidak terfikirkan oleh ku" ucapnya. "Benarkan, aku hanya berfikir kalau wanita ini tahu sesuatu. Aku tidak tahu... apakah saat dia berada di depan rumah Ningrum sedang memberikan peringatan atau justru sedang menandainya" ucap Adit.

"Kalau dia sedang menandai sesuatu... Dan menampakan dirinya ke seseorang, bisa dibilang orang itu jadi tumbal selanjutnya? Begitu maksudmu?" tanya Arif. Adit tersenyum kecut mendengar pertanyaan Arif. Dia tidak menyadari kalau buah pikirannya justru mengantarkan kepada pertanyaan baru... Beberapa kali Adit melihat wanita itu, bahkan bertemu dengannya langsung.

Tumbal Tali PerawanWhere stories live. Discover now