Ikan? Tidak. Cupang? Oke.

1 0 0
                                    



Dua Tahun Yang Lalu....

Jujur saja, kalau masalah menghafal. Aku ini malapetaka berjalan.

Aku sebenarnya sudah melupakan kejadian ini. Benar kata Kayla saat makan malam. "Aku bisa meramal, namun sebagai gantinya orang-orang di sekitarku akan mendapati mimpi buruk dari masa lalu mereka. Sepertinya nanti malam kamu akan bermimpi buruk dari masa lalumu."

Aku, bersama Paman Rascal ( yang nantinya akan menikah dengan tante Rascal ), dan Aizel sedang mendapat tugas khusus: 'Hancurkan dan bantailah sekolah ini. Titik.' Ini maksudnya adalah sekolah pembunuh yang ditunjuk oleh Raja Ketiadaan.

Matahari sedang mengeluarkan sedikit demi sedkit cahayanya. Aku sekarang mengenakan jubah hitam panjang. Syal biru melilit di leherku. Rambut yang tidak bisa turunku terlihat acak-acak. Apalagi mataku, mataku terlihat sangat dingin yang membuatku sangat pas menyandang gelar pembunuh.

Paman Rascal memakai jubah resmi militer berwarna biru. Perawakannya seperti laki-laki berumur tiga puluhan. Kacamata kotaknya selalu bertengger di hidungnya.

Aizel mengenakan kaos organisasi. Celana jins dan pedang yang tertempel di pinggangnya.

Kita sedang berada di atas sebuah tepi bukit. Jika kita menatap ke bawah.Di bawah sana terlihatlah sebuah sekolah akademi yang besar. Terlihat menara-menaranya, tiang-tiang marmernya, dan patung-patung yunani yang sangat elok.

"Rencananya seperti biasa." Paman Rascal membenarkan headset yang berfungsi sebagai komunikasi.

"Biasa apanya? Paman selalu saja mengatakan 'biasanya'?" kata Aizel santai.

"Hmm, Aizel." Paman Rascal menahan amarahnya, Sambil sedikit berdeham.

"Hembusan Lautan Terdalam, bukan?" Aku bertanya berusaha menyelamatkan Aizel.

Paman Rascal mengangguk. "Kau dan Aizel menyerbu sekolah itu. Paman di sini mencari informasi. Akan kukabarkan jika ada sesuatu yang penting. Kita akan mulai dalam--"

"Satu"

"Dua"

"Sekarang!"

Aku dan Aizel langsung melompat ke bawah.

Tunggu.

Daripada dikatakan 'melompat'. Lebih tepatnya aku yang sedang meluncur ke bawah dengan kecepatan yang sangat cepat bagai burung Elang yang ingin menerkam mangsa.

Aku menemui permukaan tanah. Aku lalu berguling dan dilanjutkan berlari menuju taman perkarangan sekolah itu. Taman itu sangat luas. Namun aku menuju pintu sekolah itu dengan sangat cepat. Sampai-sampai jika kalian melihatnya, maka kalian akan tidak percaya bahwa remaja berumur lima belas tahun dapat melakukan itu. Aku berpikir-pikir. Mengapa dulu aku mau diberi tugas untuk membantai satu sekolah hanya dengan beranggotakan dua orang!

Aku tiba di pintu. Tidak ada penjaga. Dan krek, tidak terkunci? Sepertinya yang menjaga sedang ada pergantian shift. Atau, ini memang sudah rencana paman Rascal supaya kita datang waktu pergantian shift? Wow.

"Oi, bisanya kau lagi-lagi meninggalkanku di belakang, Wiro!" Suara Aizel di headsetku.

"Cepatlah, aku masuk dulu!" Aku masuk duluan.

Mula-mula aku berjalan di koridor-koridor. Aku melihat satu-dua kelas yang sedang memulai pelajaran. Siswa-siswi bercanda, burung-burung berkicau, suara halus air mancur. Sekolah ini seperti menunjukkan kebahagiaan----- Namun, sayang mereka harus berhadapan denganku.

Aku takjub dengan kehidupan seperti ini. Aku semenjak kecil sudah menjadi pembunuh. Tidak mengetahui ada kehidupan lain yang lebih bahagia seperti di sini. Oh andaikata hidupku seperti ini. Tidak!, pikirku. Tidak boleh. Hidupku hanya untuk kuabdikan kepada Raja Ketiadaan. Raja Ketiadaan adalah ketua organisasiku, guru bagiku, atau bahkan , orang tua bagiku. Hidupku hanya untuknya, tidak untuk yang lain.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 18 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Wiro And The Seven King Of DestructionWhere stories live. Discover now