Bagian 4

143 20 2
                                    

PEREMPUAN ITU IBUKU
Bagian 4

***

"Hai!" Melinda menyapa ketika Gio baru saja berjalan ke ruang tamu. "Lihat aku bawa apa?"

Gio tersenyum dan menggeleng pelan. "Kenapa bawa banyak sekali, Mel. Apa itu?"

"Abisnya aku bingung harus bawa apa. Jadi aku borong aja semua. Cuma buah jeruk, apel, strawberry, anggur, dan kelengkeng."

"Nggak sekalian setokonya kamu borong?" Gio terkekeh sambil mengambil alih semua plastik berisi buah-buahan dari tangan Melinda.

"Kamu mau?"

"Heh bercanda!"

Melinda tertawa. "Aku juga bercanda. Gila aja aku bawa setokonya ke sini."

Gio tertawa lalu mengajak Melinda masuk menuju dapur. Gadis 27 tahun itu sudah terbiasa datang ke rumah Gio. Itu sebabnya ia pun santai saja di sana.

"Mana Ibu?" tanya Melinda ketika berjalan menuju ruang makan mengikuti Gio.

"Ada di kamar. Tadi sempet rewel sebentar ingat anaknya yang namanya Gio."

"Huh! Andai Ibu tahu bahwa sekarang Gio sudah tumbuh besar dan gagah."

Gio menahan senyum. "Kamu bilang apa barusan? Coba ulang?"

"Yeee kepedean dibilang begitu! Dah ah, aku nyusul ke kamar aja ya?"

"Masuk aja. Nanti aku nyusul."

"Thankyou!"

Ketika Melinda ke kamar Adira, Gio menyuruh Mayang membantunya mencuci buah-buahan itu. Sedangkan ia menaruh buah jeruk ke piring besar lalu membawanya ke kamar.

Di dalam kamar, ia melihat Melinda sudah duduk di tepi ranjang dan mengajak Adira bicara.

"Ngobrol apa kalian?" tanya Gio dan berjalan masuk.

"Ada deh! Urusan perempuan tahu. Ya kan, Bu?"

Adira tak menyahut, ia diam saja sambil memeluk boneka perempuan yang selalu ia timang layaknya bayi.

"Awas kamu!" Gio terkekeh lalu menawarkan jeruk pada Adira. "Ibu mau jeruk? Tebak siapa yang beli?"

Adira mendongak dan menatap jeruk di tangan Gio. "Jeruk?"

"Iya. Mau? Gio kupasin, ya." Gio menarik kursi dan duduk, lalu mengupas jeruk tersebut.

"Rasanya tuh pengen kuvideoin kamu tuh terus taruh di sosmed, pasti viral." Melinda menatap Gio haru.

Gio terkekeh. "Buat apa viral? Buat dihujat sama netizen."

"Duh kebangetan sih kalau ada yang ngehujat orang sebaik kamu. Yang ada cewek-cewek langsung pada naksir kamu."

"Masaaa? Kamu nggak cemburu nanti?"

"Dih!" Melinda mencubit lengan Gio, yang dicubit hanya tertawa.

Zahra yang sejak tadi berdiri di sana berdehem. "Mas Gio, saya ke keluar dulu ya. Kalau butuh bantuan panggil aja."

Gio mengangguk dan Zahra langsung keluar.

Gio dan Melinda bercanda sambil mengajak Adira bicara. Lama-lama Adira menegur, "Jangan berisik, ya. Anak saya bangun nanti."

Melinda dan Gio langsung menghentikan tawa. "Maaf ya, Bu." Melinda menutup mulut.

"Ibu sudah ngantuk?" tanya Gio sambil mengelap mulut sang ibu dengan tisu.

Adira mengangguk. "Saya mau buat susu dulu. Anak saya lapar."

"Ini susunya." Gio mengambil dot susu yang terletak di meja samping ranjang. Dot berisi susu sungguhan, tapi bagian putingnya tidak bolong. Sengaja disiapkan di sana untuk berjaga-jaga jika Adira meminta.

"Terima kasih." Adira tersenyum lalu mulai memberikan dot susu itu pada boneka yang ditidurkan di sampingnya.

"Kita keluar aja ya, Mel. Ibu biar tidur dulu." Gio bangkit dari kursi yang diikuti oleh Melinda.

"Gio keluar dulu ya, Bu." Gio mengelus rambut Adira pelan. Adira hanya mengangguk sebagai jawaban.

Sesampainya di luar kamar, Gio menyuruh Zahra menjaga Adira. Gadis itu langsung mengangguk dan masuk kamar. Sedangkan Gio mengajak Melinda ke ruang tamu, setelah menyuruh Mayang membuatkan minum.

"Aku penasaran, Gi. Dulu adek kamu meninggalnya kenapa, ya? Maaf kalau terkesan kepo." Melinda bertanya ketik sudah sampai di ruang tamu dan duduk di sofa.

Gio mengedikkan bahu. "Aku juga bingung. Dulu, Ibu manggil aku pas aku main. Disuruh jagain adek katanya ibu mau beli susu. Aku nurut aja. Awalnya adekku tidur, terus bangun dan nangis. Aku nyoba buat nenangin, tapi dia nangis terus. Aku nggak tau mesti gimana. Di rumah nggak ada orang. Ayahku kerja. Ibuku pergi dan nggak pulang-pulang. Lalu …."

Gio menarik napas panjang saat mengingat kejadian lima belas tahun lalu.

Saat itu sekitar jam empat sore, Shanum menangis terus-terusan karena lapar. Gio yang menjaganya hanya bisa menenangkan sebisanya.

"Adek jangan nangis ya. Tungguin Ibu. Ibu lagi beli susu buat adek. Sabar, ya " Gio terus berucap sambil menepuk-nepuk paha Shabum.

Shanum tak berhenti menangis. Malah kian keras hingga mukanya memerah. Air matanya meleleh. Tak lama kemudian batuk, lalu muntah, disertai kejang-kejang. Gio panik, dan malah ikut menangis. Ia berlari keluar lalu menaiki sepeda menuju rumah eyangnya yang terletak di beda RW saja. Gio tak berani meminta bantuan tetangga rumah karena takut kena marah. Sedangkan tetangga sebelahnya lagi, rumahnya selalu tutup karena kerja hingga malam.

"Eyang! Eyang!" panggil Gio ketika sampai di rumah eyangnya. Meletakkan sepeda begitu saja dan berlari masuk sambil berteriak memanggil.

"Ada apa sih, Gio! Eyang lagi masak!" balas Sulastri dan berdecak kesal karena terganggu.

"Eyang cepat ke rumah, adek kejang-kejang! Cepat Eyang!" Gio menarik tangan eyangnya.

"Kejang? Kok bisa? Di mana ibumu?"

"Ibu beli susu dan belum pulang. Ayo, Eyang cepat!"

"Duh ada-ada saja!" Sulastri pun langsung berteriak memanggil anak lelakinya. Adik dari Aldi.

"Ardan! Cepat antar Ibu ke rumah masmu. Cepat!" Sulastri berteriak memanggil sambil menggedor kamar anaknya.

Ardan yang ada di kamar sedang tidur itu berdecak kesal. Ia bangun dan membuka pintu karena Sulastri tak berhenti memanggil dan menggedor pintu kamarnya.

"Apa sih, Buk?"

"Cepat antar Ibu ke rumah masmu. Shanum kejang-kejang katanya."

"Hadewh! Kan ada ibunya. Napa sih repot-repot segala sampe ganggu orang tidur."

"Di rumah nggak ada orang. Cepat! Jangan protes mulu kamu!" Sulastri menarik tangan Ardan keluar.

Ardan menggerutu sambil mengeluarkan motornya. Gio sudah menunggu tak sabar dari tadi, ingin meminta agar pamannya itu cepat-cepat takut kena bentakan.

Akhirnya Ardan membawa Gio dan Sulastri pergi menggunakan motor. Mereka lupa, jika di dapur, kompor masih menyala.

***

MAU GABUNG GRUP BERBAYAR? HARGA 55K YANG MAU BISA LANGSUNG WA 08888118689

Menyembuhkan Luka IbuWhere stories live. Discover now