Gabriel sejenak berpikir. Isi kepalanya masih terlalu diliputi kekhawatiran hingga membuatnya sulit menemukan jalan keluar.

"Entahlah, sejauh ini yang aku pikirkan cuma mengawasinya. Selain menggunakan HP, bila perlu aku akan mengikuti Tuan Arcello ke mana pun ia pergi." Gabriel menjawab tidak yakin.

"Itu terlalu gegabah," tolak Azrael. "Akan lebih baik jika kamu kembali menjadi malaikat. Semuanya akan lebih mudah kamu tangani, Gab." Ia mengusulkan Gabriel untuk kembali menjadi malaikat.

"Tapi aku tidak berpikir begitu, Az. Jika sekarang mendadak pergi, bagaimana perasaan Tuan Arcell? Bagaimana kalau ia tidak mempercayaiku lagi? Itu malah akan membuatku sulit, Az." Gabriel tidak setuju dengan usulan sahabatnya.

"Ini seperti buah simalakama buatku. Jika aku kembali menjadi malaikat, aku yakin Tuan Arcell tidak akan percaya lagi padaku. Tidakkah kalian lihat bagaimana sikapnya waktu itu hanya karena mendengar aku bisa kembali menjadi malaikat? Gimana salah pahamnya padaku?" ucap Gabriel.

"Tapi dengan wujud manusiamu ini, kamu hanya akan menjadi pesakitan menghadapi kelicikan raja iblis, Gab," tukas Azrael mengingatkan betapa lemahnya wujud manusia.

"Tunggu, Az. Aku tidak setuju dengan ucapanmu." Rafael membela Gabriel. "Apa kau tidak menyadari dari cerita Gabriel? Mereka kali ini menggunakan cara manusia untuk mendekati Tuan kita. Lalu, kenapa kita tidak mencoba melawan mereka dengan cara manusia juga?" tuturnya.

"Ingat, yang mereka incar adalah kekuatan Raja Arash. Bukan tubuh Tuan Arcell. Mereka pasti belajar dari pengalamannya selama ini untuk mendapatkan kekuatan hebat itu. Jadi, untuk sementara biarkan Gabriel melakukannya dengan cara manusia. Kalau memang sudah tidak sanggup melawan, bukankah dia masih punya langit? Bukankah dia masih punya kita? Apa kau akan diam saja melihat sahabatmu ini terdesak?"

Kali ini Rafael terliat tidak seperti biasanya yang banyak bercanda dan terkesan tak acuh. Tapi, dihadapkan pada situasi yang genting serta memanas seperti ini, ia pun tidak tinggal diam. Bijak pada waktu yang tepat.

"Benar kata Rafael, Az," bela Mikhael. "Biarkan dia melakukan tugasnya semaksimal yang Gabriel bisa. Kalau semua sudah terdesak, kita ikut turun tangan." Mikhael mencoba memberikan pengertian pada sahabatnya.

"Maafkan aku, Gab. Aku selalu menekanmu untuk kembali menjadi malaikat. Aku terbawa emosi." Azrael menyesali ucapannya. Ia mengusap wajahnya dengan kedua tangan.

Gabriel menggeleng sambil tersenyum. "Sudahlah, Az. Aku paham maksudmu. Kau terlalu mengkhawatirkanku, terima kasih. Tapi aku akan berusaha semampuku dengan wujudku sekarang ini untuk melindungi Tuan Arcell apa pun caranya," pungkas Gabriel.

Azrael, Mikhael, dan Rafael mengangguk patuh pada keputusan Gabriel. Mereka percaya jika sahabatnya bisa melewati ini semua.

"Kalau begitu kita harus menyusun rencana, Gab," usul Rafael.

"Entahlah, untuk saat ini rencanaku seperti yang aku katakan barusan. Aku akan mengawasi Tuan Arcell menggunakan ponselku. Selain itu, bila perlu aku akan mengikutinya ke kantor dan memantaunya dari jarak aman." Gabriel menuturkan rencananya.

"Tapi itu akan berbahaya, Gab. Kehadiranmu di sekitar Tuar Arcell justru akan memancing iblis." Mikhael mengomentari rencana Gabriel.

Gabriel tampak menganggut-anggut sambil berpikir. Tapi bukan Rafael kalau tidak punya ide brilian.

"Kalian bisa mengandalkanku," ucapnya sambil menunjuk diri dengan bangga.

"Gimana caranya?" tanya Gabriel penasaran diikuti anggukkan Mikhael dan Azrael.

"Au, kalian lupa kalau aku bisa menghilang? Gini-gini, aku juga masih malaikat. Aku bisa menembus tembok, kaca, bahkan aku bisa menyamar jadi apa atau siapa pun." Rafael tampak membusungkan dada.

Gabriello (Cetak ✅ │ Part lengkap) Where stories live. Discover now