Hogwarts's student

43 4 1
                                    

•••



Sejarah Sihir adalah pelajaran paling membosankan di daftar pelajaran mereka.
Profesor Binns, gurunya, adalah satu-satunya guru yang hantu, dan hal paling seru yang pernah terjadi di kelasnya adalah saat dia memasuki kelas menembus papan tulis. Profesor Binns sudah tua sekali dan berkeriput. Banyak orang bilang dia tidak sadar dia sudah meninggal. Dia bangun begitu saja untuk mengajar pada suatu hari dan me-ninggalkan tubuhnya di kursi berlengan di depan perapian di ruang guru.
Rutinitasnya tidak berubah sedikit pun sejak saat itu. Hari ini sama membosankannya seperti biasa. Profesor Binns membuka catatannya dan mulai membaca dengan nada datar membosankan seperti dengung penyedot debu tua.

Nyaris semua anak di kelas tertidur nyenyak, kadang-kadang terbangun cukup lama untuk menulis nama atau tanggal, kemudian tidur lagi.
Regulus duduk bersama Evan. Barty terkena flu berat, berada di sayap rumah sakit.

"Dia tidak akan sadar meskipun dilempari pena- kan?" Evan menguap lebar, sudah setengah jam profesor Binns mengoceh, Regulus tidak tidur ataupun mendengar, mereka berdua duduk di sebelah jendela, memperhatikan anak-anak kelas satu yang sedang berlatih terbang.
Regulus setuju dengan ucapan Evan, "kuharap dia cepat sadar, menjadi hantu yang lebih menyenangkan." Evan terkikik, kemudian kembali pada acara 'tidur siangnya.

•••

Pelajar terakhir adalah Ramalan oleh profesor Trawley yang berada di menara sebelah Utara Kastil. Dia tiba di kelas paling aneh yang pernah dilihatnya. Malah, ruang itu sama sekali tidak kelihatan seperti kelas. Lebih cocok dikatakan campuran antara loteng penyimpan barang dengan tempat minum teh kuno. Paling tidak dua puluh meja bundar kecil ber-desakan dalam ruangan itu, semuanya dikelilingi oleh kursi berlengan dan puf-kursi bundar empuk. Di atas masing-masing meja ada lampu dengan cahaya merah remang-remang.

Gorden-gorden jendela semua tertutup, dan semua lampu dikerudungi syal merah tua.
Ruangan itu panas dan pengap, dan perapiannya yang menyala di bawah rak pajangan yang penuh, menguarkan bau harum tajam yang membuat pusing, sementara apinya memanasi ceret tembaga besar. Rak-rak yang mengelilingi dinding melingkar dipenuhi bulu-bulu berdebu, puntung-puntung lilin, berpak-pak kartu kumal, bola-bola kristal keperakan yang tak terhitung banyaknya, dan berderet-deret cangkir teh.Mendadak terdengar suara dari dalam keremangan, suara lembut sayup-sayup seakan terselubung kabut. "Selamat datang," katanya. "Senang sekali melihat kalian di dunia nyata akhirnya." Kesan pertamaadalah seperti melihat se-rangga besar berkilauan. Profesor Trelawney bergerak ke dalam lingkaran cahaya perapian, dan mereka melihat wanita yang sangat kurus, kacamatanya yang lebar memperbesar matanya sampai beberapa kali ukuran normal.

Dia memakai selendang tipis berkelap-kelip. Rantai-rantai dan kalung-kalung yang banyak sekali bergantungan di lehernya yang panjang dan kurus, dan lengan serta tangannya dihiasi bermacam gelang dan cincin. "Duduklah, anak-anakku, duduklah," katanya, dan mereka semua duduk dengan canggung di atas kursi berlengan atau puf. Regulus, Evan, dan narcissa duduk mengelilingi meja bundar yang sama.

"Selamat datang di kelas Ramalan," kata Profesor Trelawney, yang duduk di kursi berlengan di depan perapian. "Namaku Profesor Trelawney. Kalian mung-kin belum pernah melihatku. Menurutku terlalu sering turun ke hiruk-pikuknya sekolah akan meredupkan Mata Batinku." Tak seorang pun berkomentar atas pernyataan yang luar biasa ini. Profesor Trelawney dengan halus me-rapikan selendangnya dan meneruskan, "Jadi kalian telah memilih mempelajari Ramalan, ilmu yang pa-ling sulit dari semua seni sihir. Aku harus memper-ingatkan kalian dari awal bahwa jika kalian tidak memiliki Penglihatan, hanya sedikit sekali yang bisa kuajarkan kepada kalian. Buku-buku hanya bisa meng-ajari kalian sedikit sekali di bidang ini..." Mendengar ucapannya ini, Regulus meyakinkan dirinya, wanita ini sinting.

Profesor Trelawey memeberikan pelajaran pertamanya-penglihatan pada Bunga mawar hitam. Ia mengoceh dengan cepat, kacamatanya yang besar sesekali merosot. "Ada yang tau apa arti dari semua ini." Dia mendekat pada Evan yang sedang memetik kelopak bunganya. Anak itu terkejut mendapati wajah konyol profesor Trelawwey. "Sungguh tidak benar-kau merusak masa depanmu nak! Kau akan mati muda!" Wanita itu histeris mengambil kelopak bunga mawar yang sudah berserakan.

The Black  [ 𝑅.𝒜.𝐵 ] Where stories live. Discover now