BAB 24| Untuk Melindungi

Start from the beginning
                                    

Alda menoleh, ia tersenyum kecut. "Gak gimana-gimana, udah gak sama-sama." Jawab Alda membuat Dianara terkejut.

"Kalian putus?"

"Mungkin udah seharusnya." Balas Alda.

"Kenapa? Lo bukan tipe yang gampang nyerah soal Raksa. Apa ada orang lain yang sengaja masuk ke hubungan lo?" Tanya gadis itu.

Entahlah, rasanya Alda juga tidak paham siapa yang salah di sini. Raksa menyalahkannya karena dia dekat dengan Gevariel, tapi Alda kecewa karena cowok itu mengabaikannya sampai ia terpaksa harus berada di dekat Gevariel.

Alda tertawa sumbang, tapi Dianara tahu bahwa tawa gadis itu sebenarnya terasa pahit. "Kita sama-sama gagal buat saling memamahi."

Putus dari sebuah hubungan yang tidak pernah Alda harap akan selesai secepat ini rasanya sangat sakit. Raksa adalah satu-satunya orang yang bisa membuatnya menatap semesta satu tingkat lebih indah dari biasanya. Saat berada di dekat Raksa, Alda tidak pernah merasa kurang, dengan Raksa, Alda selalu merasa sempurna, Alda selalu merasa sembuh, bahkan tidak ada kata sakit di antara mereka sebelumnya. Tapi untuk yang terakhir kalinya, entah kenapa rasa sakitnya malah tidak terdefinisi, mungkin ia sudah berada di ujung batas lelah.

Gadis itu meneguk kopinya sebentar. "No offense. Gua ke sini mau nanya, Din."

"Nanya apa?"

"Apa yang ada di pikiran lo sampai sempat ambil Raksa dari gua, meskipun niat lo bukan rebut Raksa, tapi kenapa lo ngelakuin itu? Padahal masih ada seribu cara yang bisa lo ambil buat nyelesaian permasalahan lo."

Dinara yang mendapat pertanyaan itu menatap Alda dengan rasa bersalahnya. "Maaf,"

"Gua udah maafin lo dari jauh-jauh hari, di sini gua minta penjelasan."

"Just obsess to protect." Balasnya.

Kening Alda mengernyit.

Seakan paham Alda butuh jawaban lebih, Dianara kembali bersuara. "Dulu gua egois. Gua udah muak sama rasa sakit yang gua terima karena kekangan dari orang tua gue. Gua merasa berhak buat bahagia, gua akan ngelakuin cara apapun asalkan gua bahagia."

"Dan saat itu gua ketemu Farel, seumur gua hidup cuma dia satu-satunya orang yang berhasil ngebuat gua merasa dimengerti. Bahkan gua gak berpikir kalo dia udah punya pacar atau belum, gua cuma mau dia, karena gua rasa kebahagiaan gua cuma ada di Farel, Al."

"Sekarang mungkin semua orang akan bilang kalo Farel itu cuma ngebuat gua sakit, tapi rasanya gua bisa lebih sakit kalo gak sama dia." Tutur Dianara.

"Orang tua gua setuju dengan perjodohan keluarga kita, gua juga gak bisa nolak. Tapi setelah gua berhasil dapetin Farel, dia masih berharap balik sama lo. Jelas gua merasa gak di hargai, padahal gua udah berjuang ngebantu dia buat lepas dari kekangan orang tuanya. Sedangkan lo justru jadi pusat semua orang, bahkan Raksa dan semua teman-teman dia."

Dianara menatap Alda. "Lo bisa ngedapetin mereka tanpa lo yang minta. Siapa yang enggak iri?"

Alda masih diam mendengarkan. Ia berusaha mencerna seluruh penjelasan gadis itu.

"Maaf, Al. Mungkin karena obsesi gua, gua malah iri." Ujar Dianara pelan.

Sekarang Alda paham kenapa semua orang bisa jahat. Bukan karena mereka yang mau, tapi hati mereka yang butuh bahagia dan butuh dimengerti.

***

Shower menyala. Semburan air dingin mengguyur lantai kamar mandi saat Raksa menyalakannya.

Cowok itu sengaja berdiri di bawah guyuran air tersebut. Ia menengadah dengan mata terpejam membiarkan tubunya basah tanpa melepas celana hitam di atas lutut yang ia kenakan saat ini. Air mengalir di atas permukaan kulitnya yang perlahan membahasi seluruh tubuh kekarnya.

Rasa dingin yang menusuk ke seluruh tubunya mulai menjalar. Air membasahi rambut yang perlahan turun ke bagian punggung, mengalir di atas dadanya yang terasa sesak, menyebar menuju otot lengannya yang cukup atletis, hingga perut serta seluruh tubuhnya ikut basah.

Kanagara bermata elang itu menumpu tangannya pada dinding, lalu menyugar rambutnya seraya mematikan shower saat ponselnya yang berada di atas wastafel berdering.

Raksa segera melihat siapa yang mengganggu aktifitas mandinya itu. 'Reana is calling you'

"Apa?" Tanya Raksa tanpa basa-basi.

"Sibuk gak, Sa?"

"Sibuk, gua di markas."

"Ooh yaudah, nanti aku telepon lagi ya. Bai!"

Raksa tidak membalasnya dan langsung mematikan sambungan itu sepihak. Ia melempar ponselnya asal pada keramik wastafel yang dingin di kamar mandi, kemudian Raksa meletakan telapak tangannya di atas keramik itu.

"Shit."

Kanagara bermata elang itu menatap cermin, matanya menyorot dingin dengan tetesan air yang turun dari rambutnya, sedetik kemudian ia memejamkan matanya dengan ingatan yang kembali memutar kejadian tadi.

Raksa dan Reana memasuki ruangan direktur rumah sakit. Saat mereka masuk, di sana sudah ada seorang pria yang duduk di kursi kebesarannya memakai memakai jas putih khusus dokter.

"Gimana, kondisi kamu masih stabil, Re?" Tanya pria itu, dia Abraham, direktur rumah sakit terbesar sekaligus ayah dari gadis itu.

Reana duduk di sofa bersama Raksa, ia tersenyum sumringah. "Iya doang ayah, Rea sama Raksa terus soalnya. Temen-temen Raksa juga banyak, sekolah jadi seru banget!"

Abraham hanya tersenyum mendengar jawaban antusias sang putri, pria itu menatap Raksa. "Jaga Rea ya, jaga dia seperti cara kamu menjaga semuanya."

"Sialan!"

Prang!

Raksa tanpa sadar melempar ponsel itu pada cermin di hadapannya.

Retak.

Kondisi bayangan wajahnya di cermin itu juga sudah tidak tertata. Jantungnya ikut berdebar karena amarah, Kanagara bermata elang itu mengepalkan tangannya hingga buku-buku di jarinya menonjol tampak jelas. Berkat emosinya yang begerjolak semuanya hancur. Rasa percaya Alda padanya juga hancur termasuk hidupnya.

Alda pergi, Alda sudah kecewa, Alda tidak akan mungkin kembali lagi, mungkin Alda juga sudah menjadi milik orang lain, tidak lagi menjadi miliknya. Tapi apakah hati gadis itu juga sudah berpindah tempat?

Rahang Raksa mengeras. Ia menggenggam pecahan kaca itu, membiarkan amarahnya mengalir dalam darah, membiarkan tetesan darah dari telapak tangannya juga ikut mengalir akibat genggamannya yang semakin menguat pada pecahan kaca itu.

Hari ini benar-benar kacau.

Jika bisa, rasanya ia ingin membunuh orang-orang yang berani mengendalikan hidupnya seperti ini.

"Arrghh!"

***

Kalo kalian gak mau Raksa, buat aku aja❤

Aku akan sibuk sementara. See you minggu depan❤

ARUNIKA [END]Where stories live. Discover now