BAB 2: Shingo, gitaris kidal.

20 3 58
                                    

Terik panas matahari semakin gersang pada hari ini, aku dan Akane mengambil minuman dingin dari mesin vending machine yang berada di pojok lorong lantai dua sekolah. Untung saja hari ini adalah hari terakhir pembelajaran untuk musim panas karena mulai esok sudah memasuki golden week*.

"Ah, panas begini enaknya makan kakigori* di rumahmu, Kazu­-­chan! Nanti aku akan iklankan di akun Instogram-ku!" keluh Akane dengan membuka kola dingin di genggamannya. Aku akui, Akane memang sangat terkenal di jagad dunia maya—bahkan dia sudah mendapatkan centang biru karena terkenalnya. Tetapi sangat kontras dengan dunia realita, bahkan banyak yang tidak mengenalinya.

Aku memang memegang rahasia identitas Akane. Sebenarnya, dia bukanlah artis atau selebriti yang menggunakan nama asli, karena privasinya yang harus dijaga dan tak ingin dicampur adukkan. Belum lagi, akhir-akhir ini banyak penguntit yang semakin mengerikan itu lah yang menjadi alasan terbesarnya.

Tanpa kusadari, Akane melambaikan tangannya di hadapanku lalu aku kembali sadar kepada situasi sekarang.

"Iya, iya, pasti kamu bakal pesan rasa stroberi bukan?" jawabku lalu kutenggak soda limun kesukaanku untuk menghilangkan dahaga yang aku alami saat ini.

"Tentu saja! Kakigori buatanmu memang terbaik!" seru Akane.

Sepanjang kami berjalan bersama, aku dan Akane tiba-tiba merasa didorong dengan paksa, lalu banyak segerombolan siswi perempuan yang berlari ke arah selatan. Akane yang merasa marah akibat perlakuan itu pun berteriak kepada mereka, "tenang sedikit! Kalian ini bukan di konser, bodoh!" teriak Akane lalu melemparkan kaleng kola dengan kesal.

Namun nihil, sudah sangat jelas para siswi ini pasti berlari ke arah studio musik sekolah. Memang mereka sangat mengidolakan band sekolah ini yang bernama "Kuro Inari". Terlebih khusus kepada Shingo yang akhir-akhir ini menjadi sosok yang hangat diperbincangkan di kalangan para gadis-gadis di sekolah akibat penampilan mereka yang sangat gila bahkan kelewat waras karena Shingo melakukan atraksi yang diluar nalar—menghancurkan gitar dan melemparnya ke penonton seperti kesetanan.

Aku tidak bisa berbohong, Shingo memang sangat tampan dan suaranya yang serak basah bisa membuat siapa pun berdebar-debar. Aku pun awalnya juga menyukainya, namun sekarang sedikit berubah akibat tidak memikirkannya terus menerus.

"Hah, benar-benar deh. Murid perempuan di sekolah ini sudah sangat gila kalau mengidolakan Shingo," keluh Akane yang menepuk-nepukkan bokongnya yang sedikit kotor. Aku pun terkekeh dan membantu merapikan Akane yang terlihat seragamnya sedikit berantakan, "apa boleh buat? Toh, Shingo memang tampan," ujarku dengan mulai berjalan bersamanya.

Di pertengahan jalan, kulihat sosok perempuan yang mengenakan headphone melewati kami dan aku seperti mendengar gumamannya yang terdengar ketidaksukaannya dengan segerombolan siswi tersebut, "mengganggu sekali."

Aku pun menghentikan langkahku dan melirik ke arah perempuan itu yang tatapannya sangat dingin, walau dia mengenakan headphone di telinganya, dia seperti tampak familier. Namun, aku pernah menemuinya. Lantas, di mana?

***

Hari kian sore, aku berjanji pada Yuu untuk latihan baseball di batting center* kawasan Shinjuku. Aku melihat Yuu yang sudah dari tadi memegang baseball bat* di hadapanku, "Jadi, tunjukkan padaku pukulan yang sempurna seperti aku ajarkan padamu beberapa waktu lalu!" ucapnya dengan semangat.

Walau aku tidak yakin dengan pukulanku saat ini, aku hanya bisa tersenyum tipis dan mengangguk untuk menyetujui dari tantangan Yuu. Aku pun masuk ke dalam arena batting, entah mengapa aku merasa sedikit gugup karena dilihat langsung oleh Yuu.

Summer BluesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang