14.Tak Seharusnya Terdengar

45 3 0
                                    


"Aleon lagi? Mau sampai kapan Atama? Kakak tanyanya kamu bukan Aleon."

"Gw aja gak tau mau cerita apa.."

Dokter Juna kembali menghela nafas. Setiap Atama kembali ke ruangan, tak satupun ia lewatkan untuk menceritakan sang adik. Juna juga ingin mendengar semua yang dirasakan anak itu.

"Adik kamu tau kalo kakaknya ini setiap bulan kesini?"

Keterdiaman Atama langsung dimengerti oleh Juna sendiri. Kedua anak itu tak pernah jujur satu sama lain.

"Dia gak harus tau tentang penyakit gila gw kan."

"Kata siapa kamu gila?"

"Kalo gak gila apasih kak? Gw aja periksanya dirsj, apalagi kalau gak gila?"

"Sebenarnya ini yang dokternya siapa sih? Gak semua yang ada disini gila Atama, kakak gak suka ya kalo kamu memutuskan sesuatu sendiri tanpa mendengar penjelasan apapun."
"Kamu gak gila, inget kata kakak."

"Iya kak Juna ganteng, iya.."

•🌻•

Garis bibirnya terangkat, ditangannya sudah ada dua kantong berisi makanan dan minuman yang rencananya akan ia makan bersama Aleon.

Atama membelinya bersamaan dengan perjalanan pulangnya tadi. Ah tak sabar rasanya, menyantapnya bersama adiknya.

Atama yang awalnya ingin berteriak memanggil adiknya terhenti saat melihat ayahnya berada dikamar sang adik. Ia bertanya-tanya apa gerangan sang ayah sampai memasuki kamar Aleon. Ngomong-ngomong soal Aleon, dimana anak itu sekarang?

"Lo ngapain disini?" Ucap seseorang menepuk pundak Atama yang ternyata Aleon.

"Mending Lo pergi dari sini dulu deh jangan masuk kamar." Perintah Atama seperti bisikan bagi Aleon.

"Lah emang kenapa?"

"Ayah..." Ucap Atama menggantung membuat Aleon tambah bingung.

Atama menjitak pelan kepala adiknya saat tak kunjung konek dengan apa yang ia bicarakan.

"Ayah dida_"

"Apa yang kalian berdua lakukan disini?" Ucap sang ayah menatap kedua anaknya.

Tatapan tajam ayahnya pada Aleon disadari oleh Atama. Pandangannya melirik kearah amplop yang sangat familiar dimatanya.

"Bisa berbicara denganmu Aleon? Atama selesaikan tugasmu dan cepat tidur, jangan menunggu adikmu."

"Baiklah ayah." Ucapnya dengan nada terpaksa dan bebalik kekamarnya meninggalkan Aleon dan ayahnya yang berjalan kearah berbeda.

Sepertinya keduanya akan keruang kerja ayahnya. Makanan dan minuman yang ia beli sebelumnya sudah ia tata dimeja makan.

Langkah Atama terhenti, ada perasaan mengganjal di hatinya setelah kepergian sang ayah. Ia putar balik, setidaknya Atama harus tau apa yang sebenarnya terjadi walau caranya tak sopan.

Pasalnya ia masih terpikirkan amplop kertas yang dibawa ayahnya tadi. Ia penasaran, untuk apa amplop diagnosis rumah sakit ada ditangan ayahnya? Dan apa hubungannya dengan Aleon?

•🌻•

Ayahnya selalu mengatakan kesempurnaan adalah emas. Untuk keluarga Nareksa sendiri kesempurnaan adalah harga diri. Dan kekurangan itu sendiri bagaikan aib bagi keluarga mereka.

"Kamu tau kertas apa yang ada di amplop ini Aleon?"

Dapat ia lihat sang ayah melemparkan kertas diamplop itu. Dibalik pintu ruangan itu Atama mendengarkannya dengan seksama walau hatinya merasa tak tenang.

"Menjijikkan." Ucap tuan Nareksa, ia sejenak menjeda sebelum melanjutkan perkataannya. "Bagaimana bisa seorang aib sepertimu menjadi keturunanku?"

Tangan Atama ngerat pada gagang pintu. Matanya berair, rasanya pasti sangat sakit berada disana. Ingin rasanya ia berlari kearah adiknya dan memeluknya erat, tapi ia tak bisa. Takutnya pada sang ayah selalu mendominasi.

"Ayah.." Aleon mencoba menggenggam tangan ayahnya tapi ditepis langsung oleh sang ayah.

"Kau benalu Aleon, Sungguh bagaimana bisa aku punya keturunan sepertimu! JAWAB AKU!" Ucap tuan Nareksa menekan erat pundak Aleon.

"Ini takdir ayah... INI TAKDIR, tak ada yang menginginkan penyakit sialan ini. Aleon juga tak menginginkannya.."

Tangan Atama bergetar, tak ada dalam bayangannya ia mendengar penuturan yang sangat menyakitkan dibalik pintu itu. Ucapan Aleon terdengar jelas di indra pendengarnya.

Hatinya jatuh seakan tak mampu berpikir, jadi selama ini adiknya sakit? Tapi kenapa ia tak pernah tau. Kakak macam apa dirinya, apa sejauh itukah jarak diantara mereka.

Cklek

Pintu ruang kerja ayahnya terbuka memperlihatkan Aleon yang terlihat terkejut saat melihatnya.

"Aleon.. "Ucap Atama bergetar.

Atama tak bisa berkata-kata lagi, batinnya miris melihat sang adik yang terlihat begitu berantakan.

"Jangan liat gw kayak gitu, gw cuma sakit bukan mati."

"Aleon!"

"Kenapa? Gw bukan orang yang pantas Lo kasihani jadi tolong jangan liat gw seakan hidup gw bentar lagi berakhir."

°°°

~to be continued

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

~to be continued

The Nareksa || Lee Haechan ft. NCT DREAM Where stories live. Discover now