BAB 24| Untuk Melindungi

14.5K 1.5K 224
                                    

Gerimis masih awet membuat udara dingin sore ini berhasil menembus kulit putihnya, cardigan yang ia pakai juga ternyata tidak mempan untuk melindungi dirinya dari hawa bersuhu rendah di sini. Dapat Alda lihat tetesan air hujan yang menguap pada kaca kafe juga belum hilang. Gadis itu duduk di temani musik bergenre jazz yang terputar di dalam cafe yang sedang ditempati. Beat nya cukup menenangkan untuk mereka dengar.

Ya, Alda memang tidak sendiri. "Lo masih sama Farel?" Gadis itu menatap tetesan air di luar sana lalu menatap ke arah depan.

Memang Alda sengaja mengajak Dianara untuk bertemu di kafe sore ini. Mereka berdua duduk di kursi, saling berhadapan di temani dua gelas kopi panas.

"Masih." Balas Dianara.

Sejak kepindahan Dianara, nama Alda menjadi paling teratas di Padja Utama. Insiden satu tahun lalu yang berhasil membongkar seluruh rahasia tentang keberadaan Dargez membuat semua orang yang terlibat menjadi bahan pembicaraan setiap hari. Merasa kegiatan belajarnya terganggu, akhirnya Dianara memilih untuk pindah ke sekolah baru, dimana Farel, sepupu Alda juga bersekolah di sana.

"Mamanya Farel masih maksa lo buat tahan sama dia?" Tanya Alda.

Dianara tersenyum tipis. "Enggak," jawabnya. Gadis itu menatap kaca kafe. "Gua bertahan sama dia karena gua sayang."

Jawaban ini persis seperti jawaban yang ada jauh di dalam lubuk hati Alda. "Lo yang sekarang adalah gua di masa lalu."

Mungkin tindakan Dianara saat itu bisa di sebut sebuah kesalahan. Posisinya yang menjadi tunangan Farel setelah mereka di jodohkan oleh orang tuanya membuat Farel marah dan terpaksa harus memutuskan hubungannya dengan Alda. Tapi Dianara yang terlanjur tulus tidak pernah mau meninggalkan Farel, ia tahu cowok itu sudah membuat kesalahan fatal karena membuat nyawa sepupunya sendiri melayang. Dianara tahu, Farel hanya orang yang perlu di beri pengertian.

"Lo tau kan, Al? Manusia kalo udah sayang, mau seburuk apapun dia, lo gak akan mampu liat dia hancur." Ujar Dianara.

Alda menatap Dianara, senyum tipisnya membentuk. "Gua rasa lo lebih tulus sama Farel. Tapi kenapa saat itu lo ambil Raksa dari gua?"

"Karena Farel." Lirih Dianara. "Gua gak bisa liat dia dapat perlakuan gak adil dari Ibunya, gua gak bisa liat dia sakit saat denger kalo Farel itu anak yang gak berguna buat keluarga dia."

Dinara menatap asap di atas gelas berisi kopi panas yang menguar ke udara dengan sorot sendu. "Farel itu baik, Al. Dia cuma punya amarah yang mudah di kendaliin orang aja. Farel gak maksud ambil Gibran."

"Gua tau." Ucap Alda. Ia sudah mengenal Farel selama belasan tahun, ia tahu bagaimana Farel yang selalu mendapat perlakuan tidak adil dari keluarganya.

Gadis itu kembali menghela napas pelan, aroma kafe yang menusuk indra penciumnya serta udara dingin itu tidak menghilangkan rasa sesak yang saat ini ia tahan.

"Damar, orang yang udah bunuh Gibran, Din."

"Farel cuma jadi kambing hitam, dia di peralat. Bahkan Regal yang termasuk anaknya sendiri juga di peralat." Ujar Alda.

Ingatannya kembali menutar memori kelam satu tahun lalu. Hari dimana segalanya memporak-porandakan Dargez serta ketua geng terbesar mereka di sebuah gudang kala itu. Raksa Kanagara menjadi tameng yang nyaris gagal di pertempuran. Segala rencana yang sudah di tata olehnya seketika hancur, berhasil merenggut nyawa kakak kandung Alda sendiri. Malam itu juga menjadi malam paling sakit dalam hidup Alda, Gibran pergi tepat di hari ulang tahunnya.

"Manusia bisa jadi buta kalo terlalu sayang. Kadang kita harus bisa ngeliat mereka dari jauh, biar tau, biar jelas tindakan apa yang harus kita ambil."

Dianara mengangguk pelan. "Sekarang gimana lo sama Raksa?"

ARUNIKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang