BAGIAN 5 (Sang Badboy)

46 27 27
                                    

Seorang cowok dengan balutan kaos putih itu berjalan pelan menuruni tangga, berjalan mengendap-endap menuju pintu utama. Karena suasana ruangan yang gelap membuatnya susah untuk berjalan sedikit cepat.

Dirinya celingukkan melihat sekeliling, dan menghela nafas lega saat kondisi ruangan tersebut sepi. Dia mengembangkan senyumnya.

Saat hendak memegang gagang pintu, cowok tersebut di kejutkan dengan lampu yang tiba-tiba menyala, menerangi ruangan itu termasuk dirinya.

"Mau kemana kamu?"

Cowok itu meringis pelan dibuatnya. Suara bundanya tersebut menghentikan pergerakannya dan tetap berdiri di depannya.

Sampai suara langkah kaki bundanya itu mendekatinya, cowok tersebut memejamkan matanya sejenak, membatin dalam hati.

"Hm, mau pergi kemana kamu jam segini, hah!?" Liana, bundanya itu segera menjewer sebelah telinga Ardan membuat sang empunya meringis kesakitan dan menatap sang bunda.

"Ampun Bun," ucapnya tertahan sambil mangap-mangap. Jeweran di telinganya semakin keras membuatnya kembali meringis pelan.

Liana berdecak pinggang dengan sebelah tangannya yang masih menjewer telinga anaknya. "Apalagi alasan kamu malam ini? Jawab Bunda!?" Tanya Liana dengan jengkel menatap puteranya.

"Nongkrong sama temen?"

"Balap liar?" Tanya Liana beruntun. Sedangkan Ardan hanya bisa membatin, menerima semprotan kata-kata dari Bundanya.

"Kerja kelompok? Hah, Bunda ga yakin. Lagian mana ada murid kerja kelompok berangkat malem-malem gini, nggak waras kamu?!" Liana berteriak sedikit keras membuat Ardan meringis kecil, padahal dirinya bukan mau kerja kelompok.

"Jujur sama Bunda!"

"Kamu nggak capek apa? Kamu nggak kasihan sama Bunda?" Tanya Liana dengan geram sambil menujuk wajah Ardan.

"Bunda capek sama tingkah kamu--"

Ardan lantas memotong. "Ya udah mending sekarang Bunda istirahat!" Jawabnya cepat. Sedetik kemudian ia memukuli mulutnya pelan. Kenapa tiba-tiba kata-kata itu keluar dari mulutnya? Wah, bisa kena amukan lagi ini mah.

Liana melepas jeweran pada telinga anaknya, lantas Ardan menghela nafas lega langsung mengusap-ngusap telinganya yang sedikit memerah.

Namun sedetik kemudian, Liana mencubit perut anaknya itu dengan keras.

"AWS! ARGH SAKIT BUNDA!!" Teriak Ardan dengan keras mengerang kesakitan. Dengan cepat menahan tangan bundanya yang hendak mencubitnya lagi.

"Apa hm? Nggak kapok-kapok Bunda bilangin! Jangan keluyuran Ardan!! Kenapa sih, udah Bunda bilang berkali-kali!?" Ardan memejamkan matanya karena teriakan nundanya yang tepat berada di depan wajahnya.

"Awsh, sakit Bun." Ardan mengadu kesakitan.

"Gini aja sakit, giliran tawuran aja nggak ada sakit-sakitnya!" Sambar Liana emosi.

"Mana kunci motor kamu sini!?" Tanya Liana sambil merogoh saku celana cowok itu, dan yap. Liana langsung mendapatkannya.

"Yah, Bun!" Ucap Ardan karena bundanya itu langsung mendapatkannya. Sial.

Ardan bergerak cepat untuk mengambil kunci motor itu kembali dari tangan bundanya. "Bun, ja--"

"Bunda sita benda ini seminggu kedepan!" Teriak Liana kemudian berbalik menaiki tangga.

Ardan membulatkan matanya terkejut. "Bun! Bunda, jangan gitu dong. Nanti Ardan susah kalau apa-apa nggak ada motor. Bunda tau sendiri kan, Ar--" Ardan mencoba mengejar langkah bundanya itu, ia harus bisa mengambil kembali kuncinya.

Unspoken Love (Ayesha Gabriella)Where stories live. Discover now