BAGIAN 7 (Bunda Sakit?)

51 22 34
                                    


"Bos, murung bener mukanya, kaya beban idupnya berat aja gitu. Padahal kalau pulang ke rumah ya sama aja jadi beban, kayak kita-kita," cibir seseorang dengan baju seragam yang sudah tak rapih lagi. Tangannya membuka kulit kuaci dan memakannya. Namanya Marvin.

Dean yang berada di sebelah cowok itu pun lantas mengangguk-anggukkan kepalanya beberapa kali, "Suka bener kalau ngomong. Lagi mikirin utang kali tuh anak, kusut bener mukanya kayak baju numpuk yang belum di setrika emak!" Ucap Dean sambil melirik Arhan.

"HAHA ANJIR! Ya kali bos punya utang, orang kalo kita mampir ke istana nya aja emm!! Wangi duit bro, bukan maen!" Tawa lepas keluar dari Marvin yang tengah membuka kulut kuaci itu, kemudian terbatuk kecil karena makan sambil ngomong.

Sangking kaya nya kali ya, istana yang di maksud Narvin adalah rumah milik Ardan.

"Kualat lo, keselek kuaci noh, mampus!" Dean mencibir pada Marvin yang sibuk ngupas kulit kuaci.

"Yee dasar beban ortu! Malah nyumpahin!" Jawab Marvin sambil mencebikkan mulutnya kesal, lantas melempar kulit kuaci tersebut pada Dean.

"Berisik lo pada! Nebeng lagi gue Yan," ucap Ardan yang dibicarakan kedua orang itu lantas membuka suaranya dengan kesal. Bahkan terdengar beberapa kali decakan keluar dari mulut cowok itu.

Dean mendelik pada Ardan, ketiganya kini tengah berada di parkiran. "Yan, Yan, bapak lo Yanto!" Dengusnya kesal.

"Nggak bisa gue, mau nganter calon mantu bapak gue dulu," lanjut Dean menatap Ardan yang berdecak lagi.

"Ah elah bucin!" Sahut Marvin.

"Jomblo diem!" Jawab Dean langsung.

"Wah, wah, ngehina kita itu. Kasih paham Bos!" Ucap Marvin menatap Ardan yang menatap malas keduanya.

"Bacot!" Ardan mengumpat lantas menghela nafas kasar.

"Lah, Bos juga'kan jomblo." Lanjut Marvin yang melihat Bos nya itu kesal.

Tak lama seorang gadis sampai di hadapan mereka bertiga. Gadis dengan rambut sedikit kecoklatan itu memandang Dean dengan ceria.

"Udah selesai piketnya?" Tanya Dean lembut pada pacarnya, namanya Delina.

Delina mengangguk. Sedangkan Ardan dan Marvin menatap malas keduanya.

"Sip. Ya udah ayo naik," Lanjut Dean mengkode agar gadis itu segera menaiki motornya. Lalu memberikannya helm yang segera dipakai oleh gadis itu.

Setelah siap. Dean lantas menatap kedua temannya dibalik helm full face-nya itu. "Duluan bro!" Ucapnya sedikit berteriak karena Dean sudah menyalakan mesin motornya.

"Iye! Hati-hati dah jangan sampe belok ke hotel!" Marvin mencibirkan mulutnya lalu tertawa kecil setelah itu.

Delina merasa risih dengan ucapan cowok itu, yang tentu saja di lihat oleh Dean.

"Anjir! Nggak lah, emang gue cowok apaan?" Dean sampai bergidik ngeri memikirkannya. Walaupun dirinya terkenal dengan bandit sekolah, alias 11 12 sama Ardan, sering bolos, hobi keluar masuk BK, rokok tawuran itu sudah biasa baginya tapi yaa nggak sampai salah pergaulan lebih lah, istilahnya. Ia masih bisa berpacaran sehat.

"Iye iye, mau gue bilang lo cowok alim juga nggak bakalan mungkin, sampe ajal lo menjemput." Marvin memang selalu begitu tidak bisa menyaring dulu ucapan yang dikeluarkan oleh mulutnya. Suka asal ceplas-ceplos!

Dean tak mengindahkan itu, lantas ia menancapkan gas motornya keluar dari parkiran meninggalkan Ardan dan Marvin.

"Bos, kapan dah kita punya boncengan?" Marvin bertanya pada Ardan namun matanya masih menatap Dean dan Delina yang masih terlihat di pandangannya.

Unspoken Love (Ayesha Gabriella)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon