Bab 9. Just for this moment

6 0 0
                                    

Jehan sudah bersiap di depan cermin, mengenakan kemeja oversize biru dan celana slimfit khaki bergaris yang nampak cocok di tubuhnya, dia semprotkan parfum di sekitar pergelangan tangan dioleskannya ke belakang telinga

Dia sangat senang karena hari ini akan 'kencan' bersama Lovina, meskipun bukan kencan yang sesungguhnya namun bagi Jehan ini adalah moment yang sangat dia tunggu

Bel apartemennya berbunyi padahal masih jam 9 pagi, terlalu pagi untuk tamu datang berkunjung

'Siapa sih pagi-pagi gini udah bertamu' batin Jehan sambil melangkah enggan ke depan pintu

Ketika dibukanya pintu, sosok Ambar muncul diambang pintu

"Waah udah rapi kamu tau ya aku bakalan datang ke sini?"

Jehan tidak menanggapi, dia membalikkan badan membiarkan Ambar masuk tanpa mempersilakan

"Kamu ngapain pagi-pagi udah kesini?"

"Temenin aku yuk ke acara pameran lukisan siang ini"

"Aku nggak bisa udah ada janji"

"Batalin ajalah janji kamu, ini pameran yang datang banyak pengusaha dan pejabat lho nanti aku bantu kenalin sama beberapa orang penting"

"Aku bilang kan udah ada janji, kamu pergi sendiri aja"

"Jehan.. kamu ini gimana sih, aku udah susah payah dapetin undangan itu buat kamu, aku ngelakuin ini demi masa depan kamu"

"Apa demi masa depan aku? Nggak salah.."

"Kamu kan yang bilang mau jadi CEO di kantor utama bukan kantor cabang kaya sekarang, ya ini aku bantu kamu.."

"Iya memang aku pernah bilang begitu, tapi bukan gini caranya. Denger Ambar aku bukan boneka kamu, aku bisa sukses dengan cara aku sendiri bukan dengan cara begini.

Tolong kamu berhenti juga kasih-kasih hadiah sama istri para pejabat dan pengusaha atas namaku, stop juga kasih hadiah pada karyawanku, biarkan aku menjalankan bisnis dengan caraku sendiri bukan dengan menyuap"

"Apa salahnya sih kasih hadiah kalau itu bisa membantu kamu, aku ngelakuin ini semua demi kamu, semua yang aku lakuin untuk kebaikan kamu"

"Ambar stop, aku udah lelah dengan sikap kamu, dan berhenti juga mengatakan apa yang kamu lakukan ini pengorbanan buatku, aku nggak pernah minta kamu ngelakuin itu"

Emosi Jehan makin memuncak sebelum moodnya buruk dia memutuskan untuk pergi dari situ, dia tidak mau merusak moment hari ini hari yang sudah ia tunggu

Jehan menyambar kacamata hitam dan kunci mobilnya yang tersimpan di atas meja, berlalu melewati pintu meninggalkan Ambar yang masih membela diri, namun Jehan tak peduli

"Jehaaaan..." teriak Ambar dari balik pintu yang perlahan menutup

" teriak Ambar dari balik pintu yang perlahan menutup

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Four Is Too MuchWhere stories live. Discover now