I - Telat

17 1 0
                                    

Pagi ini tidak ada keributan terdengar. Bangun pagi sangat indah, meski tau akan ada hal buruk yang akan menimpa. Sebab Raya kembali bangun telat. Menginjak umur 19 tahun, kebiasaan buruknya masih belum berubah. Biasanya ada Bunda yang selalu ribut membangunkannya. Tetapi dikarenakan Ayah dan Bunda nya sedang ada urusan di Singapura, Raya harus kembali telat untuk masuk kelas pagi.

"Bibi ga bangunin Raya kah? Ini Raya kesiangan Bi... "
Raya keluar dari kamar nya dengan nafas tersengal-sengal dan langsung berdiri di depan kamarnya yang berada di lantai dua.

"Aduh maaf non Raya, bibi dari jam 6 udah masuk ke kamar non Raya, tapi non Raya ga bergerak sama sekali. Jadi bibi turun ke dapur aja. "

"Astaga... Raya ada kelas pagi. Maaf ya bi, Raya ga denger sama sekali. Yauda deh, sarapannya dibekelin aja, bi."

Belum sempat Bi Nar menjawab, Raya langsung masuk lagi ke kamar nya untuk bersiap-siap. Hari ini ia ada kelas pagi untuk akuntansi keuangan. Plus dengan kuis nya.
Raya tidak membutuhkan waktu lama untuk mandi dan bersiap. Sebab ia lumayan mahir untuk berias secara kilat dan tanpa memakan waktu lama untuk mengukir kedua alisnya. Pakaiannya juga simple namun tetap indah dipandang. Prinsipnya yang penting rapi dan wangi.

30 menit cukup untuknya bersiap dan sekarang dia sudah berada di dalam mobil dan sedang berusaha tenang dengan lampu merah yang tak kunjung hijau. Di sampingnya sudah ada bekal dan tas yang berisi perlengkapan kuliah.

Sejak menduduki masa perkuliahan, Raya sudah tidak di antar lagi oleh Pak Suryo. Ia sudah mendapat izin dari Ayah, Bunda, serta Kakaknya. Awalnya hal ini menjadi perdebatan antara Kakak dan Ayahnya. Kakaknya menolak keras, karena bisa saja Raya pulang terlalu malam lalu terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kakaknya terlalu posesif kepada adik perempuan nya itu, sedangkan Ayahnya sangat fleksibel dan sudah menaruh kepercayaan penuh kepada Raya.

"Kak Sadewa, kakak ku tercingtah. Raya udah gede, boleh ya, Raya janji kalo ada sesuatu di jalan, Raya langsung hubungi Ayah atau Bunda. Boleh ya kak.... "

Dengan jurus rayuan maut, akhirnya sekarang Raya berada di belakang stir kemudi dan sedang menuju ke kampus dengan mobilnya sendiri.

"Woi ah, gue udah telat... "
Raya akui dia terlalu kencang untuk mengemudi di lingkungan kampus. Hampir saja dia menabrak orang yang sedang menyebrang didepannya. Orang tersebut tidak memberhentikan mobil Raya sama sekali. Ia hanya menatap sekilas kaca mobil Raya yang tidak terlalu gelap, lalu kembali melanjutkan jalannya.

"Aduh maaf ya, Raya lagi buru-buru. Entar kalo ketemu lagi, kita ngopi bareng... "

Sesampainya di parkiran gedung FEB, ia langsung berlari menuju kelasnya yang kurang dari 5 menit lagi akan di mulai.
"Dari mana aja lo, telat mulu perasaan."

Gia--mereka berusaha keras untuk tidak berpisah. Akhirnya mereka sama-sama memutuskan untuk memilih jurusan Akuntansi agar tidak berpisah dan tetap berada di passion masing-masing.

"Kesiangan. Hehe. "

Gia hanya bisa geleng-geleng melihat sahabatnya yang satu ini. Kebiasaan dari SMA belum bisa lepas dari seorang Hiraya Manawari. Sampai saat ini, Gia masih harus rajin membangunkan Raya setiap pagi dengan telepon atau bahkan datang ke rumahnya. Namun pagi ini, ia juga tidak sempat karena ada kuis pagi dan dia belum membaca materi sama sekali.

Kelas berlangsung dengan lancar dan tenteram. 1 jam berlalu, akhirnya kelas pagi yang sangat membuat Raya buru-buru berakhir juga. Gia dan Raya akan ada kelas lagi nanti siang dan mereka harus menunggu.
"Gue baru inget. Gue tadi minta dibekelin sama Bi Nar. Cari tempat dulu lah, biar bisa makan, gue laper. "

"Bahkan lo belum sarapan, Ray. Kayaknya emang kebiasaan kesiangan lo harus di hilangin sih. Udah di level bahaya dan siaga. "

"Lagak lo bahaya dan siaga. Lo kira gue status gunung aktif. Lo mau ga? Gue gatau sih menu nya apa. "

"Mau, gue mau semua masakan Bi Nar. Candu banget anjir. "

"Lo kira narkoboy sialan."

Gia menarik Raya meninggalkan gedung FEB dan menuju mobil Raya.
"Ini kita mau kemana, Gi. Lo jangan culik gue yah, nanti Kak Dewa marah. "

"Bodoh."
"Gue tadi pagi iseng naik ojek online, terus gue liat ada taman kecil gitu. Cantik banget Ray. Masih di lingkungan kampus."

Gia masih antusias menceritakan tentang taman yang dilihat nya tadi pagi. Sambil menenteng bekal yang semula ada di dalam tas Raya, sekarang sudah keluar dari tempatnya.

"Gatau sih, gue iseng aja tadi pagi naik ojek online. Lagi males nyetir, terus gue suruh dah bapaknya muter dikit. Nah, ketemu lah gue sama tu tempat. Nyaman banget keliatannya Ray, ada danau nya. "

"Lo ga salah liat kan? "

Gia masih mencerna maksud pertanyaan Raya yang membuatnya bingung.
"Anjir ya enggak lah. Orang bapak ojek online nya juga liat. Dan dia juga bilang cantik tempatnya. "

"Oke kita gas, ngueng. "

Gia duduk di samping Raya dengan tenang. Sesekali ia mengintip isi bekal yang dibawa oleh Raya. Terlihat bukan Raya yang lapar, tapi Gia yang matanya sudah sangat berbinar melihat menu didalamnya. Sederhana namun wanginya sangat menyeruak kedalam indera penciuman.

"Tadi pagi gue hampir nabrak orang. "

"Ga ketabrak kan? "

"Hampir, Gi... "

"Oh iya maap, lanjut. "

Gia menunjukkan arah jalan menuju taman yang dibilangnya kepada Raya.

"Yaudah, gue mau minta maaf sebenernya. Cuma ya lo tau kita ada kelas pagi, dan gue hampir telat. Jadinya gue lanjut aja, lagian orangnya juga ga marah atau kenapa-napa. "

"Sukur deh. Lain kali hati-hati Ray. Bukan cuma orang yang hampir lo tabrak, tapi lo nya juga bisa kena bahaya. "

Raya memberi sikap hormat kearah Gia yang menandakan dia akan mematuhi perintah si kapten. Gia seperti kakaknya yang selalu memberi wejangan. Gia bagi Raya seperti keluarga. Raya terlihat ceria diluar, namun dalamnya sangat susah cocok dengan orang lain. Yang berakhir dia hanya memiliki teman dekat yaitu Gia seorang.

"Ituuuuuu."

Raya mengatupkan rahangnya, karena memang benar tempatnya terlalu indah untuk menjadi taman tersembunyi. Di sana terlihat ada danau yang tidak terlaku besar dengan pohon tumbang yang melintang ditengahnya. Lalu pinggirannya dikelilingi oleh rerumputan hijau serta jangan lupa dengan pohon pinus yang lebat pada suhu tengah kota.

"Untung lo tadi pagi lewat jalan muter, Gi. Lumayan di jadiin markas ini mah. "

"Gegayaan lu markas kayak geng gede aja kita ni. "

Raya tertawa mendengar perkataan yang barusan dilontarkan Gia. Mereka langsung turun dari mobil dan mencari tempat dengan view yang pas untuk makan bekal dari Bi Nar.


Tbc...

CanvasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang