Bagian 5

146 20 3
                                    

PEREMPUAN ITU IBUKU
Bagian 5

***

"Rumahnya kebakaran?" tukas Melinda ketika Gio bercerita.

Gio mengangguk. "Waktu itu, adalah hari yang tak pernah kulupa seumur hidupku. Hari paling menyakitkan."

"Lalu ibumu ke mana saat itu?"

Gio mengedikkan bahu. "Setahuku dan dari cerita orang-orang, Ibu mencari utangan ke toko-toko. Tak ada yang memberi utangan. Kemungkinan Ibu juga sudah depresi saat itu. Shanum belum nyusu dari siang. Susunya habis. Sedangkan Ayah …."

Gio mendengkus kasar. Ia selalu ingin  marah ketika mengingat perlakuan ayahnya pada ibu. Terlalu menyakitkan. Ayahnya lah penyebab ibunya depresi berat dan tak tertolong.

Mayang datang membawa dua minuman. Es jeruk dan nastar. Menaruhnya di meja. Gio dan Melinda mengucapkan terima kasih. Setelah Mayang kembali ke belakang, barulah Gio kembali bercerita.

Saat itu ….

Motor yang ditumpangi Gio, Sulastri, dan Ardan, berhenti di depan rumah Adira. Mereka turun. Gio lebih dulu berlari masuk disusul Sulastri.

Gio melihat Shanum yang sudah tak bergerak dengan mata terbuka. Ia ingin mendekat, tapi Sulastri sudah lebih dulu sampai di kamar. Sedikit mendorong bahu Gio agar menyingkir dan berjalan mendekati ranjang. Wanita 49 tahun itu menyentuh wajah Shanum lalu seketika ia membelalak. Digendongnya Shanum dan menepuk-nepuk pipi bayi itu.

"Ya Allah, Shanum!" Sulastri menjerit. "Shanum, cucu Eyang. Bangun yuk bangun. Shanum ya Allah!" jeritnya histeris.

Tubuh Gio bergetar, air matanya meleleh dan ia tak berani mendekat atau sekadar bertanya. Perasaannya tak enak, seperti paham apa yang terjadi.

"Kenapa, Buk?!" Ardan pun berlari ke kamar.

"Shanum, Dan, Shanum! Ya Allah, Shanum!" Sulastri memeluk Shanum dan terus menangis.

"Apa sih?!" Ardan pun mendekat. Ia mengulurkan tangan menyentuh tubuh Shanum. Menelan ludah ketika tahu bahwa bayi itu sudah tak bernyawa.

"Panggil masmu, cepat!" perintah Sulastri.

Ardan segera berlari keluar. Sulastri semakin histeris. Gio terjatuh. Ia pun mulai sesenggukan.

Tetangga sebelah rumah langsung datang. Dan seketika hebohlah keadaan rumah itu, apalagi ditambah tetangga-tetangga lain yang datang.

"Coba bawa ke dokter atau panggil bidan buat dites dulu, Mbakyu."

"Iya coba panggil bidan. Biar dites kenapa bisa sampai meninggal."

"Kata Gio kejang-kejang kan? Emang sebelumnya ada demam?"

"Kalau demam, terus si Adira ke mana?"

"Nah iya ke mana Adira? Coba suruh orang buat nyari."

"Nggak perlu!" sentak Sulastri. Ia semakin sakit kepala saat semua orang justru menyuruh ini itu. "Nggak perlu nyari Adira. Biarkan saja dia. Ibu biadab seperti itu tidak pantas datang ke rumah ini lagi. Kalau pun datang, akan kuusir dia!"

"Tenang, Mbakyu. Tenang. Sabar." Salah satu tetangga mengelus punggung Sulastri.

"Shanum?!" seru Aldi ketika pulang dan langsung datang ke kamar. Kamar sudah penuh dengan warga. Mereka menyingkir memberi jalan untuk Aldi.

Lelaki itu mengambil alih Shanum. Ia merengkuh erat dengan mata memerah berkaca-kaca. Tangannya bergetar dengan gigi bergemeletuk menahan amarah. Ia sudah mendengar cerita dari Ardan. Bahwa Adira tidak ada di rumah, dan belum pulang hingga sekarang.

Menyembuhkan Luka IbuWhere stories live. Discover now