7. Semangat

Mulai dari awal
                                    

"Lo pindah ke sini?"

Clara mengangguk dengan penuh semangat. "Oh Jola, anak 23 'kan? Mumpung gue belum masuk, gue mau nganterin donatnya dulu deh. Dah, Vin."

Clara melambai sambil berlalu pergi. Meninggalkan Gavin yang masih terbengong di tempat. Clara yang datang ke rumahnya saja sering membuat mood-nya anjlok, apalagi harus bertemu setiap hari.

oOo

"Ini masih belum jam pulang 'kan?" tanya Jo begitu Gavin menghampiri bengkelnya.

"Bang Komang nggak ada?" tanya balik Gavin. Meskipun pertanyaannya diabaikan, Jo tetap terlihat santai.

"Jam segini pastinya masih di pasar. Tumben amat lu nyari dia."

"Mau nanyain tentang Billa."

Jo terlihat berdecak dengan pandangan yang lurus. "Udah gue bilang itu mitos."

"Asli, Bang," ucap Gavin dengan keyakinannya.

"Ucapan si Komang dipercaya, kayak yang bukan kenal sehari aja, jelas dia tukang ngibul."

Gavin membaringkan tubuhnya pada bangku panjang dengan lipatan tangan sebagai bantalnya.

"Gue percaya sih Billa itu ada," ucapnya dengan pandangan yang nyalang ke atas. Secara konstan otaknya memutar kejadian hari itu. Di mana wajah si cewek misterius hanya beberapa jengkal di atasnya. Tatapan tajamnya masih Gavin ingat dengan jelas.

"Hadeuh, kalo beneran ada, pernah gitu lo liat batang idungnya selama ini?" timpal Jo seraya mengambil soda kaleng. Dia duduk di atas ban bekas, mengambil waktu istirahat setelah menangani satu motor.

"Secara logika aja nih ye, dia udah punya kuasa, masa iya dilepas gitu aja. Katakanlah dia nyata, tapi nggak ada jejak sama sekali loh sekarang, mungkin dia udah mati."

Gavin memerhatikan Jo dengan serius.

"Intinya, nggak ada gunanya juga lo pikirin sekarang. Mending sekolah yang bener sono."

Gavin tertawa kecil. "Tumben omongannya bagus, jangan-jangan habis ngopi sama Pak Ramli nih."

"Yeu ... dibilangin juga."

Gavin kembali menatap langit-langit. Isi kepalanya kembali melambung.

"Bang, gimana kalo cewek yang waktu itu Billa."

Jo berdecak cukup keras. "Billa mulu, nggak ada bahasan lain apa?"

Sejak bertemu dengan cewek misterius itu juga mendengar cerita dari komang, secara konstan otak Gavin ter-setting untuk terisi dua hal itu. Meskipun masih sebatas spekulasi kasar Gavin, bahwa mereka itu orang yang sama, tapi dirinya sudah punya tekad untuk memecahkannya secara tuntas.

Orang luar mungkin menilai bahwa Gavin ini menjalani hidup dengan tantangan. Entah melanggar aturan sekolah atau membuat onar di jalan, tapi sejujurnya selama ini Gavin merasa hidupnya ini menoton, karena dirinya nyaris tidak punya goal yang ingin dicapai.

Setelah bertemu dengan cewek misterius itu, Gavin tiba-tiba merasa semangat. Ia merasa bahwa akhirnya ia punya tujuan dalam hidup. Gavin jadi tahu apa yang menjadi alasan dirinya bertindak. Gavin. ingin tahu tentang dia.

"Lah anjir ngapain lu senyam-senyum sendiri?" pekik Jo yang membuat Gavin tertarik kembali pada kenyataan. Ia juga mendapati bahwa perkataan Jo itu benar, ujung-ujung bibirnya sudah tertarik tanpa Gavin sadari.

"Si Kikan mau sama lo?"

Kening Gavin seketika berkerut. "Kenapa jadi bahas Kikan?"
Mereka tengah membahas Billa dan cewek misterius, sebelumnya Gavin sudah pernah menjelaskan bahwa cewek itu bukan Kikan.

Pacaran [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang